11. Empty ✔

8.2K 1.3K 366
                                    

Siapa yang sudah menunggu?

Tegang gak karena chapter kemarin? Wkwk. Gak usah tegang-tegang lah. Nanti aja tegangnya.
Kalau kalian suka cerita ini, jangan lupa untuk memberi dukungan.
Yang sudah memberi dukungan, terima kasih 💚

Warning

Tidak disarankan membacanya saat berpuasa 👀

Tidak disarankan membacanya saat berpuasa 👀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita berhenti aja."

Rasanya seperti ada petir yang menyambar Marsha saat mendengar kalimat terlaknat dari mulut Yuta. Tubuhnya seketika tegang, tapi bahunya merosot. Bibir Marsha bergetar, tapi tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Mata Marsha yang panas karena sakit yang diderita, makin terasa panas saja.

Marsha menunduk. Tidak berani untuk menatap Yuta.

Otaknya yang sudah dikuras karena ujian, seolah dikuras dua kali lipat karena kalimat Yuta. Apa maksudnya itu?

Apa Yuta ingin memutuskan Marsha? Apa Yuta tidak ingin melanjutkan hubungan ini?

Pikiran-pikiran negatif begitu menguasai Marsha. Sungguh. Ia benci. Benci sekali yang namanya perpisahan.

"Gue mau nunjukin perhatian gue."

Marsha dengan mata yang panas karena sakit mendongak dan menatap Yuta bingung. Kali ini nada bicara Yuta terdengar berbeda. Tidak menegangkan seperti sebelumnya. Lembut, tapi tegas.

"Apa?"

Marsha juga bisa melihat wajah Yuta yang tidak lagi diselimuti emosi, bahkan melembut dan ada sejuta kekhawatiran di wajahnya.

"Gue mau bisa kasih perhatian secara langsung sama lo, terlebih di saat kayak tadi. Dan cara itu cuma bisa gue lakuin kalau kita terbuka sama hubungan ini."

Marsha mendengarnya dengan jelas. Apa yang diinginkan Yuta terdengar begitu jelas di telinganya. Wajahnya menunjukkan keseriusan, walaupun dengan tatapan mata yang sedikit sayu. Seolah menyembunyikan sesuatu di balik keseriusannya.

Apakah maksud Yuta berhenti tadi adalah berhenti backstreet? Bukan putus?

Yuta benar-benar menyiksa Marsha kali ini. Otaknya sudah cukup terkuras, dan kini kembali dikuras. Marsha bukannya tidak mengerti, hanya saja jika apa yang diinginkan Yuta itu adalah berhenti backstreet, sejujurnya ia takut.

"Gue nggak tega lihat lo sakit gini, tapi gue nggak bisa kasih perhatian kayak Taeil." Yuta memberi jeda sebentar, lalu melanjutkan. "Gue nahan diri supaya biasa aja lihat lo. Tapi nggak bisa."

Yuta seketika menarik Marsha, memeluknya dengan lembut. Marsha tanpa sadar menahan napas, masih tidak terbiasa dengan gerakan yang tiba-tiba seperti ini dari Yuta. Ia sungguh tidak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang, selain diam dan menikmati pelukan Yuta. Yuta menyandarkan dagunya di puncak kepala Marsha, sementara kedua tangannya melingkar di sekitar pinggang Marsha.

Behind (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang