31. Hujan, Datanglah Lain Hari

8.9K 1.6K 138
                                    

Bolehkah aku menjadi lebih egois dari ini dan memaksamu menghabiskan waktu denganku? Menghabiskan detik-detik terakhirku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bolehkah aku menjadi lebih egois dari ini dan memaksamu menghabiskan waktu denganku? Menghabiskan detik-detik terakhirku. Agar ... agar aku bisa pergi dengan tenang, dengan akhir yang bahagia? Tapi setelah aku pergi, apa yang akan terjadi?

Levant ditarik kembali dari lamunannya begitu pintu mobil dibuka. Leona masuk, menampakkan wajah datar ketika mengambil tempat di samping Levant. Mobil melaju segera setelahnya, tanpa aba-aba, menuju tempat yang sudah direncanakan dari dua hari lalu untuk mereka kunjungi bersama. Gedung pernikahan.

Pria itu memejam kembali. Ia sama sekali sedang tidak berminat bicara, dan Leona pun sepertinya sependapat. Gadis berwajah oval dengan dagu lancip dan hidung yang kokoh itu mengambil kesempatan untuk memperhatikan Levant di sisinya. Pria ini tampak lebih kurus. Levant memiliki kulit yang cerah, namun sekarang ia tampak ... pucat. Apakah... karena sakitnya itu?

Memori itu kembali berputar di benak Leona, ketika ia menemukan botol kecil obat di tempat tidur Levant. Leona Karlesha Bekker, meski ia lebih senang bekerja di bidang modeling setelah kabur dari rumah dan memilih mendalami jurusan fashion, itu tidak menghapus fakta bahwa dulu ia pernah dijejalkan ayahnya ke sekolah farmasi, dan menjadi salah satu murid berprestasi karena kecemerlangan otaknya. Jadi tidak butuh waktu lama baginya untuk mengenali obat apa itu. Sebotol obat pereda nyeri jenis opioid. Seharusnya Levant punya penyakit yang lebih serius dari sekedar flu dengan obat yang hanya bisa ditebus dengan resep dokter tersebut. Dan setelah dengan gusar menggeledah kamar Levant, ia pun menemukannya, map berisi hasil pemeriksaannya di rumah sakit. Ia tahu, begitu saja, tanpa pria itu memberitahunya.

Semula, ia tidak ingin mempercayainya. Ia merasa setengah bermimpi, dan setengahnya lagi gila saat memikirkan itu semua. Leona berbaring tidak teratur di tempat tidur Levant sambil sesekali menoleh panik ke arah pintu, merasa frustasi tentang sikap apa yang akan ia berikan jika menemui pria itu nanti.

Dan ide paling gila yang sempat terbersit di benaknya adalah pernikahan. Ide gila itu pulalah yang kemudian terealisasi dalam sebuah perencanaan. Ya, dengan menebalkan muka ia bicara dengan Tante Ayudya, ibunya Levant soal tindak lanjut dari pertunangan mereka, yang segera disambut baik oleh Ayudya. Menikah... ia hampir tidak pernah terpikir sebelumnya. Tapi gagasan tentang pendarahan otak mengerikan yang dialami tunangannya sendiri, memaksanya untuk memikirkan itu. Karena ia mencintainya. Levant, Leona Karlesha Bekker mencintai pria itu, alasan kenapa ia tidak merasa rela dengan resiko kehilangan pria itu. Ia ingin menikah, setidaknya. Pernah merasakan bagaimana menjadi milik Levant seutuhnya, bagaimana mereka membuat sebuah keluarga kecil dan mengisinya dengan kebahagiaan sebelum... sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada Levant.

Kedengaran menjijikkan? Leona tidak tahu kenapa tiba-tiba isi otaknya menjadi menyerupai otak melankolis Aiden. Yang ia tahu hanya, ia ingin menjadi gadis yang berada di sisi pria itu hingga detik terakhir. Tidak terlalu muluk, kan? Namun entah bagaimana, sesuatu menyadarkannya bahwa keinginan itu nyaris mustahil. Karena ..., Levant yang memejamkan mata seperti sekarang, rasanya adalah Levant yang lebih mudah dijangkamu ketimbang saat ia sadar. Karena ketika itu, Leona hanya bisa mendapati pemandangan jauh setiap ia mencoba menangkap bayangan dirinya di mata pria itu.

The Tale of Rain [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang