Masalah kita

22.5K 403 7
                                    

Ayana sudah menjadi istri Dimas selama sepekan. Mereka sedang mempersiapkan pindah ke apartmen baru demi menjaga privasi satu sama lain.

"Aku tetep mau kerja" ujar Ayana disela kesibukannya memasukkan baju ke dalam koper.

Dimas yang sedang duduk di atas ranjang untuk mengecek email masuk di laptopnya menoleh ke arah Ayana, "Orang tua kita gak ada yang ngebolehin kamu kerja" sahut Dimas.

"Ya kamu gak usah bilang sama mereka" cetus Ayana.

Dimas tak menjawab perkataan Ayana.  Dia memang tidak menyukai pernikahan ini tapi dia merasa punya tanggung jawab atas istrinya itu.

Ayana menghampiri suaminya dan duduk di hadapannya, "Aku masih bisa nerima kalo kita harus tinggal serumah tapi kalo kamu juga merampas mimpi aku,  aku gak bisa terima" ucapan Ayana sontak menghentikan kegiatan Dimas.

"Pernikahan ini emang bukan keinginan aku,  tapi aku juga gak mau orang tua kita ngira kalo aku gak punya tanggung jawab" jelas Dimas.

Ayana menatap Dimas tajam,  "Nikah sama kamu itu ngerampas kebebasan aku, terus sekarang kamu ngerampas mimpi aku juga? Abis ini apalagi yang mau kamu ambil dari aku?"

Dimas menghela napas berat, "Orang tua kita yang nikahin kita, bukan aku yang maksa buat nikah sama kamu"

Ayana tak habis pikir,  bisa - bisanya Dimas bicara seperti itu. Ia langsung bangun dan keluar kamar meninggalkan Dimas.

Dimas yang yang masih duduk di atas ranjang menghentikan kegiatannya, ia berdiri di depan jendela dan menatap kosong ke arah depan. Pikirannya bercabang kemana-mana.  Dia memang tidak menyukai Ayana tapi dia juga tidak mungkin menelantarkannya, bagaimanapun situasinya mereka adalah suami-istri. Manda memang berada di urutan teratas dalam hatinya tapi jauh diluar itu,  kini Ayana berada dalam naungan tanggung jawab Dimas.

*****

Mereka sampai di Apartemen Dimas.  Ayana langsung membereskan semua pakaiannya ke dalam lemari.  Baju yang ia bawa hampir menghabiskan seluruh ruang kosong di lemari itu dan menyisakan hanya sedikit celah untuk Dimas.

Apartemen Dimas sebenarnya memiliki dua kamar hanya saja kamar yang satunya itu kecil dan  di tempati oleh pembantunya.

Ayana berdiri menghadap ke arah Dimas, "Coba kamu liat sekitar,  ini semua bikin bosen.  Kamu bayangin aku harus ngapain buat ngabisin waktu selama 24 jam?" tanya Ayana. "Dan lagi,  kenapa kita harus tidur satu kamar?"

Dimas melenggang, "Aku bisa tidur di sini" ujarnya sembari duduk di sofa panjang.

Ayana meminggirkan kopernya, "Besok aku mau kerja" ujarnya.

Dimas menoleh tapi tak bicara sepatah katapun sementara Ayana menghela napas berat, "Seenggaknya kasih aku kesempatan buat pamitan sama temen-temen aku"

"Kamu bebas mau ngapain aja tapi kamu udah jadi tanggung jawabku,  sebisa mungkin hargai aku. Ini kemauan orang tua kamu"

"Aku cuman mau pamit! Kamu larang juga? Kamu itu bukan suami sebenarnya! Aku terpaksa nikah sama kamu" cetus Ayana kemudian keluar kamar. 

Napasnya terengah merasa kesal,  ia mengambil segelas air putih dari kulkas lalu meneguknya. Gelas yang masih berisi sedikit air di dalamnya ia taruh dengan sedikit keras di atas meja, "Bisa-bisanya dia ngelarang semua kegiatan aku?" ujar Ayana pada diri sendiri. "Dia pikir dia siapa?"

Ayana tak habis pikir bagaimana lelaki itu bisa seenaknya pada dirinya. Ayana tak pernah menuntut apapun pada laki-laki itu tapi dia malah melarang ini dan itu seenaknya.

Ting... 
"Permisi" terdengar suara dari depan pintu.

Ayana melenggang dengan malasnya menuju ke pintu depan untuk melihat siapa yang datang di saat yang tidak tepat seperti ini.

Klik pintu terbuka, "Siapa?" tanya Ayana dengan wajah masih kesal.

"Maaf mba kalau ganggu,  saya pembantunya mas Dimas" ujar Wanita berusia lebih tua dari Ayana.

Ayana mengangguk, "Oh,  iya masuk" ujarnya datar.

"Makasih mba" jawabnya sembari memasuki ruangan.

"Mba istrinya Mas Dimas ya?" Tanya wanita paruh baya itu sembari mengikuti Ayana dari belakang.

"Iya" ujar Ayana datar.

Wanita paruh baya itu merasa tidak enak karena jawaban yang dilontarkan Ayana terkesan malas.

"Maaf ya mba kalau saya lancang" ujarnya lagi.

Ayana duduk di ruang tamu, "Ah,  Maaf ya bi.  Aku lagi badmood"

Wanita paruh baya itu berdiri di samping Ayana,  "Bedmud itu apa mba?"

"Oh, saya lagi gak enak perasaan"

"Aduh!  maaf ya mba.  Saya dari kampung gak ngerti bahasa anak muda jaman sekarang"

"Iya gak apa-apa.  Gak mau duduk bi?" tanya Ayana melihat wanita yang terus berdiri di sampingnya.

"Ah,  enggak usah mba.  Mba mau saya bikinin minuman sesuatu?"

*****

Dimas menatap lurus kepergian Ayana dari kamarnya.  Ia mengamati setiap langkah yang istrinya pijak.

Situasi macam apa ini? Batin Dimas. Ia tak tau harus apa dan bagaimana.  Ia hanya mengamati kepergian istrinya.

Dari dalam kamar Dimas mendengar sayup-sayup percakapan Ayana dan seorang wanita. "Bi Ina udah dateng ya?" pikirnya.

Dimas mengintip dari balik pintu,  ia memperhatikan raut wajah Ayana yang masam dan sedikit dipaksakan tersenyum saat berbicara dengan bi Inah.

"Saya enggak tau kalau ternyata mba yang bakal nikah sama mas Dimas" ujar bi Inah yang terdengar dengan jelas oleh Dimas.

"Memang kenapa bi?"

"Soalnya yang saya tau,  mas Dimas itu deketnya sama mba Manda"

"Oh...  Itu,.. " belum sempat Ayana melanjutkan perkatannya,  Dimas keluar dari balik pintu persembunyiannya.

"Eh mas Dimas ada di sini" ujar bi Ina melihat kedatangan Dimas.

Dimas melangkah mendekati Ayana, "Kapan dateng bi?" tanya Dimas sembari duduk di kursi sebrang Ayana.

"Barusan mas" jawab bi Ina dengan senyum ramah.

Dimas sesekali melirik raut wajah Ayana yang masih terlihat memaksakan senyum, "Bi, bisa minta tolong ambilin saya air dingin?" pintanya.

Bi Ina langsung berjalan menuju dapur, "Sebentar ya Mas"

Dimas mencondongkan tubuhnya ke arah Ayana saat bi Ina pergi,  "Bi Ina enggak tau apa-apa. Kamu gak perlu cerita terlalu banyak sama Dia" ujar Dimas.

Ayana melotot ke arahnya, "Besok aku mau kerja!" ujarnya keluar dari topik pembahasan Dimas.

Saat Dimas ingin melarangnya,  bi Ina datang dengan segelas air putih lalu Dimas di sembur bur! (Maaf,  intermezo)

Bi Ina menghampiri Dimas dan Ayana dengan segelas air dingin di atas nampan, "Ini mas" ujarnya menaruh gelas di atas meja.

"Makasih ya bi" jawab Dimas di akhiri dengan senyum.

Bi Inah tersenyum, "Saya masak dulu ya mas, mba" pamitnya pada sepasang suami istri tersebut.

Dimas meminum air putih yang di bawakan bi Ina sementara Ayana melenggang menuju kamar. Dimas tak berani mengikutinya,  ia hanya menatapnya samapai bayangan dirinya hilang dari hadapannya.

"Dia beda banget dari Manda" ujar Dimas dalam hati.

Beberapa hari terakhir Dimas mulai mencoba menerima keadaan yang sedang ia jalani,  termasuk menerima kenyataan bahwa Ayana adalah istrinya. Dimas belajar untuk menyukai istrinya itu,  karena bagaimanapun dalam dirinya tak pernah menginginkan perceraian karena menurutnya menikah hanya dilakukan sekali seumur hidup, meskipun bukan Manda yang mendampinginya.

****

Makasih buat yang udah baca,  silahkan koreksi atau kritik melalui komen.

UNFORGETTABLE WEDDING (DIPAKSA MENIKAH ganti Judul) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang