34. Engagement

20 3 2
                                    

Setelah membujuk Stella yang hampir memakan waktu setengah jam, akhirnya Rara berniat pulang. Waktu pun sudah menunjukan pukul setengah enam.

Rara menyeka air matanya dan turun dengan lift. Sesampainya di lantai dasar, lift terbuka dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah, Raffa dan Rey menatapnya tajam dengan tangan dilipat di dada.

Rara merasa serba salah ditatap seperti itu oleh mereka, niatnya ingin pergi tanpa sepatah kata pun lenyap saat tangannya tiba-tiba ditarik oleh Raffa.

"Temen lo yang mana, yang nge-apart disini?" tanya Raffa dengan nada dingin seperti saat mereka pertama kali bertemu.

"Bukan urusan lo," jawab Rara malas.

"Ra, plis jan kek gini," kali ini Rey menahan bahu Rara.

"Kalian bisa gak sih, gak ikut campur urusan orang?" kini suara Rara terdengar sangat parau khas orang sudah menangis.

"Lo nangis?" tanya Rey.

"Gue mau pulang,"

Rara pergi begitu saja, dan diikuti oleh mereka berdua.

Rara menyetop taksi yang berhenti tepat di depan apartemen.

"Pulang bareng gue." tegas Raffa, menghampiri supir taksi tadi lalu setelahnya taksi itu pergi begitu saja.

Rara tak berniat menolak, karena percuma saja. Lalu Rey mengambil mobil Raffa.

Mereka berdua menunggu dalam hening, sebelum mata Raffa menangkap siluet orang yang dikenalnya.

"Woy," Raffa memanggilnya, lalu Rara mengalihkan pandangannya. Gawat, Raffa menemukan Denis disini.

Denis dengan wajah datar nya sambil membawa kantong keresek menghampiri mereka. Lalu mengangkat sebelah alisnya.

Raffa menatap Rara yang mengalihkan pandangan, dan Denis yang menatapnya datar secara bergantian.

"Ini... Kebetulan atau--" Raffa menggantung katanya. Lalu terperangah, "Jadi lo ketemu Denis disini?" tanyanya menatap Rara.

"Bukan." jawab Rara.

"Iya." jawab Denis.

Raffa tertawa. "Jawaban kalian berbeda ternyata." Raffa menggaruk dagunya.

Saat Denis ingin pergi, tangan Raffa menahan bahunya. Tapi Denis menepisnya kasar. Lalu menatap Rara yang juga menatapnya. "Lo gak bisa jaga rahasia ternyata. Oke, kita liat siapa yang lebih dirugikan." sebelum pergi ia tersenyum misterius pada Rara, yang membuatnya merinding.

***

Evelyn's boutique

Rara sedang menatap tulisan itu dengan menghela nafas, untuk ke sekian kalinya ia harus bergelut dengan gaun-gaun yang ia tak sukai. Rara tak suka memakai pakaian yang menurutnya terlalu terbuka, membuat kepercayaan dirinya luntur seketika.

Malam ini, Vika-- ibu tiri Rara mengajaknya ke butik Evelyn yang ia ketahui adalah ibu nya Denis.

Lalu mereka dipersilahkan untuk masuk keruangan yang dipenuhi gaun bling-bling sangat mewah.

Rencananya besok pagi mereka akan pergi ke Jerman dalam rangka menghadiri acara ulang tahun pernikahan kakek dan neneknya. Sudah biasa bagi keluarga mereka yang mengharuskan pulang-pergi Indonesia-Jerman, walaupun hanya acara tertentu saja. Rencananya mereka akan tinggal selama satu minggu di Jerman, karena mulai besok sekolah libur sampai minggu depan dikarenakan kelas XII sedang Ujian Nasional.

"Coba pakai ini Kenzie," Vika menyodorkan banyak sekali pilihan dress yang sangat mewah untuk dicoba nya.

Satu persatu gaun itu telah Rara coba, yang dinilai oleh mamah Vika, dan dari sekian banyaknya pilihan Vika malah terletak pada pilihan pertama, gaun berwarna mocca selutut tanpa lengan.

RaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang