38. Punggung Hangat

9.4K 1.6K 116
                                    

Pamer kecantikan Teteh dulu, haha~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pamer kecantikan Teteh dulu, haha~

***

Ia tidak terbiasa memeluk pria ini, apalagi pria-pria lainnya. Tapi sekarang, entah bagaimana, memeluk pria itu membuatnya merasa aman. Juga hangat. Memeluk pria itu seperti menghalangi tubuhnya dipeluki oleh udara dingin yang membuat persendian terasa ngilu.

Ia menguap sebanyak dua kali sepanjang perjalanan panjang dari Garut kembali ke Bandung. Sempat terlelap ketika tiba-tiba motor berguncang diiringi bunyi mencemaskan dari mesin motor, sebelum secara tiba-tiba berhenti total, memaksa Hafa untuk membentur punggung Levant.

"Kenapa?"

"Nggak tahu, mogok." Levant menstarter motor sekali, dua kali, sampai tiga, dan tidak berhasil. Ia pun turun, coba menstarter motor dengan manual, dan masih gagal. "Bensinnya masih penuh, mungkin mesinnya," gumam pria itu.

Hafa memperhatikan sekeliling. Mereka sudah sampai di Bandung, hanya berjarak sekitar satu atau dua kilometer lagi dari rumah. Motor itu ... benar-benar tidak bisa menunggu barang sepuluh menit lagi ya, untuk mogok?

Ia menatap Levant, sedikit horor ketika harus mengucapkan kalimat balasan. "Didorong aja, gimana? Dekat sini ada bengkel."

Orang seperti Levant pasti tidak pernah mendorong motor seumur hidupnya. Dan Hafa telah mempersiapkan diri untuk kabur kalau-kalau Levant mendampratnya atas usulan itu. Tetapi, hal itu tidak dilakukan. Nyatanya, Levant hanya mengangguk dan menuruti usulannya, mendorong motor. Begitu saja.

Hafa mengerjap. Lalu, mengiringi cowok itu, coba membantu dengan mendorong motor dari belakang.

"Bengkel lagi penuh, Pak. Kalau mau nunggu, palingan besok baru selesai. Sudah mau tutup soalnya." Itu yang dikatakan salah satu pegawai bengkel. Dan ini adalah bengkel ketiga yang mereka temukan setelah dua sebelumnya telah tutup. Ini sudah malam, tidak banyak bengkel buka sampai jam sekarang. Levant tidak punya pilihan lain, ia tidak bersedia mendorong motor itu lebih jauh.

Jadi ia mengambil tas bawaan, dan melangkah keluar.

"Mau kemana?" Hafa bertanya, tergopoh menyusul pria itu.

"Pulang lah. Kamu mau nginep di sini sampai motornya selesai?"

Nada sarkastik itu, Hafa mendengkus.

"Besok kita ambil. Teh Ayla pasti paham, kok," tambahnya, santai.

Lalu dengan santainya pula, meraih tangan Hafa untuk ia genggam.

"Pak, Pak, sebentar." Hafa berusaha keras menyamakan langkahnya dengan Levant. Tapi kaki pria itu terlalu panjang, langkahnya terlalu lebar, dan cepat. Dengan sepatu yang ia pakai, Hafa kesulitan. "Bisa jalan lebih pelan, nggak?" tanyanya panik, ia terpaksa mengambil dua atau tiga langkah setiap Levant mengambil satu.

The Tale of Rain [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang