I'm a bit nervous to post this chapter, tbh. But ... happy reading ^^
***
MV Augusta merah milik Levant terparkir di pinggiran sirkuit sementara pemiliknya hanya duduk di tribun, menonton apa yang berlangsung di bawahnya. Levant menenggak air mineralnya lagi. Merasa lelah. Bahkan ketika ia belum memulai apapun, belum memacu motornya sekencang-kencangnya di arena sirkuit. Hanya duduk pasif di situ semenjak puluhan menit lalu, memperhatikan sekelompok anak muda yang memulai balap racingnya. Tampak kompak dan bersenang-senang.
Levant tidak tahu apakah orang itu—salah satu pria yang paling tinggi diantara semuanya— menyadari kehadiran Levant atau tidak. Seharusnya ia sadar, karena keberadaan Levant begitu mencolok, sendirian duduk di tribun, menatap mereka dengan mata elangnya. Hanya saja, pria itu berpura-pura tidak peduli, tidak melihat, tidak merasakan apa-apa. Seolah Levant transparan.
Remy Adrianata, anak itu. Levant tidak tahu apa yang membawa dirinya masih kesini. Ia tahu persis Remy sering ke sini, ia terlalu mencintai motornya dan balapan. Mereka suka berbalap sepeda dulu. Levant juga tidak bisa mengira-ngira apakah ia ingin melihat Remy atau tidak. Karena ia hanya bisa melihatnya tanpa mampu mengembalikan apapun. Dan melihat Remy biasanya hanya akan menambah kadar kebenciannya pada pria itu, begitu pun Remy yang menghabiskan harinya dengan memupuk kebencian pada Levant. Mereka biasanya hanya akan menukar tatap dingin jika pertemuan benar-benar tidak terelakkan. Remy bahkan akan terang-terangan menatapnya seperti ingin membunuhnya sementara Levant kebanyakan memilih diam dan menutupi diri dengan topeng tanpa ekspresi.
Gagasan itu membuat Levant tiba-tiba memutuskan berdiri. Ia mengeluarkan kunci motornya dan mulai berjalan ke arah dimana Augusta-nya berada. Mengabaikan perasaan terusik untuk berhenti ketika ia merasakan Remy memandangnya dari kejauhan. Ia memutuskan tidak ingin bicara dengan pria itu, karena ia tidak akan bisa bicara baik-baik. Lebih baik pergi saja, seperti pilihannya biasanya.
Pria itu tidak membawa motornya ke sirkuit barang untuk mencoba satu putaran saja, ia menggiringnya ke jalan raya dan mulai berkendara gila-gilaan lagi. Rasanya seperti melayang di tengah udara. Tidak peduli dengan apapun. Levant merasa seperti berada di antara ada dan ketiadaan. Pikirannya kosong dan penuh secara bersamaan. Tidak ada dokumen bisnis dan hal-hal menyebalkan lainnya. Ia hanya memutar memori-memori masa kecilnya, tentang Remy, tentang ibunya, tentang Leona, tentang satu-satunya saat dimana ia pernah bermain dengan sang ayah waktu kecil dulu, tentang peri hujan...
Lalu tiba-tiba saja ingatannya berpindah pada gadis itu. Gadis yang di jam sebelumnya masih berada di boncengan motornya. Teringat gadis itu yang menyumpah-nyumpah dan menasehatinya seperti nenek-nenek.
Lain kali kamu harus lebih sayang sama nyawa sendiri! Bapak nggak tahu berapa banyak orang di luar sana yang berdoa agar kembali sehat? Yang berdoa agar nyawa keluarganya dikembalikan?!
Berdengung seperti lebah sehingga kemudian Levant mendapati dirinya menurunkan kecepatan kendaraannya hingga batas normal. Ia melakukan perjalanan pulang seperti orang kebanyakan, damai, dan ... aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Rain [RE-POST]
RomanceTentang Levant Elenio Devara, yang melemparkan payung. Si bos berhati es yang membenci semua orang, termasuk hidupnya sendiri. Tentang Rintik Hafa, yang dilempari payung. Gadis yang mempertahankan hidup demi adiknya. Gadis yang mencintai hujan. ...