AUN-5. Adik

65.4K 5.3K 142
                                    


.....

Suara ketukan pintu kamar membuyarkan lamunanku.

tok tok tok

"Khumaira, itu Umar mau bicara katanya," seru Ummi dari luar.

Jantungku masih saja berdegup kencang hanya dengan mendengar namanya disebut. Dan ini sangat menyiksa, seandainya dia merasakan apa yang aku rasakan.

Aku menghapus air mataku. Lalu mengoleskan bedak dan fondation untuk menyamarkan bekas air mataku, dan bergegas keluar kamar.

Ummi menyambutku dengan tersenyum. Ummi melihatku dengan sorot mata iba, dan aku tidak suka itu. Aku memaksakan diri untuk tersenyum, agar Ummi tidak bagitu mengkhawatirkanku. Meskipun rasanya itu sangat berat.

"Khumaira ke depan dulu, Ummi," kataku lirih.

Ummi memelukku erat. Memberiku kekuatan untuk menghadapi kak Umar dan istri barunya. Aku menahan air mata ini agar tak tumpah sekarang. Namun tetap saja, pelukan Ummi yang begitu erat hampir saja membuat pertahananku runtuh. Aku melepas pelukan Ummi dengan cepat. Sebab bisa dipastikan jika lima menit saja Ummi tak melepaskan pelukannya, aku pastikan air mata ini akan mengalir deras.


*********

Kini, Aku telah duduk dihadapan kak Umar dan istrinya. Rasanya air mata dipelupuk mataku sebentar lagi terjatuh. Ya Allah... melihat Najwa berada ditengah mereka rasanya sangat menyesakkan. Apa aku terlalu egois?

"Khumaira, kak Umar berniat membawa Najwa selama seminggu ke Cirebon," ucap Kak Umar sambil memangku Najwa yang bergelayut manja dipangkuan kak Umar.

Aku membelalakan mataku saat mendengar ucapan kak Umar.

"Enggak bisa!" Jawabku setengah berteriak.

Aku sungguh takut, aku terlalu takut kehilangan Najwa. Tidak!
Najwa tidak boleh kemana-mana. Air mataku mengalir deras, tak mampu lagi aku tahan. Aku meremas ujung hijabku untuk menyalurkan sedikit emosi yang siap meledak kapan saja.

Kak Umar menatapku, entah apa yang ada di benak kak Umar sekarang. Yang jelas, aku sangat takut jika Najwa meninggalkanku.

Najwa berlari menghampiriku saat melihat aku menangis, kupeluk puteriku erat.

"Jangan tinggalkan Ummah, Najwa. Jangan pernah...." Bisikku dengan air mata berurai.

"Najwa ngga akan kemana-mana," kata Najwa bersamaan dengan pelukannya yang semakin erat.

" Kak Umar janji akan membawa Najwa kembali kesini. Hanya untuk kumpul keluarga saja. Bukankah Najwa anak kak Umar juga?" Kata kak Umar tetap bersikukuh ingin membawa Najwa.

Mataku mulai buram, air mataku terus saja mengalir deras.

"Maaf Babah, Najwa tidak akan kemana-mana tanpa Ummah," kata Najwa.

Hatiku menghangat mendengar perkataan Najwa. Demi Allah, aku sangat takut kehilangan Najwa.

"Najwa ngga pengen ketemu adik Najwa?" Tanya kak Umar lagi.

Rasanya sesak didada ini semakin menjadi. Mendengar adik Najwa saja membuat aku semakin sakit. Apa kak Umar tidak memikirkan perasaanku sama sekali? Entah terbuat dari apa hatinya itu. Astaghfirullah...

"Loh, diperut Ummah ada adik bayi ya, Ummah?" Tanya Najwa dengan mata berbinar.

Aku menggeleng namun masih terdiam. Aku terus memeluk Najwa.

"Kata Ummah enggak kok, Bah," lanjut Najwa lagi.

"Adik dari Ummi, Najwa," kata kak Umar.

Najwa terdiam, mungkin dia sedang berusaha mencerna maksud perkataan kak Umar.

"Saya mohon, silahkan keluar dari sini," kataku tegas.

"Khumaira, kak Umar hanya ingin bersama Najwa saja," pinta kak Umar.

Aku tetap menggelengkan kepalaku tegas.

"Keluar!" Kataku setengah berteriak.

"Mbak, kami hanya ingin mengajak Najwa kumpul keluarga saja. Sungguh," kata istri Kak Umar.

"Keluar saya bilang!" Teriak saya keras.

Ummi berlari dari dalam rumah menuju ruang tamu.

"Ada apa Khumaira?" Tanya Ummi khawatir.

Aku tak menjawab pertanyaan Ummi, hanya langsung menggendong Najwa menuju kamarku tanpa melihat kak Umar lagi.

Entah apa yang kak Umar bicarakan dengan Ummi sekarang.

Aku mengunci kamarku. Ku peluk Najwa erat dengan air mata yang tak mau berhenti. Najwa menangis dipelukanku.

"Jangan pernah tinggalkan Ummah Najwa. Ummah mohon," bisikku dengan suara serak.

"Ngga akan. Ummah jangan menangis, apa babah jahatin Ummah? Najwa benci babah jika itu dilakukan babah," kata Najwa sambil menangis.

Aku terus memeluk puteriku. Rasanya sangat takut jika harus kehilangan Najwa.

Dia satu-satunya alasanku hidup. Najwa alasanku semangat hidup.
Najwa segalanya. Aku tidak akan bisa tanpa Najwa.

Aku berbaring di kasurku, dengan Najwa yang masih terus ku peluk erat. Mencoba memejamkan mataku. Menata hati, meredam emosiku..





....

Bagaimana jika kamu bertemu dengan mantan suamimu?

Kadang, aku berfikir. Apakah benar, mantan suami bisa menjadi sekedar teman tanpa membuka luka?

Jangan lupa vote, komen, dan follow dear..

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang