keduapuluhempat

1.4K 91 5
                                    

"Sebentar sebentar, ini tentang apa dulu sih mas?"

"Kan udah gue bilangin, tentang hubungan lo, Aldo, dan.. Tita."

Aku termenung, mengapa hal ini ada sangkut pautnya dengan Tita?

"Oke gue penasaran sekarang, come on say it!" aku melihat Revan dengan serius, menanti kata yang akan keluar dari mulutnya.

Revanza menghela nafas, "I want to explain this, but i didnt meant to ruin youre relationship."

"Kenapa sih mas? Jangan bertele tele deh!" aku mulai kesal, kenapa dia tidak segera menjelaskan saja sih?!

"Oke oke, santai aja. Gimana ya mulainya.. Hm oh iya, waktu itu gue sama yang lain, dengan Aldo juga pastinya lagi ada kumpul bareng di kilat. Yah trus karena awalnya lagi ngomongin cewe cewe badai dikampus, tiba tiba Raka nanya sama Aldo."

Aku masih serius menyimak,

"Kenapa sih kok dia sama lo ga jadian aja. Maksudnya tuh, kan lo sama dia uda nempel mulu kaya chargeran sama stopkontak. Nah trus Aldo kasih tau alasan dia. Wow, i dont really expect bout his reason. Sebab gue kan gatau elo sebelumnya."

"Dan.. Alasan dia apa?" tanyaku.

"Duh, this is gettin harder i think. Promise me that you wont tell him if i tell you about this thing."

"God please, okay then tell me what the hell are his reason?!"

Revan menggaruk garuk tengkuknya, "Aldo bilang kalo sebenernya dia sendiri masih bingung sama perasaannya sendiri."

Suasana menjadi hening, udara disekitar kurasa menjadi susah untuk dihirup.

"Ehm, dia masih gabisa nentuin apakah sebenarnya dia masih stuck di Tita, atau sebenarnya dia sudah beralih ke elo." lanjutan dari Revan membuatku melamun, menatap kitchen set dengan nanar.

"Nah maka dari itu kenapa gue bertanya tanya, kok bisa Aldo masih gatau perasaannya sendiri. Padahal waktu awal gue liat dia sama lo, gue mikirnya dia beneran udah into you. Tapi yah.. Namanya juga manusia, perasaan gaada yang tau. Bisa berubah, bisa juga tetap."

Perasaan apa ini? Organ dalamku rasanya seperti diremukkan hanya dengan fakta yang baru saja aku ketahui. Mengapa ia berbohong? Apakah aku hanya sebuah candaan baginya? Apakah aku hanya sekedar peralihan dari Tita?

Oh atau bahkan aku hanya pameran figuran sebagai penabur kasih sayang baginya?

Jadi hanya aku disini yang hanya benar benar mencintainya? Hanya aku? Sendirian?

Lalu bagaimana ceritanya ia bisa mengajakku untuk berkomitmen? Sialan sudah berapa kali Aldo membuatku jatuh seperti ini?

Aku tak berani menatap Revan yang ada diseberangku, sebab dari ekor mataku aku tau bahwa lelaki itu tengah menatapku iba.

Tangis yang sedari tadi berada dipelupuk mataku kutahan sekuat mungkin. Tanpa memandang Revan lagi, aku segera mengucap terimakasih dan pamit untuk pergi kekamar.

¶¶

Semenjak perbincangan hangat didapur tadi, aku mulai menyendiri.
Berdiam diri dikamar menjadi pilihanku.

Masih tidak menyangka pada Aldo yang sialannya bisa berlaku seperti itu padaku. Aku bahkan dengan bodohnya masih memikirkan bagaimana nanti kelangsungan hubungan kami berdua.

Pintu kamar diketuk, kemudian ada suara yang menyahut, "Mba?"

Karena tidak ingin memperlihatkan wajahku yang sangat tidak beraturan ini, aku hanya berteriak membalas ucapan Randy tanpa membuka pintu. "Kenapa Ran?"

"Ga makan malem?"

"Diet."

"Hah! Yaudah deh ntar kalo pengen makan, langsung kebawah aja ya!"

"Oke."

Lalu kembali senyap. Mencoba mengingat ingat kembali sikap Aldo yang selama ini memperlakukanku dengan baik. Aku jadi merasa bodoh karena gampang sekali tertipu dengan bualannya.

Tanpa kusuruh, tetes demi tetes air mata mulai mengaliri pipi hingga mengenai leherku. Aku paling benci fase ini, dimana rasanya aku berada dititik yang rendah sekali.

I've never felt more loved and more hurt by the same person.

Mengapa tidak jujur sedari awal? Mungkin bila ia mengatakannya, aku akan bisa meminimalisir rasa sakit yang nantinya akan timbul.

¶¶

Sudah tengah malam, karena ingin membuang hajat aku segera pergi ke kamar mandi. Ku kira para lelaki itu sudah tidur, nyatanya mereka semua masih bermain bersama diruang tengah yang mana bila akan ke kamar mandi aku harus melewatinya.

Aku mendesah pelan, pasti mereka akan tau bila aku baru saja menangis habis habisan karena melihat wajahku yang sembab ini.

"Finally, putri tidur telah bangun!"

Aku terkekeh canggung membalas ucapan mas Abi.

"Kok matanya bengkak? Abis nangis Gab?" perkataan mas Arif membuat Revan sekaligus Aldo langsung menatapku.

Aku melihat Revan yang menatapku kasihan, lalu saat melihat Aldo, sial rasanya air mataku seperti akan menetes lagi.

Kupalingkan pandanganku darinya, lalu mencoba tersenyum meskipun rasanya susah sekali.

"Hehe engga kok. Barusan nonton drakor, sedih banget endingnya."

"Loh? Lo kan gasuka drakor mba?" mengapa Randy bisa ingat bila aku tidak suka drakor?!

Sepertinya aku memang tidak bakat berbohong.

"Eng anu, yah lagi pengen aja. Yaudah deh gue mau pipis dulu ya."

Setelah selesai, saat akan kembali kekamar, aku melihat Aldo sedang berdiri didekat dispenser tengah mengamatiku.

Berusaha bersikap sebiasa mungkin, aku berjalan tanpa menghiraukannya sama sekali.

Dari ekor mataku bisa kulihat dirinya masih memfokuskan perhatiannya padaku.

Tolong sapa aku, tahan aku.

Namun diam, dirinya hanya diam tidak bergeming tak seperti yang aku harapkan. Tanpa pikir panjang aku kembali melangkah melewatinya.

Its hurt like hell. Damn right.

Lidahku kugigit, mataku memanas. Aku berusaha keras untuk tidak menumpahkan air mataku saat ini juga.

Saat berada dikamar, aku segera mengunci pintu lalu berjongkok menyandarkan diri disana. Tak lupa juga aku membekap mulutku.

Karena merasa pening, kepalaku kutundukkan untuk bersembunyi dikedua pahaku.

Isakan isakan kecil perlahan keluar dari bibirku. Bulir bulir air mata itu rasanya seperti tak mau habis.

Demi tuhan rasanya sakit sekali.

Telingaku berdengung sebab air mata yang kukeluarkan sepertinya terlalu banyak jumlahnya. Berkali kali aku mengelap air mata yang meluruh, namun tetap saja rasanya tidak akan berhenti.

Memoriku dengan kejamnya malah berkelana lebih jauh, membuatku makin mengingat kenangan kami berdua. Tak lupa juga ingatan saat Aldo mengundang Tita pada acara ulang tahun mamanya. Apa katanya waktu itu? Hanya karena perempuan itu mengundang Aldo pada acara ulang tahun adiknya, jadi lelaki itu bisa melakukan hal yang sama dengan mengundang balik Tita?

Serius hanya karena hal itu?

Bukan karena lelaki itu merasa rindu pada sosok yang pernah menjadi ratu dihatinya tersebut?

Stingray Affliction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang