02. Gerimis

19.2K 2.7K 357
                                    

Jangan sungkan-sungkan ya untuk komen ^^ 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan sungkan-sungkan ya untuk komen ^^ 

***

"Ayes! Kok abis nonton, TV-nya nggak dimatiin?! Kebiasaan kamu! Bayar listrik mahal, tahu!"

Dengan langkah-langkah lebar yang menghentak, Hafa berjalan ke kamar mandi setelah mematikan TV. Handuk tersampir di bahunya, spatula di satu tangan, remot TV di tangan lainnya, juga roll rambut yang belum dicopot. Ia merasa hampir gila setiap hari dan pagi ini, seperti pagi-pagi lainnya, penampilannya benar-benar mendukung ucapannya.

Ia menemukan Ayres, adik laki-lakinya yang tahun ini telah menjalani triwulan pertamanya di Sekolah Dasar, masih di kamar mandi, masih telanjang, masing dengan badan yang belum dibilas dari sabun dan justru sibuk memainkan kapal-kapalan mainannya di bak mandi.

"AYES!!! Kamu belum selesai mandi juga?! Ini udah jam berapa?! Emangnya kamu mau terlambat lagi?! Nanti dihukum gurunya lagi?! Kalo keseringan telat, Teteh yang bakal dipanggil, Teteh juga yang bakal repot, Ayes!"

Semua omelan tadi diselesaikan dalam waktu ... kurang dari satu detik, dalam satu tarikan napas. Adalah suatu keajaiban gadis itu lidahnya tidak terlilit ketika mengomel tadi.

"Iya, iya. Bentar."

"Bentar kapan?! Kamu mau Teteh yang siram?! Ha?!"

Ayres bergidik. Ia turun dari kursi yang ia naiki agar dapat mencapai bibir bak mandi, kemudian menatap Hafa dengan raut ketakutan. Terakhir kali Hafa memandikannya karena hal yang sama, gadis itu menyiramnya dengan begitu keras sampai air masuk hidungnya, lalu menggosok rambutnya sambil kulit kepalanya rasanya hampir terkelupas.

"Ayes bisa sendiri, Teh."

"Yaudah." Hafa menarik napas. Darahnya sudah naik ke kepala sepagian ini. "Cepetan mandi! Kalo enggak, Teteh tinggal! Teteh nggak peduli─"

Dan belum lagi tuntas satu omelannya, omelan baru mencekat kerongkongan Hafa. Ia telah melupakan satu hal penting yang menyangkut keberlangsungan hidup mereka hari ini. Ia lupa dengan telur yang tengah ia goreng. Bau gosongnya sekarang menembus indera penciuman. Sial!

***

"Makan."

Ayres menarik sedikit piringnya, kemudian meneruskan kegiatan yang sedari tadi ia lakukan; menatap makanannya, nasi, tempe, dan ... separuh telur dadar yang satu bagiannya telah menghitam. Ayres menjawilnya dengan sendok dan tampaklah betapa gosong bagian bawah telur yang coba Hafa sembunyikan, menyebabkan Ayres mendorong kembali piringnya.

"Ayes, buruan makan!"

"Nggak mau! Gosong!"

Hafa meletakkan sendoknya, kemudian memberikan pelototan lebar pada Ayres yang menciut di kursi.

"Makan atau Teteh jejelin nih ke mulut kamu?"

"Nggak mau~ Teteh aja yang makan."

Hafa mengembuskan napas berat. "Telur kita cuma ini yang ada. Teteh nggak bisa goreng telur yang baru," ujarnya. Ia meraih garpu dari tempat alat makan, lalu mulai memisahkan bagian yang gosong dengan yang masih dapat diselamatkan, bagian yang lebih baik ia lumuri kecap sebelum dicampurkan dengan nasi dan ia letakkan di depan bibir Ayres. "Kadang, dalam hidup itu kita nggak bisa milih dan nggak boleh pilih-pilih. Masih untung bisa makan. Ini udah Teteh sisihin yang gosongnya, sekarang buka mulutnya."

The Tale of Rain [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang