31.Serangan tak terduga

331 21 0
                                    

Semilir angin pagi membelai kulit kedua orang yang masih terlelap dalam tidurnya. Mereka mengeratkan pelukan mereka, karena udara pagi yang terasa begitu dingin menyentuh mereka. Suara kicauan burung, serta aroma embun khas pagi hari menunjukkan jika gelapnya malam telah berganti.

Di lain tempat tampak beberapa orang sedang berkumpul di ruang santai. Mereka menikmati sarapan pagi mereka, serta teh hangat untuk memulai hari mereka.

"Dimana Adik mu Raven?" tanya Dion, ia menyeruput teh hangat di cangkir miliknya.

"Tiffany juga tidak menampakkan Batang hidung nya pagi ini," kata Revano.

"Sepertinya mereka berdua sudah menghabiskan malam yang panjang," sahut Jenny, dengan senyum penuh arti.

Dion dan Belle tersenyum mengerti, mereka kembali menikmati sarapan mereka.

"Sepertinya aku harus pergi membangun kan mereka," kata Raven. Karena kedua orang itu tak kunjung datang.

Orang-orang pun mempersilahkan Raven, di ikuti Stella yang setia menemani nya. Mereka berdua berjalan melewati lorong menuju kamar milik Gestia yang berada di ujung, dekat dengan taman bunga.

Stella mengalihkan pandangannya pada bunga-bunga indah yang bermekaran di  taman. Matanya berbinar begitu melihat keindahan bunga mawar putih kesukaannya.

"Aku mau kesana," kata Stella dengan antusias. Raven mengusap dengan sayang rambut pujaan hatinya, mengecup ringan pucuk kepala nya.

"Pergilah, setelah membangun kan dua orang pemalas itu, aku akan menemanimu," kata Raven lembut, dengan senyum manisnya.

Stella mengangguk lalu membuka pintu kaca di samping lorong, ia pun keluar menuju taman. Sementara Raven melanjutkan langkahnya menuju kamar Gestia.

"Ck, lama sekali sampai ke kamar mereka," Raven menggerutu kesal. Sampai akhirnya ia pun sampai di depan pintu berwarna putih dengan ukiran kayu yang indah.

Ia mengetuk pintu beberapa kali namun tidak juga ada yang membuka pintu tersebut. "Ck, apa aku harus mendobrak pintu ini," Raven berkata kesal. Ia mencoba menggerakkan gagang pintu dan terkunci. Ia menghela nafasnya panjang, mengambil sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membuka pintu tersebut, sebelum ia kehabisan kesabaran.

"Untung aku selalu membawa ini." Raven mengeluarkan penjepit kertas miliknya. Dengan mudah ia membuka kunci pintu tersebut.

Kriet..

Pintu pun terbuka, tampak dua insan yang masih bergelung di dalam selimut. Raven berjalan membuka tirai hingga cahaya matahari masuk kedalam kamar tersebut, membuat dua orang itu merasa terusik.

"Egh!"
Keduanya melenguh dan mulai mengenalkan mata mereka.

"Jam berapa ini?" gumam Adrian. Pria itu tampak menguap beberapa kali, sebelum membuka matanya.

"Jam 9," jawab Raven, seketika Adrian mendapatkan kesadaran sepenuhnya. Ia langsung menoleh ke arah Raven dan membulat kan matanya.

"Kakak!" teriak Adrian tak percaya, mendengar keributan Gestia pun membuka mata dan betapa terkejutnya ia melihat sosok Raven yang memandang ia dan juga Adrian dengan senyum jahilnya.

"AAAAAA!!!" Gestia berteriak kencang membuat tawa Raven seketika pecah. Orang-orang di ruang santai bahkan bisa mendengar teriakan Gestia. Mereka tertawa geli, membayangkan ekspresi Gestia.

Gestia memeluk erat Adrian, bersembunyi di balik tubuh pria yang ia cintai itu.

"Berterimakasih lah pada ku Adrian," kata Raven melalui Mindlink.

Werewolf Story [Adrian Deandra]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang