16. Buket Bunga

11.3K 1.9K 238
                                    

Semalem nggak sempat update karena sinyalnya parah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semalem nggak sempat update karena sinyalnya parah. Jadinya malam ini. Happy reading~

***

So cold yet so strong. Doesn't he look like ice and fire at the same time?

Levant mengusap dagunya dengan mata terpicing pada layar laptop, tepatnya pada karakter tiga dimendi pahlawan baru dengan rambut yang menyala seperti api biru, Night. Karakter yang baru ia kembangkan di sela waktu luang, hasil dari abandoneware* sebelumnya. Belum sempurna, memang, namun seharusnya lebih hebat dari karakter pemain Liventure yang sudah-sudah.

Night barusaja melewati uji coba Bullet Hell*. Sejauh ini, ia melewatinya dengan baik, lebih efisien dari kemampuan Torn, pemain terhebat yang telah dikembangkan. Jika ia berhasil melewati versi adventure dan menamatkan misi tanpa ada bug, sepertinya tidak masalah, Night bisa dirilis secepatnya. Tinggal menghubungi Ryo, tangan kanan yang sekarang telah menggantikan posisinya sebagai CEO Black Sun, sebuah perusahaan pengembangan game.

Ketukan di pintu membuat Levant segera menutup layar laptopnya . Ia berputar di kursinya tepat ketika Bu Rina, asisten senior di rumah itu, seorang wanita berusia paruh baya dengan rambut yang tidak pernah melenceng dari sanggulnya melangkah masuk membawakan meja dorong berisi sarapan.

"Mana Ibu?" tanya Levant, tanpa berusaha melirik makanan yang Bu Rina bawa.

"Sedang sarapan di ruang makan, Den."

Sekarang, Levant baru melihatnya, apa yang tersedia di atas piring-piring bersusun. French Toast yang kaya susu dan diberi banyak blueberry, croissant panggang dengan topping scrambled eggs dan goat cheese. Lalu tentu saja ada French poached eggs dengan saus creole. Sarapan Perancis, kesukaan ibunya. Tidak heran wanita itu dengan rajinnya sepagian ini telah berada di meja makan.

Levant menunjuk sarapannya, mengatakan "Pindahkan. Saya sarapan di sana aja." Sebelum akhirnya segera berdiri. Tanpa menunggu sang pelayan membereskan kembali piring-piring yang baru saja ia pindahkan ke salah satu meja di samping tempat tidur, Levant berjalan lebih dulu menuju ruang makan. Menimbulkan bunyi berisik orang berlarian di pintu sesaat sebelum ia membukanya. Tentu saja para pelayan masih setia mengawasi pekerjaan membangunkan Tuan Muda galak yang kerap menegangkan.

Pria itu tidak menghiraukan mereka sama sekali, meski seseorang karena saking gugupnya, menjatuhkan kemoceng ke kaki Levant. Ia tidak mengatakan apa-apa, dan itu menjadi pemandangan yang membuat para pelayan saling tatap. Karena, sedang kerasukan malaikat mana, seorang Levant Elenio Devara?

Di ruang tengah yang didominasi pajangan guci antik puluhan hingga ratusan juta koleksi ibunya, Levant berpapasan dengan sang ayah. Arun Aditya Devara tampak buru-buru dengan setelan rapi dan koper di tangan sepagian itu, seperti biasanya.

"Yah," panggil Levant, membuat pria itu menoleh dan terpaksa menunda langkahnya dulu.

Ia tersenyum tipis, tidak cukup hangat, tetapi untuk ukuran seorang Arun Aditya Devara, gesture ramahnya kali ini patut disyukuri. "Vant. Kamu udah sehat dan mulai kerja, kan? Kenapa rapat semalam kamu absen? Kantor lagi hectic, kamu tahu."

The Tale of Rain [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang