AUN-16 kangen

51.3K 4.1K 21
                                    

Aku berkali-kali melihat ponselku. Dan tidak ada kabar apapun dari Kak Umar mengenai Najwa.

Aku masih duduk di taman belakang rumah mbak Asih. Aku bahkan rasanya malas sekali pulang. Rasa rindu ini sangat menyiksaku.

"Kamu sebenarnya kenapa?" Tanya mbak Asih padaku.

Aku tersenyum tipis. Air mataku sudah menggenang di pelupuk mata.

"Najwa tidak ada kabar, mbak," kataku lirih.

"Coba telpon Umar," bujuk mbak Asih.

Aku terdiam, rasanya aku ragu melakukan itu. Bagaimana jika terjadi fitnah nanti?

Aku masih menunduk bingung. Mbak Asih mengelus pundakku lembut.

Aku menatap maniknya yang teduh. Mbak Asih mengangguk dan tersenyum. Lalu menyerahkan hpku.

"Telpon sekarang," kata mbak Asih lembut.

Dengan ragu aku menelpon Kak Umar.

pertama tidak diangkat

ke dua tidak diangkat

ke tiga kembali tidak diangkat

Aku mendesah, rasanya cemas. Apa Najwa juga kangen denganku?

"Coba sekali lagi," kata mbak Asih.

Aku mengangguk, mencoba menghubungi kak Umar lagi.

"Halo Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikum salam, Kak. Maaf, Kak. Bagaimana kabar Najwa?" Tanyaku to the poin setelah kak Umar mengangkat telponku.

"Ini Khumaira?"

"Iya, Kak. Jadi, bisa Khumaira bicara dengan Najwa?" Tanyaku penuh harap.

"Oh, Najwa sedang tidur"

Aku terdiam sesaat setelah  mendengar jawaban Kak Umar, air mataku mengalir deras. Rasanya aku selalu cengeng jika berurusan soal Najwa.

"Kak Umar tutup, ya"

tut..tut. tut..

Aku menatap hpku nanar. Bahkan aku belum mengucapkan salam. Aku menangis terisak. 

"Bagaimana?" Tanya mbak Asih.

Aku menangis sesegukan lalu memeluk mbak Asih erat. Aku semakin khawatir, jika Kak Umar benar-benar akan  menjauhkan aku dari Najwa. Apalagi aku tak tahu kemana mereka membawa Najwa pergi.

"Hikks...hikss...  Najwa, mbak," kataku sesegukan.

"Sabar, mungkin Najwa memang sedang istirahat," kata Mbak Asih menenangkan.

Aku mengangguk, tubuhku luruh ke lantai. Aku hancur, ini sangat menyakitkan.

"Istighfar, Khumaira," bisik mbak Asih sambil mengelus pundakku lembut.

"A-aku takut, mbak. Najwa, hikss...hikss"

"Sabar, Besok kita telpon lagi," kata mbak Asih.

"Najwa, Ummah kangen," bisik ku sambil menangis.

Aku bahkan tak perduli sekarang dimana, ada siapa saja. Aku sangat rindu Najwa, putriku. Bagaimana kabarnya.

Aku hanya ingin mendengar suaranya saja. Sekali saja.

Kenapa kamu tega Kak Umar...

ABI UNTUK NAJWA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang