16. The Letter

42 5 0
                                    

"Jadi ayah ngundang mereka supaya aku seneng dan gak marah karena kalian mau pergi?" Tanya Rara setelah tamu rumahnya pamit pulang.

sesudah mereka berpamitan. Zayn mengatakan bahwa lusa dia akan terbang ke Jerman untuk mengurus beberapa proyek kerja milik keluarga besarnya disana. Belum lagi ternyata Vika pun memiliki urusan dengan bisnis Fashion di Singapura.

"Bukan gitu sayang. Ayah pun gak tau mereka bakal dateng karena ayah gak pernah ngundang mereka malam ini" jelas Zayn.

Rara sedikit berpikir. Sepertinya Denis memang sengaja datang tanpa sepengetahuannya.

"Yaudah kalau gitu.. biasanya juga, kalau ada urusan bisnis diluar negeri apapun yang terjadi ayah pasti pergi kan walaupun aku gak izinin? Yaudah kalian pergi aja. Toh, ada ataupun gak adanya kalian berdua aku tetep sendirian dirumah" Ucapnya sedikit menitikan air mata dan naik ke kamarnya.

Dia memeluk kuat boneka teddy bearnya yang berukuran medium. Tubuhnya bergetar dan matanya dibanjiri oleh air mata yang keluar.

Dia benar-benar sangat kecewa! Mungkin tidak apa-apa jika ayahnya pergi hanya beberapa hari, tapi kali ini ayahnya akan menetap di Jerman selama beberapa minggu. Tidak perduli seberapa lama Vika di Singapur, karena dia tidak terlalu dekat dengan ibu tirinya tersebut, semenjak dimana hari pernikahan Zayn dan Vika dilaksanakan, Vika berjanji bahwa dia akan menjadi ibu yang baik dan merawat Rara dengan sepenuh hati. Tapi ternyata semua itu hanya janji belaka yang tak pernah ia tepati.

Pasalnya Vika tak pernah turun langsung kedapur sekali pun selama menjadi istri Zayn dan ibu tiri Rara, dia selalu memesan makanan atau pembantunya yang akan memasak. Dan dia pun jarang sekali ada dirumah, bagaimana caranya dia merawat Rara jika keadaanya selalu begitu. Memang Vika selalu menyuruh Rara makan setiap saat, tapi tanpa melihat langsung apakah ia makan dengan baik atau tidak? Padahal setiap Vika menyuruhnya makan, Rara jarang sekali menurut dan lebih memilih makan diluar dengan temannya.

Karena pintu kamar Rara tidak dikunci Zayn menghampiri putrinya yang sedang memeluk erat boneka teddy bear.
"Sayang.. ayah ngelakuin ini buat masa depan kamu juga" ucapnya seraya mengusap rambut anak kesayangannya.

"Ayah kerja buat kamu, mungkin kamu emang gak minta semua harta ayah. Tapi ayah pengen masa depan kamu cerah, tidak seperti ayah dulu. Walaupun kamu bilang mau cari uang sendiri ataupun mau merintis karier kamu dari nol. Tapi rezeki udah ada yang ngatur sayang. Gak mungkin kan ayah kasih harta ayah gitu aja sama orang lain?.

Ayah tau kamu pasti kesel karena ayah makin sibuk akhir-akhir ini, tapi kamu juga harus tahu, grandma sama grandpa kamu mengamanahkan semua aset perusahaan sama ayah. Amanah itu titipan yang mereka percayakan sama ayah. Ayah gak bisa tinggalin gitu aja"

Rara mulai mengusap air matanya, dan berbalik menatap ayahnya.
Lalu, memeluk tubuh ayahnya dengan sangat erat, seakan melepas kerinduan disana. Kerinduan yang belum sempat tersampaikan karena memiliki seseorang yang dicintai ada dihadapannya tetapi tidak bisa diraihnya.

"Kamu ngerti kan maksud ayah?" Tanyanya lagi.
Yang dijawab dengan anggukan saja oleh Rara.

"Nanti kalo urusan ayah udah selesai, ayah janji kita akan liburan kerumah grandma dan grandpa di Barcelona, kita akan-"

"Jangan janji-janji ayah... tenang ajah aku gak apa-apa kok" potong Rara dengan melepaskan pelukannya dan tersenyum hangat.

"Aku anggap ini sebagai pelajaran supaya aku bisa lebih mandiri"

"Kamu emang anak ayah yang paling spesial" ucap Zayn mencubit sedikit hidung mungilnya.

"Yaiyalah.. emang anak ayah ada yang lain?" Ujarnya terkekeh.

RaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang