ketigapuluhdua

1.8K 104 2
                                    

Aku yang baru saja menginjakkan kaki dikilat terheran, melirik Aldo lalu sadar jika ternyata kami berdua adalah orang pertama yang datang ditempat ini.

"Do? Mana temen lo?" tanyaku pada Aldo yang sepertinya sedang menanyakan keberadaan temannya yang lain lewat telefon genggamnya.

Netranya masih menatap telefon, "Lagi otw. Tapi gatau beneran apa kaga." Aku tak begitu menghiraukan Aldo, beralih memerhatikan keadaan sekitar dimana banyak sekali hiasan yang dipajang. Sepertinya akan ada seseorang yang mengadakan pesta.

Aku masih menatap tanpa berkedip pada suatu balon besar berbentuk hati yang bertuliskan i love you.
"Eh Do, apa ada orang yang mau ngerayain pesta ya disini? Kayanya bakal ada yang disurprise in deh."

Sejenak, kulihat gelagat Aldo tampak kaku. Hingga setelahnya ia menggidikkan bahu. "Lah gatau, lagian sok tau banget. Duduk dulu lah sambil nunggu yang lain."

Kami berdua lalu duduk bersebrangan dengan tenang, entah kenapa aku merasa bila Aldo lebih banyak diam. Apa yang sedang terjadi?

"Lo main hape terus," Aldo yang sedari tadi asik memerhatikan handphonenya lantas segera menoleh padaku.

"Hm? Kenapa?"

Aku menggigit bibirku lalu menggeleng, "Engga. Gapapa."

Aku pias melihat Aldo yang kembali fokus pada handphonenya seakan keberadaanku disini tidak seberapa penting. Baru saja akan mengomel, teman teman Aldo sudah datang berserakan menghampiri kami.

"WOI YANG DAH JADI! CIAT SENENGNYA DALAM HATI!" teriakan mas Arif membuat Aldo menatapnya tajam membuat yang lainnya tertawa gemas.

"Gimana gimana Gab, perasaannya sekarang?" aku hanya tertawa menanggapi perkataan mas Raka.

Tiba tiba Revan sudah duduk disebelahku. Hampir merangkulku namun Aldo secepat kilat menepis tangan milik temannya itu.

"Macem macem, abis lo pulang dari sini." ucapan Aldo mengundang tawa geli dari yang lain.

"Santai, kan kita bestfriend sekarang Do?" sahut Revan dengan cengengas cengenges membuat Aldo mendengus. Kami semua lalu memesan beberapa minuman serta makanan.

Saat menunggu kedatangan pesanan, mas Arif dan mas Raka tau tau saja telah duduk disamping Aldo. Kemudian para lelaki itu berbincang sembari meledek Aldo.

Sesekali Revan yang masih betah duduk disebelahku mengajakku berbicara ringan. Hingga saat mereka asik membahas suatu tugas dikampus, aku baru menyadari jika hanya kami berlima yang duduk dikafe ini.

Padahal bila dinalar, setiap malam minggu harusnya kilat tidak akan sesepi ini. Aku mencolek pelan lengan Revan.

"Kenapa Gab?"

"Sadar gasih mas, kalo sekarang sepi banget? Kok cuma kita kita aja ya, biasanya kan kalo malam minggu rame.."

Wajah Revan mendadak tegang lalu ia melirik kecil Aldo. "Engh, kurang tau Gab. Eh tuh, pesenenan kita sampe!"

Aku mendesah pelan, merasa tak puas dengan jawaban Revan. Masih penasaran mengapa bisa kilat mendadak menjadi sepi.

"Minum dulu." Aldo menyodorkan segelas susu regal. Aku menerimanya dengan senang hati, tiba tiba lupa diri bila tadi agak merasa kesal.

Aldo masih saja memandangku bahkan saat aku selesai minum dan menaruh kembali gelas pada meja.

Aku pura pura tak mengetahui bila mata Aldo masih saja merekam gerak gerikku.

Tak tahu mengapa keadaan benar benar hening, sesekali mas Raka dan mas Arif berdeham dan Revan malah menatap Aldo sambil tertawa kecil.

Ini kenapa sih?

Stingray Affliction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang