part 31. panen

74K 4.2K 67
                                    

Aku masih bergelung dengan selimut tebalku, rasanya tulangku remuk sekarang.

Hawa dingin masih terasa, bahkan angin pagi ini semakin membuatku merasa membeku saja. Baru jam empat pagi, Max sudah membuka jendela kamar setelah kami sholat lail malam tadi.

Kami akhirnya begadang semalaman, iya!  kami begadang...

Jadi, karena kamar ini ngga ada ac nya maka suami buleku itu menjadi lumayan membuatku kerepotan.

Dia memang tidak bicara apapun, tapi dia keringetan sampai harus melepas pakaiannya. Dan aku terus membantunya mengipasi tubuhnya. Semalam lampu padam, sepertinya pemadaman bergilir di kompleksku. Jadi, tidak ada ac atau  angin kipas angin yang bisa menyala.

Semalaman penuh aku terpaksa membantu Max mengipasi tubuhnya dengan kardus air mineral kemasan botol yang aku sobek. Sekarang, aku beberapa kali menguap menahan kantuk.

"Nanti kita tinggal di rumahku saja, Ummah. disana ada ganset. Jadi ngga akan ada acara kaya semalam lagi gara-gara mati lampu," kata Max sambil memijat tanganku. Aku hanya mengangguk sambil memejamkan mataku. Dia enak, dikipasi sambil merem. Nah, aku?
Jadi tukang sate semalaman penuh. Haish..... Dia benar-benar terbiasa hidup mewah, aku jadi berfikir.

Apa kami akan cocok?
Gaya hidup kami jauh berbeda.

"Kan, udah bilang jangan ngipasin. Masih ngeyel, ya gini jadi pegel," lanjutnya lagi.

"Kamu keringetan gitu, masa aku cuma diem?" jawabku membela diri.

"Tapi aku ngga mau kamu capek, sweetheart," ujarnya dengan nada pasrah.

Aku masih diam, dengan menutup mataku menikmati pijatan di tanganku. Rasanya ini lumayan membantu setelah semalaman penuh aku menjadi tukang sate dadakan.

Kepalaku  pening dan makin pusing karena mendengar dia terus mengoceh. Aku berharap kali ini tidak kelepasan lagi untuk mengatai suamiku dalam hati.

"Pokoknya.....," kalimat Max terhenti karena aku menyumpal mulutnya dengan tanganku.

Aku memaksakan diri membuka mata, melotot dan mengibaskan tanganku ke udara memintanya diam dan menutup mulutnya. Aku butuh istirahat!

"Diem, deh. Pusing tahu denger kamu  ngomong terus," kataku kesal.

Max malah terkekeh geli, aku sampai geleng-geleng kepala. Dia memiliki selera humor yang sangat jelek. Setiap saat tertawa dan terkekeh geli saat bersamaku. Memangnya aku pelawak!

"Kamu kalo lagi kesel gitu lucu, sweetheart," katanya sambil mengecup bibirku sekilas.

Jelas saja aku makin kesal, dan Max malah tertawa makin kencang. Tuh, kan aku rasa dia kekurangan minum obat, dasar....!

Haish... kan.
Hampir saja aku mengatai suamiku. Astaghfirullah....

"Jangan tertawa! Ngga ada yang lucu!" Teriakku sebal.

"Jangan marah-marah terus. Cepat tua nanti," ucapnya dengan enteng.

Aku mencubit perutnya keras. Sayangnya, kulitnya lebih keras dari yang aku perkirakan. Aku rasa dia makan meja kursi, bukan makan nasi. Makanya kulitnya bisa sekeras itu. Ah, iya! Nanti aku perlu menyembunyikan maja kursi di rumah biar ngga habis di makan Max.

Astaghfirullah...
Kok aku jadi absurd gini, ketularan gesreknya dia kayaknya ini mah, asli!

"Hei, bengong aja sih," kata Max menegurku.

Aku sedikit tergagap, dia malah tertawa kecil. Apa lagi yang lucu?

"Kamu ketawa terus, selera humor kamu payah," kataku ketus.

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang