Washington, D.C. 2015
Austin Klein
Sehun tersenyum pilu saat membacanya. Jika saja tulisan itu tertera pada papan Billboard atau pun televisi, dia akan merasa sangat bangga membacanya. Namun nyatanya, nama Ayahnya itu, tertulis rapih disebuah batu nisan.Dua tahun yang lalu, Austin mengalami kecelakaan mobil, hingga menyebabkan dirinya pergi untuk selamanya. Meninggalkan istri yang selalu menemaninya, kedua anak laki-laki kebanggaannya, menantu cantiknya dan cucu pertamanya, yang baru menginjak usia tiga bulan.
Kepergian Ayahnya, membuat masalah pada perusahaannya. Sehingga menuntut Sehun untuk segera mengambil-alihnya. Seharusnya, itu tugas Suho sebagai anak pertama. Akan tetapi, dari jauh-jauh hari, Suho dengan tegas menolak, untuk kelak menggantikan posisi Ayahnya sebagai CEO. Dia lebih memilih mimpinya, menjadi seorang Dokter. Dan hal itu, membuat Sehun, mau tak mau harus menggantikannya.
Dua tahun memimpin perusahaan yang ditinggalkan Ayahnya, adalah masa yang tidak mudah bagi Sehun. Waktu itu usianya masih tergolong muda untuk menjadi pemimpin. Namun dia berhasil mengembalikan beberapa saham yang turun. Dan sejak saat itu, kemampuan nya sudah tidak diragukan lagi.
Setelah menaruh buket bunga di pusara sang ayah, Sehun bangkit. Merapikan jas hitamnya, lalu berbalik.
"Tuan muda, kita harus menghormatinya" Ucap Andrew selaku Bodyguard nya. Sehun mengangguk paham. Dari arah kirinya, terlihat orang-orang yang memakai pakaian serba hitam. Wajah yang terlihat begitu menyedihkan, karena kehilangan, mengiringi peti jenazah yang hendak dikebumikan. Sehun tahu rasanya bagaimana.
Ketika orang-orang itu semakin dekat dengannya, fokus Sehun tertuju pada seorang gadis yang membawa foto. Awalnya, dia hendak melihat foto orang yang meninggalnya. Namun gadis itu nampak menonjol, hingga mengalihkan perhatiannya. Gadis dengan rambut hitam pekat, diantara orang-orang yang berambut cokelat, merah dan blonde itu terlihat begitu tegar. Satu-satunya orang yang tidak terlihat sedih atau bahkan sama sekali tidak menangis, mengiringi kepergian orang yang ada di peti itu.
Aku ragu dia gadis yang kuat. Dilihat dari tatapan kosongnya, aku yakin dia sangat kehilangan. Biar ku lihat. Seberapa kuatnya dia menahan tangis itu.
Mata sehun masih tidak berpaling. Dia benar-benar tertarik dengan gadis berambut hitam itu.
"Tuan muda, mari" Ucap Andrew mengalihkan fokus Sehun.
"Tunggu sebentar"
"Baik"Waktu berlalu. Orang-orang berpakaian hitam, yang semula memenuhi pusara baru itu, satu-persatu melenggang pergi. Hanya tinggal keluarga saja. Termasuk gadis berambut hitam itu. Semua gerak-gerik dari gadis itu, Sehun perhatikan baik-baik. Dia benar-benar ingin menyaksikan seberapa kuatnya gadis itu.
"Tuan muda, satu jam lagi rapat akan segera dimulai" Ucap Andrew mengingatkan.
"Sebentar lagi" Tegas Sehun. Andrew hanya mengangguk patuh. Bagaimanapun juga, dia takut dipecat jika membantah ucapan majikannya.Sehun melihat dengan jelas, kalau gadis itu menolak untuk diajak pulang. Bahkan dia memarahi laki-laki paruh baya, yang Sehun yakini itu ayahnya. Hingga akhirnya hanya gadis berambut hitam itu yang tersisa. Dan baru saat itulah, pertahanan gadis itu runtuh.
Gadis berambut hitam pekat, yang semula terlihat begitu tegar, kini terduduk lemas di samping pusara itu. Mengelus foto yang tadi dibawanya, lalu mengelus batu nisannya. Saat itu juga tangisan gadis itu pecah. Ternyata wajah tegar itu hanya tampilan sementara, guna menutupi luka yang sebenarnya.
Sehun melihat wajah itu dengan seksama. Air mata gadis itu terus mengalir deras. Dia menjerit, meraung memanggil Kakek. Seolah-olah ingin pria tua yang baru saja berada dalam tanah itu bangkit kembali untuk sekedar memeluknya sebentar. Melihat itu, Sehun jadi teringat kejadian dua tahun lalu. Saat ayahnya meninggal. Pria itu melakukan hal yang sama, dengan yang dilakukan gadis rambut hitam itu sekarang.
Sehun tidak menangis saat prosesi pemakaman ayahnya. Dia diyakini satu-satunya keluarga yang kuat dan tegar. Dia menguatkan banyak orang. Hingga akhirnya, ketika dia dalam perjalanan pulang, Sehun meminta supir untuk berbalik kembali. Setelah menuruni mobil, Sehun berlari kencang untuk sampai ke pusara ayahnya. Saat didepan pusara itu, air mata yang Sehun tahan sejak lama, tumpah begitu saja. Dia menangis sejadi-jadinya sembari memeluk pusara ayahnya. Persetan dengan tampilan tegarnya. Sehun benar-benar kehilangan Ayahnya. Laki-laki yang sangat berpengaruh baginya. Laki-laki yang membekalinya ilmu dan nasehat, yang Sehun lakoni sekarang. Laki-laki yang Sehun anggap sebagai Superhero nya.
"Tuan muda, hujan turun. Anda harus segera kembali ke mobil" Ucap Andrew sambil memayungi Tuan Mudanya. Sebelumnya tadi, ada Bodyguard lain yang memberikan payung pada Andrew, karena tahu beberapa saat lagi hujan akan turun.
Sehun mengerjap. Dia baru sadar kalau ternyata hujan turun. Ingatan dan rasa sakit dimasa lalu, melupakan segalanya. Sehun mengangguk lalu mulai meninggalkan tempat itu. Sebelumnya tadi, Sehun melihat gadis itu masih menangisi kepergian Kakeknya. Hingga air matanya tidak terlihat karena tertutupi hujan."Drew, berikan payung ini pada gadis yang menangis tadi" Ucap Sehun setelah berada didalam mobil.
"Baik Tuan" Andrew pun bergegas pergi menuruti perintah Tuan nya.Terkadang, manusia pura-pura kuat, hanya untuk dipandang tidak lemah. Namun faktanya, orang seperti itu sangatlah rapuh. Wajah tegarnya hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kelemahan yang sebenarnya.
Haiii ini cerita baru gue:v
Jadi disini, ceritanya Sehun itu anak blesteran Korea-Amerika. Dia gak pake Marga Oh karena emang ayahnya orang Amerika. Dan dia juga tinggal di Amerika dari lahir. Jadi otomatis setting nya, gue juga ambil di Amerika. Karena imajinasi gue belum sampe kalo setting nya di Korea wkwk. Semoga suka yaaa.
Jangan luoa vote dan komen yaaa❤
KAMU SEDANG MEMBACA
CLEOSA
FanfictionKetika dia mengatakan semua keluh kesah nya secara tidak sadar, entah mengapa aku merasa seperti bertemu dengan takdir ku. "Kita diposisi yang sama" "Cleosa Winston. Kau mau menikah dengan ku?" Semuanya terjadi begitu saja, hingga aku sadar bahwa p...