Gaby tengah menatap kekasihnya takut takut, meringis ngeri melihat respon manusia dihadapannya yang diam saja setelah mendengar suatu pemberitahuan darinya.
"Hm.. Gitu ya?"
Mengernyit, Gaby mendesah pelan. "Gapapa Do?"
"Gak boleh sih," Aldo yang sedari tadi bersedekap dada dan menyandar pada meja belajarnya lantas menegakkan tubuhnya. Maju selangkah lebih dekat dengan netra yang terus terarah pada Gaby. Pandangannya lurus dan terkesan dalam bak lautan. Aneh, agak menakutkan tetapi Gaby malah menyukainya.
"Tapi ketentuannya udah kaya gitu kan? Mau gamau gue harus setuju." lanjut lelaki tersebut.
Aldo dapat melihat anggukan kecil dari perempuan yang sedang menunduk itu, entahlah bukannya panik karena tidak bisa segera meminang Gaby lantaran orangtua perempuan tersebut kurang setuju jika mereka menikah di usia sedini ini, Aldo malah terpaku pada tinggi badan Gaby yang ternyata jaraknya sangat jauh darinya.
Sosok itu menghembuskan nafas geli membuat perempuan yang ia amati langsung menegakkan kepalanya.
"Kenapa?" tanya Gaby, terheran dengan kelakuan Aldo.
"Lo ternyata pendek juga ya.."
Ya. Aldo menyukai raut kesal yang perempuan itu pancarkan pada wajahnya.
"Dih pendek." ledeknya membuat Gaby tak segan untuk langsung mencubit pinggangnya.
"Serius Do!" rengek Gaby.
Mengambil jemari Gaby yang berada dipinggangnya, lalu ia bawa kedalam genggamannya. "Iya."
Makin sebal, Gaby memandang sengit dirinya. "Iya apanya? Yang jelas kalo ngomong!"
"Iya udah. Kita nikahnya diundur sesuai sama kemauan orangtua lo, gitu kan?"
Spontan Gaby menarik jemarinya dalam genggaman Aldo, memandang Aldo dengan curiga. "Lo.. Gak marah?"
"Lo mau gue marah?"
Satu pukulan mengenai bahu milik Aldo. Gaby memang garang, mungkin karena perempuan itu sedang ada dimasa haidnya. Aldo lambat laun menjadi hafal pada jadwal bulanan kekasihnya yang malah tidak bisa menghafal jadwal bulanannya sendiri.
"Maaf ya Do.. Lo kan maunya kita cepet diresmiin, ternyata mama sama papa gue gabisa menyetujui.." oh lihatlah bagaimana raut kesal itu segera berganti dengan wajah menyesal yang terlihat menggemaskan dimata Aldo.
Aldo melarikan telapaknya pada pipi gembul milik Gaby, ibu jarinya kemudian mengusap pelan dagu perempuannya. "Gak apa apa. Udah gausah dipikirin. Alasan orangtua lo logic kok. Kita juga kedepannya kalo punya anak, gue gabakal kasih izin buat menikah muda. Lo ibunya, pasti juga ga kasih ijin kan?"
Ditanya seperti itu membuat semburat merah pada pipi Gaby makin menonjol. Mengapa malah membicarakan anak disaat rancangan menikah mereka ditolak sih?
Gaby lalu hanya bergumam pelan menanggapi perkataan Aldo.
"Setelah lo lulus kan?"
"Hah?"
Aldo berdecak pelan lalu mencubit dagu Gaby, "Setelah lo lulus, kita baru boleh menikah kan?"
Dengan malu malu Gaby menjawab, "Iya.."
"Oke. Perkiraan lo lulus tahun depan kan? Ga masalah buat gue nunggu setahun. Kemungkinan tahun depan gue pasti udah dapet kerjaan. I promise you, my future wifey. Kalo gue udah ada penghasilan, baru gue lamar lo. Karena gue mau hidup lo terjamin sama gue nanti setelah kita menikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stingray Affliction
Teen FictionFyi; sedang ditake down karena perbaikan. Soon akan dipublish ulang. "Kenapa baru sekarang?" Bukan perkara mudah bagi Gaby untuk terus bersama Aldo yang lelaki itu sendiri bahkan tidak tau hatinya untuk siapa.