"Hei... bangun."
"Bangun wooi!!!"
Aku terlonjak kaget mendengar seseorang berteriak.
"Astaghfirullah... bisa bangunin lebih kasar lagi ngga?!" Teriakku kesal.
Lihat, sekarang lelaki songong itu tertawa sampai terpingkal-pingkal.
Aku mendengus kesal, ku lempar dia menggunakan botol minuman kemasan yang ada di depanku.
"Pluk"
"Rasain kamu!" Kataku ketus.
"Aduh," dia mengaduh sambil mengusap-usap dahinya yang terkena lemparan botol.
Aku keluar dari mobilnya segera. Ternyata aku sudah sampai pemandian kolam renang, dan selama itu saya ketiduran.
Aku celingak - celinguk mencari anakku, Najwa. Sepertinya dia sudah berlarian dan berenang dengan Haris.
"Dasar kamu, jadi wanita kasar banget sih," katanya kesal.
Aku hanya meliriknya dengan acuh. Bisa ku pastikan sekarang dia sangat kesal padaku, tapi aku sama sekali nggak perduli. Aku juga kesal dengannya. Jadi kami impas.
Aku berjalan mendahuluinya setelah dapat melihat mbak Asih di sebuah gazebo.
"Assalamu'alaikum, mba," sapaku ramah.
"Oh, hai Khumaira. Gimana perjalanannya tadi?" Tanya mbak Asih dengan senyum mengembang. Sejenak mba Asih menghentikan kegiatannya melipat baju Haris, Najwa dan baju suaminya sepertinya.
"Alhamdulillah," kataku dengan senyum tipis.
"Alhamdulillah ngorok sampai tujuan dalam sepanjang perjalanan, mbak," kata Max sambil terkekeh.
Aku meliriknya tajam. Mulut Max memang perlu aku lakban sepertinya.
Mbak Asih terkekeh kecil melihat interaksi kami.
"Kalian ini ribut terus, awas jodoh loh," kata mbak Asih menggoda kami.
Aku melotot kesal mendengar mbak Asih mengatakan itu. Ah, Kak Umar yang awalnya pengertian dan sangat perhatian saja akhirnya begini.
Lalu, apa kabar dia yang selalu adu otot dengan ku?
Aku menggelengkan kepalaku dan bergidik ngeri. Membayangkannya saja aku tak sanggup.
"Eh, jangan gitu kamu. Awas jatuh cinta sama aku. Najwa saja sudah mau memanggilku ayah," katanya penuh percaya diri.
Aku berpura-pura memperagakan gerakan muntah seketika. Mbak Asih lagi-lagi tertawa lepas.
"Aduh, udah ih. Malu sama anak-anak," kata mbak Asih menengahi.
Aku duduk di samping mbak Asih, Max melepas celana panjangnya dan kaos serta kaos dalamnya di depan kami.
"Aaa!" Aku setengah berteriak sambil menutup mata dengan kedua telapak tanganku.
Mbak Asih melempar Max dengan handuk yang kebetulan di pegangnya.
"Gelo! Ada Khumaira itu," Teriak Mbak Asih kesal.
"Pergi sana ! Dasar jorok!" Teriakku kesal.
Max tertawa sambil berlari menjauh dari kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABI UNTUK NAJWA (End)
Spiritual#rank1 Repost- dalam tahap revisi Menjadi single mother diusia muda bukanlah hal mudah. Aku tahu perceraian adalah hal yang paling dibenci Allah... Tapi aku bisa apa?? 'Ummah kenapa babah ngga pernah pulang?' 'Kapan babah pulang ummah?' 'Ummah, apa...