24. Got a problem

32 4 0
                                    

Setelah terkena ceramah dari guru BK dan Kepsek. Rara tak berniat pergi ke kanti, seperti saran Mario. Karena ia tahu, keramaian kantin bisa saja membuatnya semakin tidak nyaman, banyak sekali orang yang membisikannya. Hampir seluruh penjuru sekolah ini mengetahui apa yang terjadi padanya.

Sekarang kakinya berhenti pada pohon besar dihalaman taman sekolahnya, tempat ini memang paling favorit diantara tempat lain disekolah ini. Karena sangat teduh dan jarang didatangi siswa lainnya.

Berbeda dari hari sebelumnya, biasanya ia datang membawa buku gambar kecil serta pensil untuk membuat gambaran sketsa apapun yang menurutnya indah. Tak pernah terbayang sebelumnya, bahwa ia akan menjadi sasaran dari kasus ini. Dia yang hanya korban, malah terasa menjadi tersangkanya sendiri.

Ingin sekali ia menangis, tapi ia tak mampu mengeluarkan setetes air matapun. Karena tubuhnya yang benar-benar lemas.

Ia menyenderkan tubuhnya pada pohon besar itu dan menutup mata dengan tangannya. Akhirnya air mata itupun turun juga tanpa aba-aba sang pemiliknya.

"Nangis sepuas yang lo bisa. Kalo ditahan malah sakit di dada. Kan?"

Tanpa diberitahu pun Rara tahu siapa pemilik suara itu. Dia hanya bisa mngangguk kecil dibalik tangannya.

"Lo selalu pura-pura kuat didepan orang lain. Tapi gue tahu, lo itu gak pernah bisa nyembunyiin rasa sakit"

Tangisnya semakin deras mendengar kata-kata itu, karena memang benar yang dikatakannya.

Tapi, tiba-tiba tangisnya reda. Rara mendonghakan kepalanya.

"Gak usah sok tau soal gue!" Ucapnya

"Wih... gue suka kalo lo jutek gitu" Raffa mengucapkannya sambil terkekeh.

"Rasanya.. kayak diri lo yang gue kenal. Walaupun, terlalu dibuat-buat. Sok kuat lu" Lanjutnya sambil mengacak rambut Rara.

"Paan si kak. Gue capek ladenin candaan lo yang garing kek kerupuk"

"Gue garing karena lo cuekin gue sih"

"Kalo gak mau dicuekin gausah cuekin orang lah!"

Raffa tersenyum kecil melihat gadis dihadapannya kembali.

"Jadi... maunya dikasih permen kiss lagi biar romantiss??"

"Kira-kira yang cocok buat lo tulisannya apa ya? Judes? Jutek? Atau.... "

"Iiiihhhhh.. ngeselin loh!" Rara memukul tangan Raffa dengan keras.

Tiba-tiba Raffa membisikan sesuatu.
"Eh jan pukul-pukul, tadi gue mau bilang...

Tulisannya yang cocok.. Aku. Sayang. Kamu"

"HAHAHAAAA!!" setelah mengucapkannya Raffa tertawa terpingkal-pingkal.

"Babay macan betinaa"

"WHAT?!! Dasar loh bayi gorila!"

Raffa benar-benar tidak bisa mengendalikan tawanya sampai tenggorokannya terasa akan putus. Melihat wajah Rara yang memerah, entah karna habis menangis, marah, atau blushing.  Raffa seakan tak perduli dengan masalah yang tengah ia hadapi saat ini.

Tapi setelah langkahnya semakin menjauh dari taman, tawanya berhenti, digantikan dengan senyum smirk khas ala badboy yang ingin memangsa musuhnya.

***

Rara terkekeh geli, sebenarnya sederhana candaan yang mereka ciptakan. Tapi menurutnya sangat berharga, sampai senyumnya tak bisa ia kendalikan.

RaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang