keduapuluhsatu

1.6K 93 1
                                    

Ternyata berada dikedai kilat bersama Samara dan Brata adalah suatu kesalahan fatal. Bajingan benar mereka. Saat aku sedang berusaha untuk mendapat ide untuk tugas yang deadline nya besok, iya besok.. Mereka malah asik ribut beradu mulut.

Aku masih memerhatikan mereka berdua, lagaknya cocok juga nih Samara dan Brata. Sama sama tolol.
Maaf harus berkata kasar, tapi memang itu kenyataannya.

"Subhanallah.. Nyocotnya kapan selesai kalian bedua hm? Ini gue dari tadi gabesa ngerjain tugas ah."

Samara beserta Brata langsung menatapku, "Kok gue? Orang dia yang mulai duluan." Samara mendesis lalu meletakkan kedua tangannya untuk bersedekap didada saat Brata menyalahkan dirinya.

"Memang lo itu spesies ter naudzubillah ya bangkay, siapa yang ngatain gue dulu tadi?!" Samara menatap Brata dengan gemas.

Brata menyugar rambutnya kebelakang, lalu mengerutkan dahinya "Tolol."

Dengan cepat kedua bola mata Sanara membesar dan tampak seperti mengobarkan api. "Kan dia dulu kan!!!! Siapa yang ga marah coba kalo diem diem malah dikatain!"

Aku mengelus dada, mencoba untuk tidak menampar wajah keduanya. "Ta lo jangan ngegoda Samara dong, udah tau dia lebaynya ga tertahankan."

Samara melotot, lalu melengos padaku.

"Dih jelek banget." sindiran Brata sontak membuatku jadi tertawa.

"Gue mau pulang deh! Ngeselin banget orang orang yang ada didunia ini.". Aku langsung menahan tangan Samara,

"Apa sih gitu aja marah. Udah duduk dulu aja temenin gue, ditraktir mau ga?"

Samara yang awalnya cemberut langsung tersenyum, menjijikkan.

"Beneran?!"

Aku memutar bola mataku, "Iya. Brata yang bayarin."

"Hadeh, dia mah ga mungkin mau ngejajanin kita."

Brata pun bersuara dengan sombongnya, "Gue pernah jajanin Gaby kok. Sori aja ya."

Sebelum terjadi perkelahian stadium dua, aku segera menutup mulut Brata. "Diam kamu Bratai. Sudah cukup kupingku bludrek gara gara ocehan kalian."

Kulihat Samara tersenyum penuh kemenangan. Lalu kupalingkan wajahku untuk menatap ekspresi Brata. Cowok itu melepas tanganku, lalu menatap tajam pada Samara.

"Gabisa nih diterusin, kayanya lo berdua balik aja deh. Gue mau ngerjain ini biar cepet selesai." sahutku final.

Samara terlihat seperti bersalah, saat akan mengucap kalimat, Brata sudah lebih dulu menarik tangannya untuk segera berdiri.

"Memang kayanya kudu balik. Ayo cepet biar gue anter."

"Apaan gue gamau pulang sama lo!" Samara mencoba untuk melepas cekalan Brata pada pergelangan tangannya.

Namun Brata tetap kekeuh memegang erat pergelangan tangan Samara. "Gue balik ya Gab, kalo ada apa apa chat aja deh."

"Siap siap, jagain Samara ya Ta!"

Lalu mereka berdua semakin berjalan menjauh dariku. Akhirnya bencana sudah tiada. Aku pun cepat cepat menyelesaikan tugasku.

Saat jemariku asik mengetik, aku merasa bangku disebelahku mulai ditempati oleh sekelompok pemuda. Namun tidak begitu kuhiraukan.

"Yoi, tinggal Aldo yang belum dateng. Tunggu aja bentar."

Aku berhenti mengetik, itu kan suaranya mas Arif? Aku langsung menolehkan wajahku, dan memang benar itu dia.

Stingray Affliction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang