AUN-6. Sadar

64.4K 4.9K 67
                                    

Aku mengerjapkan mataku. Sekarang yang kulihat serba putih, ini bukan di kamarku.

"Ummah sudah bangun, hikks..hiiks...." Aku mendengar suara tangis yang begitu familiar ditelingaku, iya! itu suara Najwa.

"Najwa," panggilku lemah.

Tak lama kemudian ummi datang.

"Kamu sudah sadar, Khumaira," kata Ummi lembut sambil membelai rambutku yang tertutup pashminaku.

"Khumaira dimana, Ummi?" Tanyaku tak sabar.

"Kamu dirumah sakit. Seharusnya Najwa tidak boleh masuk. Tapi dia mengamuk. Akhirnya diijinkan oleh dokter," jelas ummi kemudian.

Aku sejenak mengingat yang terjadi, jika tidak salah. Aku tidur bersama Najwa di kamar terakhir kali.

"Bagaimana Khumaira bisa disini, Ummi?" Tanyaku lagi.

Ummi menatapku dengan mata berkaca, ada sebuah tatapan sendu di matanya.

"Kamu pingsan Khumaira. Dan sudah tiga hari kamu tidak bangun," kata Ummi sambil meneteskan cairan bening di sudut matanya.

Aku tersentak kaget, iya kah?

Tapi aku merasa baik-baik saja kemarin, oke. Bukan benar-benar baik, maksudku setidaknya secara fisik aku merasa sehat.

"Kamu shock. Dengar Ummi baik-baik yah. Najwa akan bersama kamu. Umar berjanji tidak akan mengambil Najwa darimu. Percayalah," kata Ummi menenangkan.

Air mataku mengalir lagi. Ku peluk Najwa dengan erat.

"Jangan tinggalkan Ummah, jangan pernah!" Ucapku sambil terus memeluk Najwa.

"Najwa tidak akan meninggalkan Ummah. Najwa benci babah yang ngga mau nungguin Ummah. Padahal Ummah sakit. Babah malah pacaran lagi!" Teriak Najwa penuh emosi.

Aku menangis dipelukan Najwa. Sungguh, aku menyesal belum juga berdamai dengan masa lalu. Kini Najwa membenci ayahnya.

"Tidak, jangan bicara begitu. Babah harus kerja," kataku pada Najwa.

Ku pandangi mata Najwa, ku belai lembut pipinya.

"Babah sayang Najwa. Jangan begitu," kataku lembut.

"Apa babah sayang Ummah juga?" Tanya Najwa lagi.

"I-iya," jawabku sedikit ragu.

"Ummah bohong! dosa!" Teriak Najwa sambil menangis.

Aku menangis melihat putriku. Ya Allah aku gagal menjadi seorang ibu.

"Ummah tidak bohong," bisikku pelan.

"Kata Rara waktu Ummi Rara sakit, abinya selalu nungguin. Memaksa libur kerja demi Umminya. Babah ngga begitu!" Teriak Najwa sambil menangis meraung.

Aku kembali menangis, ya Allah...

Ini salah kami, tapi Najwa harus menanggungnya. Najwa terlalu kecil untuk memahaminya.

Aku lagi - lagi melukai Najwa. Aku menyesal.

"Najwa, dengarkan. Babah sayang Najwa, sayang Ummah. Babah tidak disini karena bekerja. Setiap pekerjaan punya kebijakan berbeda. Najwa paham?" Terang Ummi memberi pengertian pada Najwa.

Najwa menangis di pelukanku.

Maafkan Ummah, Najwa...

Suara derit pintu terdengar, aku tengok ke arah pintu. Ada seorang dokter berperawakan tinggi menghampiriku.

"Kita periksa dulu, yah. Adek Najwa dan ibunya boleh keluar dulu sebentar," Kata dokter itu.

Ummi membawa Najwa yang masih menangis keluar ruangan.

Dokter mulai memeriksa kondisiku.

"Masih pusing?" Tanya dokter itu.

"Sedikit," jawabku singkat.

"Jangan terlalu banyak pikiran ya bu. Nanti jangan lupa makan siangnya di habiskan. Kita lakukan observasi dulu sampai malam nanti yah," kata dokter lembut.

Aku menganggukkan kepalaku lemah.

Aku masih melamun, sampai aku sadar bahwa dokter sudah menghilang dari pandanganku.

"Kak Umar, apa kamu bahagia? Kenapa aku sangat sakit?
Aku masih berharap, mendengar kabar buruk tentangmu. Apa aku salah?"

Aku membenci bahagiamu bukan karena aku. Aku benci kamu bahagia, dan aku disini masih terluka.

Aku tak pernah tahu, apa aku benar-benar membencimu?
Atau karena aku terlalu mencintaimu??

Aku lemah...
Aku rapuh...
itu yang aku tahu...

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang