AUN-27 bimbang

53.8K 4K 73
                                    

Aku meletakkan minuman dan makanan ringan di meja, Najwa berlari menghampiriku. Duduk dipangkuanku, tak lama kemudian Ummi datang.

"Assalamu'alaikum," seru Ummi dari luar.

"Wa'alaikum salam," jawab kami hampir serempak.

"Jidah!" Teriak Najwa setelah melihat Ummiku di depan.

Ummi langsung memeluk Najwa dan menggendongnya.

Aku mencium punggung tangan Ummi hikmat,

"Ngapain kamu?" Tanya Ummi ketus pada Kak Umar.

Kak Umar menundukkan pandangannya, hanya diam.

"Ummi masuk saja, yuk," ajakku pada Ummi untuk menghindari melakukan sesuatu yang buruk pada Kak Umar.

Sekarang kami duduk di depan, termasuk Ummi yang datang beberapa menit lalu. Suasa sangat canggung, apalagi Ummi yang terus memasang wajah gaharnya.

"Mau apa lagi kamu?" kata Ummi sinis.

"Ma...maaf Ummi," cicit Kak Umar sambil menunduk.

"Saya sudah bosan dengar maaf kamu," jawab Ummi ketus sambil menatap tajam pada Kak Umar.

"Sa...Saya tahu, saya salah, mohin maafkan saya," kata Kak Umar lagi.

"Kamu tahu, gimana rasanya saat saya dengar anak cucu saya disakiti?," Tanya Ummi dengan mata berkaca-kaca.

Kak Umar menunduk, aku berusaha menenangkan Ummi.

"Rasanya saya ingin membunuh kalian dengan dengan tangan saya sendiri!" Teriak Ummi sambil menangis.

Aku bahkan sampai terlonjak kaget, ku elus punggung Ummi.

"Istighfar,Ummi. Jangan begini terus," bisikku lirih.

"Kamu sudah sangat melewati batasmu, Umar," kata Ummi tegas.

Aku lihat Kak Umar sudah mulai hampir menangis, air matanya menggenang di pelupuk matanya.

"Saya mohon maaf. Saya benar-benar tidak tahu jika istri saya bertindak sejauh itu," kata Kak Umar merasa bersalah.

"Tidak tahu, kamu memang tidak bisa menjaga anak saya dengan baik!" Hardikku keras.

Aku sangat emosi saat Kak Umar bilang tidak tahu.

"Maaf, Maaf. Kak Umar akan buat dia menyesal telah menyakiti Najwa," kata Kak Umar.

Aku menggeleng tegas. Aku menatap tajam pada Kak Umar kali ini. Aku melirik Najwa yang tengah berada di ruang tengah bersama abi.

"Aku tidak perduli apa yang akan kau lakukan pada istrimu. Saya sudah sangat kecewa. Saya harap kamu tidak akan pernah membawa anakku keluar barang sejengkalpun dari rumah ini," kataku dingin.

"Maaf. Saya berjanji akan menjaga Najwa dengan baik. Saya merindukannya, Khumaira. Dia satu-satunya kenanganku bersama kamu," terang Kak Umar.

Aku diam, berusaha menstabilkan emosiku yang terus meledak-ledak.

"Aku tidak perduli," kataku dingin.

Aku lihat, Ummi sudah tidak ada di sebelahku. Sepertinya disuruh masuk oleh abi.

"Aku mohon, aku masih sangat mencintai kalian," bisik Kak Umar lirih.

Aku menangis, rasanya sangat sesak di dada. Oh, ungkapan cinta ini seharusnya aku dengar saat itu.

Jika saja ungkapan cinta itu aku dengar setahun lalu, tentu tidak begini kejadiannya.

"Khumaira, Kak Umar mohon. Jangan benci Kak Umar," lirih Kak Umar lagi.

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang