Sasha Atmaja, seorang gadis muda dengan kacamata tebal yang selalu bertengger di hidungnya. Gadis yang bersekolah di SMA Merdeka dan selalu berada di perpustakaan itu selalu datang tepat waktu, bahkan sering diminta guru untuk membantu. Tak heran jika beasiswa menempel padanya sejak masuk sekolah, lalu menjadi nama belakangnya yang paling terkenal sejak kelas satu, Sasha si Beasiswa.
Jika anak-anak seusianya lebih suka memakai make up dan ponsel yang canggih, dia selalu terlihat natural dengan rambut dikepang dua dan ponsel yang hanya bisa digunakan untuk sekadar telepon maupun SMS. Jika teman-teman wanitanya yang lain lebih suka menggunakan baju yang lebih pendek dari seharusnya, berbeda dengan Sasha, dia lebih suka memakai baju yang lebih panjang. Roknya menutupi lutut dengan kaus kaki panjang yang menutupi betisnya. Tak ada yang istimewa dari sosoknya, selain otaknya yang encer luar biasa.
"Sasha, ke ruang guru, ya? Dipanggil Bu Sofia."
Sasha langsung mendongak, mengalihkan pandangan dari novel yang ada di depannya. Suara petugas perpustakaan membuatnya harus pergi. Dengan cepat, dia menuju meja petugas agar novel yang tengah dibacanya bisa dibawa pulang.
"Jangan lama-lama, Bu Sofia bisa marah kalo kelamaan."
"Memangnya ada perlu apa, ya?" tanya Sasha pelan.
"Kok tanya saya? Tanya langsung saja sama beliau," jawab petugas perpustakaan sambil mencatat buku yang akan dipinjam Sasha. Petugas berkacamata tebal itu selalu ketus jika berhadapan dengan Sasha, berbeda jika dengan murid perempuan yang lain.
"Iya, Pak." Sasha langsung mengambil buku tersebut setelah selesai dicatat, lalu berlari menuju ruang guru.
Ruang guru cukup jauh dari perpustakaan, rambutnya bergoyang-goyang saat berlari. Sesekali dia membetulkan letak kacamata yang hampir jatuh. Walau otaknya encer, dia punya kelemahan dalam bidang olahraga. Jika nilai pelajarannya selalu bagus, maka pelajaran praktik olahraga selalu tak pernah di atas angka tujuh.
Setelah mengetuk pintu ruang guru, dia menuju meja Bu Sofia dengan napas terengah. Guru mata pelajaran olahraga yang cantik itu selalu bisa membuat hatinya berdebar. Jika bukan karena Sasha sering membantu, mungkin pelajaran praktik olahraga akan mendapatkan angka lima.
"Bu Sofia, ada yang bisa saya bantu?" tanya Sasha cepat.
"Besok bawain buku panduan renang yang kemarin kamu beli, ya? Saya pinjam."
Sasha menelan ludah. Bagi Bu Sofia, meminjam sama saja artinya dengan meminta. Padahal belum dua hari dia memiliki buku tersebut. Bodohnya, dia membawa buku itu ke sekolah, hingga gurunya tersebut tertarik untuk memiliki.
"Em, anu, Bu ...."
"Anu kenapa?" Bu Sofia menatap tajam pada Sasha yang hanya bisa menunduk ketakutan.
"Saya belum selesai membaca bukunya," jawab Sasha setelah terdiam beberapa detik.
"Gak usahlah belajar gitu. Lagian kamu kan gak bisa renang. Gampanglah soal nilai renang nanti. Gimana?"
"Siap, Bu. Besok saya bawakan."
"Ya udah, kamu masuk ke kelas, bentar lagi udah jam masuk kelas."
"Iya, Bu. Saya permisi." Sasha tersenyum, lalu pergi meninggalkan ruang guru, hendak menuju kelas.
Walau tahu bahwa nilai yang diberikan tak akan lebih dari tujuh, namun gadis itu tak bisa berkata tidak. Bukan hanya dengan Bu Sofia, tapi dengan guru yang lain juga. Sasha menarik napas panjang, sepertinya dia harus berburu buku itu lagi karena buku tersebut sangat susah didapatkan. Tidak seperti bukunya yang lain. Jika mudah, maka Bu Sofia bisa langsung membelinya, tidak perlu meminta pada Sasha.
Tiba-tiba matanya tertumbuk pada sebuah mobil merah yang memasuki halaman sekolah. Warnanya yang mencolok membuat siapa pun yang ada di lapangan basket dan voli ikut melihat. Di sekolah Merdeka, hanya guru yang boleh membawa mobil, murid hanya boleh membawa motor. Jika ada peraturan murid boleh membawa mobil, maka sekolah harus meluaskan halaman parkir karena bisa dipastikan seluruh murid akan membawa mobil.
Teriakan histeris dari murid-murid perempuan yang berkumpul di pinggir lapangan basket langsung terdengar saat pintu mobil merah tersebut terbuka. Terlihat seorang lelaki membuka pintu, lalu turun dengan perlahan. Matanya menatap tajam halaman sekolah, lalu menutup pintu mobil. Dia berjalan memutari mobil, membuka pintu sebelah sopir, lalu duduk di sana, seperti menunggu seseorang.
Repost lagi yaaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Rahasia (Sudah Terbit) Repost Sampai Tamat
RomanceSasha Atmaja, seorang anak yang bersekolah dengan beasiswa. Bukan gadis populer karena lebih suka berada di perpustakaan, daripada berkumpul dengan teman-temannya. Kehidupannya yang tenang dan damai berubah 180° saat hadir guru muda, Bramasta. Guru...