#21+ (Wajar)
Bagaimana jika aku mencintai kekasihku tapi aku harus menikah dengan kekasih orang lain? Bagaimana jika aku tak menyukai pernikahan ini?
Menikah muda dan bahagia adalah dua kata berbeda. Pernikahanku justru merenggut segalanya, ia me...
Ayana sempat berpikir untuk lari atau bahkan kabur tanpa harus kembali jika bisa, sayangnya tak semudah itu. Orang tuanya selalu mengawasi setiap saat, terlebih keluarganya akan mendapat malu jika ia sampai menghilang di pelaminan nanti. Ah, bagaimana bisa ia menikah sekarang?
Ryan kamu di mana? Kenapa bukan kamu yang menjadi mempelaiku? Batin Ayana.
Ayana tertunduk dengan kebaya putih nan anggun. Tamu-tamu berdatangan untuk menyaksikan ijab kabul yang akan segera dilaksanakan. Ayana menghela dan menghembuskan napas berkali-kali sebelum akhirnya memberanikan diri untuk duduk di samping Dimas. Ia benar-benar tertunduk lesu. Ryaaannn, lirihnya tanpa henti. Ia seakan menutup rapat telinga dan hanya menyebut nama Ryan dalam hati. Aya menangis, meneteskan air mata tanpa tau harus berhenti seperti apa. Penghulu mengucapkan kata-kata yang tak ingin Ayana dengar, sayup-sayup disela tangisnya, ia melirik sedikit ke arah Dimas dan melihatnya mengucapkan kalimat itu dengan lantang.
"SAH!" "SAH!"
teriakan itu semakin membuat Ayana terguncang, tak ada yang tau jika dirinya kini menangis bukan karena bahagia melainkan merasa sakit yang teramat dalam. Di ujung ruangan, Ryan datang dengan kemeja biru yang dibelikan Ayana sembari sedikit mengusap air mata. Ryan melihat jelas bagaimana kekasihnya direbut pria lain di hadapannya dan disaksikan oleh seluruh keluarga besar.
"Aya, selamat!" Dinda mengulurkan tangan ke arah Ayana yang masih duduk di samping Dimas saat selesai pembacaan do'a. Ayana melirik Dinda penuh kalut, dia langsung menampik uluran tangan Dinda dan segera memeluknya dengan tangis yang sejadinya.
"Lihat! Aya keliatannya lega banget sampe nangis gitu." bisik keluarga mempelai.
Demi Tuhan, siapa itu yang berbicara! Ronta Ayana dalam hati.
"Iya, mereka serasi juga ya." cetus lainnya.
Sembari Ayana menangis bisik demi bisik tak luput ia dengar tentang dirinya yang bahagia, tentang pasangan yang serasi. Padahal dirinya amat sangat tidak bahagia. Ayana sangat kesal dengan tiap celoteh yang terdengar di telinganya.
----
siapapun yang mengatakan Dimas bahagia itu bohong! Dimas benar-benar tak bahagia. Manda, adalah satu-satunya pemilik kebahagiaan bagi Dimas. Mana mungkin dia bisa berbahagia dengan wanita yang tidak ia cintai. Dimas sebenarnya ingin kabur dari tempat ini. Tempat dimana ia akan mengikat janji suci dengan wanita yang ia tau bernama Ayana. Dimas bahkan mengetahui nama sang mempelai dari undangan yang sudah di sebar seminggu lalu, sementara rencana pernikahan sudah di bicarakan jauh-jauh hari sebelum itu.
Duduk beriringan dengan sosok yang tak pernah ia kenal adalah hal yang entah harus dikatakan apa. Dimas sedikit melirik wajah gelisah milik Ayana. Ia menangkap air mata yang jatuh membasahi bibir manis Ayana. Dimas benar-benar tidak tahu harus bagaimana, yang jelas, ia tidak bisa kabur dan mempermalukan kelurganya.
Penghulu baru saja mengucapkan kata-kata yang tak ingin Dimas dengar, kini ia harus menelan ludah berkali-kali sembari menyalami tangan pak penghulu, glek. "Saya terima nikahnya...m... " terdapat jeda sepersekian detik, nama Manda hampir saja lolos dari bibirnya dan buru-buru ia cegat dengan nama Ayana tapi kemudian ia berhenti. "Maaf, pak. Saya gugup bisa di ulang sekali lagi.?" "Tarik napas, dulu. Jangan tegang ya. Saya ulangi lagi." Untuk kedua kalinya Dimas berkata lantang dan lancar sekali tanpa tersenggal sedikitpun hingga ia dah menjadi seorang suami.
"SAH!" "SAH!"
gemuruh teriakan yang dilanjutkan do'a membuat hati Dimas merasa dilema. Harus bagaimana? Akan seperti apa? Apa dirinya baru saja melepas masa lajang dengan wanita yang tak ia kenal? Dimas melirik Ayana yang terguncang dipelukan entah siapa ia tak tahu pasti. Ia menebak-nebak apa yang sedang gadis itu pikirkan sampai menangis seperti itu? Apakah dia sama saja tidak bahagianya dengan Dimas?
setelah ijab kabul selesai, sekarang tiba waktunya untuk melaksanakan acara resepsi. Dimas berdiri di samping Ayana yang tampak anggun dengan mata sedikit sembab. Dimas melihat sosok wanita berbaju merah muda dengan sepatu putih tinggi dan wajah cantik tersenyum ke arahnya. Ia menghampiri Dimas dan Ayana. Langkah demi langkah Dimas perhatikan dengan seksama semakin mendekat semakin sakit semakin dekat semakin ingin berteriak.
"Manda" hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir Dimas.
Wanita di hadapannya berkali-kali menyeka air mata yang hampir jatuh. Ia memeluk Dimas dengan erat dan membuat Ayana memincingkan mata. "Maaf." lirih Dimas.
Manda menyudahi pelukannya, "Kamu gak salah," ujarnya, "Takdir yang gak berpihak pada kita"
"Maaf" lagi-lagi hanya kata itu yang terlontar. Sebenarnya banyak sekali kegundahan yang ingin disampaikan, tapi entah mengapa hanya kata itu yang ia mampu ucapkan. Mulutnya se akan kaku. Manda bergegas menyalami Ayana sambil memeluknya, ia berbisik "Jaga Dimas dengan baik atau aku akan merebutnya kembali." kemudian melepas pelukannya sambil tersenyum dan berlalu keluar ruangan itu.
Dimas tampak murung dan masam. Ia bahkan hampir menangis. Ayana melihat wajah asing yang kini menjadi suaminya sedikit mendung. Ia menyodorkan tisu tanpa berkata sepatah katapun.
"Makasih. " ujar Dimas pelan kemudian menyeka air mata yang hampir jatuh. Perasaannya benar-benar kacau. Baginya ini adalah hari paling menyedihkan yang pernah ia rasakan. Lebih menyedihkan dari hari-hari biasanya.
*****
Next chapter malam pertama 😆
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jadi agar tidak ada kesalapahaman aku lampirkan penjelasan mengenai penghulu yang mewakili pernikahan ya kak. Sebelumnya terima kasih untuk yang kritiknya. Maaf sebelumnya bukan berarti tidak mau di kritik hanya ingin meluruskan saja kalau penghulu mewakili nikah bukan karena si wanita anak diluar nikah saja tapi karena pihak ayah yang meminta ke penghulu untuk di wakilkan tapi nama sang ayah tetap disebutkan ya dan itu hukumnya sah secara agama dan negara. Baik di dunia nyata atau di film sekalipun sudah banyak yang melakukannya dan itu sudah lumrah karena tidak menyalahi aturan. Itu berdasarkan teori dan pengalaman saya ya, hehe. Ngomong-ngomong di kampung saya juga umumnya begitu, diwakilkan ke Penghulu karena sang Ayah belum siap atau malu atau gerogi seperti penjelasan di atas.
NB : BELUM SIAP YANG DI MAKSUD ADALAH BELUM SIAP MELAKUKAN AKAD BUKAN TIDAK MENYETUJUI KARENA SANG AYAH JUGA DUDUK DI SANA.