Vote, kritik dan sarannya.
Mohon di Cek typonya ya sayang-sayang dan hampura untuk feel, ini di tulis dalam keadaan hati yang kurang bersahabat soalnya ;)*****
Sampai di rumah sakit, Nia dan Raka turun bersama. Saat turun dari mobilnya, Raka langsung menghampiri Nia.
"Ia,"
Nia menoleh pada Raka yang kini sudah berada disampingnya sambil memegang kunci mobil.
Raka teringat pada perkataan Nia tempo hari, soal dirinya mau kuliah dan dari gerak-geriknya dapat Raka tangkap jika Nia mengisyaratkan belum siap hamil dan masih mau menimba ilmu bersama teman-teman sebayanya.
Raka merasa jika dirinya ceroboh, ceroboh karena tidak berfikir sampai kesana dan langsung mengiyakan keinginan Nia dulu saat ingin memiliki anak.
"Maaf,"
Satu kata itulah yang terlontar di mulut Raka.
Nia menatap Raka heran, "untuk?"
"Engh... saya baru mengerti kenapa kamu seakan berubah pikiran soal rencana kita dulu untuk segera memiliki anak. Saya juga mengerti kenapa kamu kemarin menolak pergi periksa dan mengatakan jika kamu mau kuliah. Padahal saat itu kita sedang tidak membahas soal pendidikan. Hal itu sudah memberi titik terang untuk saya bawasanya kamu memang belum siap hamil. Dan... kalo seandainya memang benar sekarang kamu hamil, saya minta maaf." ucap Raka tulus, tatapannya pada Nia mencerminkan ketulusannya.
Nia diam terpaku, jadi selama ini Raka sudah tau dan mengerti.
"Jika kamu benar hamil, saya tidak akan melarang apapun yang ingin kamu lakukan, dengan satu catatan apa yang kamu lakukan itu tidak membahayakan kamu dan calon anak kita." ucap Raka lagi, kali ini lelaki itu mengakhiri ucapannya dengan tersenyum.
"Jika aku memang hamil, tidak ada yang harus aku maafkan. Suam gak pernah salah. Aku berulang kali bilang gini." ucap Nia.
"Saya salah, saya ceroboh karena tidak bisa memahami kamu seutuhnya dengan cepat." ujar Raka.
"Memahami seseorang itu perlu waktu yang panjang. Dan 2 bulan lebih itu waktu yang sebentar. Kita baru, jadi sangat wajar jika masih belum saling mengenal dan memahami satu sama lain. Terlebih kita bersatu karena paksaan dan dorongan orang tua dan itu bukan hal mudah." ucap Nia.
"Suam, mungkin sekarang aku memang belum siap, tapi aku yakin seiring berjalannya waktu aku pasti siap. Anak itu titipan dari Tuhan, aku gak mau menolak titipan-Nya. Aku bangga dan bersyukur karena sudah terpilih untuk memiliki anak. Aku sadar, pendidikan dan cita-cita bisa kita raih kapan saja. Tapi soal titipan yang Tuhan berikan, apa bisa kita undur dan raih kapan saja?" mata Nia berkaca-kaca setelah mengucapkannya.
"Suam inget, dulu kita di paksa menikah dan hidup bersama saat batin dan diri kita belum siap bahkan menolak. Tapi lihat, seiring berjalannya waktu kita siap dengan sendirinya, bahkan sekarang kita gak bisa hidup tanpa satu sama lain."
Raka tersenyum lantas langsung memeluk Nia, senyumnya terbit begitu lebar mendengar kebijakan istri kecilnya. Persetan dengan tempat mereka berada sekarang.
"Aku bijak kan suam?" tanya Nia sambil terkekeh, memecah keharuan yang baru saja terjadi antara keduanya.
Raka ikut terkekeh, "bijak banget, sampe bikin saya gak tau malu meluk kamu di parkiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Husband
RomanceMemiliki istri cerewet apakah termasuk dalam list calon istri kalian, wahai buaya? Tentu saja tidak bukan. Tapi, jika kalian sudah ditakdirkan memiliki istri yang cerewet bagaimana? Hal tersebut patut ditanyakan pada Raka Hermawan, pria dengan pera...