"Apa saya harus kayak gini terus?"
"Uh... itu..., saya minta maaf, Pak, tapi tahan sebentar, ya."
"Leher saya rasanya mau patah!"
"I-iya maaf." Hafa tersenyum canggung pada pria yang berjalan di sisinya, terus menggerutu dengan Ayres yang bergelantungan di pundaknya.
Hafa menipiskan bibirnya, lalu membuang muka, tidak lagi kuat menahan senyum. Yang jelas, Levant tidak boleh melihat senyum itu atau akan tamatlah riwayatnya. Sejak kelahirannya ke dunia, Hafa tahu adiknya itu memang suka kurang ajar, tetapi ia juga tidak menyangka Ayres akan berani-beraninya minta digendong seperti sekarang.
Maksudnya, Levant itu 'kan seorang bos besar, yang kemana-mana mengenakan setelan mewah yang seumur hidup pun tidak akan sanggup Hafa bayar. Mana pernah dia membawa beban berat di pundaknya, apalagi anak kecil yang tertidur di punggungnya, meneteskan liur.
"Apa saya terlihat aneh?" tanya Levant, segera setelah menangkap basah dua orang perempuan yang berbisik-bisik sambil menatapnya.
Hafa maju selangkah, membentuk kamera dengan tangannya, memberi Levant tatapan menilai yang agak berlebihan. Ia mengerti kenapa gadis-gadis suka membicarakan Levant. Dia punya wajah dan proporsi tubuh untuk itu, tapi mengakuinya secara langsung hanya akan membuat Levant besar kepala.
"Kamu... memang selalu aneh."
Levant mendengkus, lalu menggerakkan punggungnya demi membangunkan Ayres. Sudah hampir satu jam seperti ini, punggungnya mulai mati rasa, berikut kakinya. Mereka telah meninggalkan Trans Studio setengah jam yang lalu dan sekarang hanya berjalan-jalan tidak jelas di sepanjang mall.
"Hei, bocah!" panggilnya pada Ayres yang masih memejamkan mata, sama sekali tidak tergugah oleh gerakan Levant. "Kamu manusia atau koala, ha? Tidur terus! Kenapa mirip banet sama kakak kamu yang jauh lebih aneh dari saya itu?!"
"Hmm....," Ayres mengerjap-ngerjap, namun belum bersedia mennyingkirkan pipinya yang menempel di pundak Levant. "Kak... mau es krim."
"... Kamu pikir saya pesuruh kamu?!"
Di sisinya, Hafa mengeluarkan dengusan tawa sembari menutup mulut, sama sekali tidak heran dengan kelakuan Ayres. Ia melirik Nasya yang berjalan dengan tenang di sisinya, kemudian berjongkok menyamakan pandang dengan anak itu. "Nasya capek?"
Nasya mengangguk pelan. "Dikit."
Tanpa banyak berpikir, ia membawa gadis kecil itu ke dalam dekapannya, menggendongnya. "Pak, kita duduk dulu, ya. Saya juga capek banget."
"Salah siapa menyuruh saya bersedia menggendong─"
"Kak, mau es krim!"
"Saya nggak akan menuruti permintaan kamu tanpa kata tolong di dalamnya," Levant memperbaiki posisi Ayres yang nyaris melorot. "Saya sudah berbaik hati bawa kamu ke sini, kamu nggak bisa menyuruh-nyuruh saya─"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Rain [RE-POST]
RomanceTentang Levant Elenio Devara, yang melemparkan payung. Si bos berhati es yang membenci semua orang, termasuk hidupnya sendiri. Tentang Rintik Hafa, yang dilempari payung. Gadis yang mempertahankan hidup demi adiknya. Gadis yang mencintai hujan. ...