Part ini bagian galau, dan ngebosenin, haha. But it is needed for the story, so enjoy reading!
***
"Siapa nama kamu?"
"Karina."
Levant memberinya tatapan menilai yang—sungguh—membuat siapapun tidak akan nyaman. Seolah ia sedang disekap dalam sebuah ruangan sempit remang-remang yang berbau busuk, untuk diinterogasi dan dipaksa mengakui sebuah kasus pembunuhan yang tidak ia lakukan. Gadis itu cantik, wajahnya berkesan kebarat-baratan dengan hidung tinggi dan kulit merona. Tetapi sesuatu tentang dirinya, tentang senyumnya terasa salah. Dan suaranya... Levant mencoba mendengarkan baik-baik, suara gadis itu berat, tidak sejernih Peri Hujan dalam mimpinya.
"Kamu yang ngasih saya gelang ini?" Levant menaruh gelang semangginya di tengah-tengah meja.
Gadis itu mengangguk mantap sambil menyunggingkan senyum, yang dapat dipastikan membuat kebanyakan pria luluh. Pria di hadapannya mungkin pengecualian, karena tatapannya hampir tidak berubah, sama dinginnya.
"Ya. Aku ngasih gelang itu ke kamu lima belas tahun lalu. Kamu ... masih ingat, ya? Aku sendiri nggak pernah lupa, sama kamu," senyumnya seraya menyelipkan sebagian rambut ke belakang telinga.
Dan meski jawaban gadis itu tampak meyakinkan, tidak serta merta membuat Levant percaya. Gadis ini, ia tidak tampak gugup, tidak seperti gadis-gadis sebelumnya. Namun Levant, pintar membaca ekspresi, dan dia terlihat seperti seorang perayu ulung.
"Terus ... dimana arloji saya?"
"A-arloji?"
"Yang kamu ambil dari saya waktu itu. Bisa kamu tunjukkan?"
"Yang ma—"
"Kamu boleh pulang sekarang."
Mati kutu. Wajah Karina yang tadinya berser-seri dengan ulasan make-up yang menyokong penampilannya, yang sesaat kemudian berganti penuh kebimbangan akibat pertanyaan soal arloji, sekarang memucat seketika. Pasalnya, Levant sekarang menatapnya berbahaya. Levant tampan, tentu saja. Kaya raya adalah nilai plus. Tetapi jika ia berpotensi menghilangkan nyawa hanya dengan tatapannya, lari adalah pilihan bijaksana.
***
"P-pipit. Sapitri."
Gadis itu tampak gugup setengah mati meski itu belum semenit sejak ia meletakkan pantatnya hati-hati di atas kursi beroda, tepat di hadapan Levant, hanya dipisahkan oleh meja dan tumpukan tipis dokumen di atasnya.
Ia tidak secantik gadis sebelumnya, tidak bertubuh bak model seperti gadis sebelumnya, atau sebelum-sebelumnya. Ia berisi, dan Levant tidak peduli. Meski peri hujannya itu gendut, atau tidak memiliki wajah yang nyaman dipandang, jika itu Peri Hujan, maka ia bersyukur bisa menemukannya. Hanya jika gadis ini benar Peri Hujannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Rain [RE-POST]
RomanceTentang Levant Elenio Devara, yang melemparkan payung. Si bos berhati es yang membenci semua orang, termasuk hidupnya sendiri. Tentang Rintik Hafa, yang dilempari payung. Gadis yang mempertahankan hidup demi adiknya. Gadis yang mencintai hujan. ...