43. Flashback

37 1 0
                                    

       Sore itu restoran tempat Kim bekerja kedatangan banyak pelanggan. Di musim dingin seperti ini memang banyak yang mengunjungi restoran itu. Menu yang paling banyak diburu adalah makanan berkuah yang hangat seperti sup atau bibimbab. Namun dari sekian banyak pelanggan, tidak sedikit juga yang hanya sekedar duduk dan minum soju.
       Seorang pelanggan wanita. Sangat cantik, anggun, dan manis duduk tidak jauh dari meja kasir. Saat Kim melintas hendak melayani pelanggan, wanita cantik itu sedang mengamati seorang wanita lain yang tidak jauh dari tempatnya. Wanita itu terlihat tenang dengan segelas kecil soju di mejanya. Penampilannya tampak sangat sederhana tidak seperti wanita cantik tadi yang nampak royal dan lux.
       Wajahnya imut, lugu, polos, dan ramah saat Kim mengantar semangkuk jjajangmyeon pesanannya. Ia melempar senyum dan menyapa Kim dengan lembut dan sopan. Wajah wanita cantik itu begitu sinis dan tajam menatap wanita lugu tadi.
       "Permisi, apa aku bisa memesan satu bibimbab lagi?" tanya wanita cantik itu, memberi isyarat berupa lambaian tangan ke arah Kim.
       Kim langsung mendekat ke meja si wanita cantik.
       "Apa kau mau memesan sesuatu lagi?"
       "Ya. Aku mau satu bibimbab lagi," jawab wanita cantik itu.
       Kim agak tertegun saat sang wanita cantik memesan satu bibimbab lagi. Semula ia memesan makanan yang sama. Satu porsi bibimbab diperuntukkan 2 sampai 3 orang. Wanita cantik itu memang makan bersama 2 orang temannya. Namun Kim terus bertanya tanya dalam benaknya. Ia berpikir, hebat sekali eonnie eonnie itu. Mampu memakan 2 porsi bibimbab. Beberapa pelanggan memang aneh. Tapi ya sudahlah. Tugas Kim hanya melayani, bukan mendetektif. Habis tidak habis pun mereka akan tetap membayarnya dan memang sudah seharusnya begitu. (Sayang donk, kalau cantik cantik nggak bisa bayar).
       "Algaessaemnida. Mohon tunggu pesanannya sebentar," Kim kembali kebelakang, mengambil pesanan eonnie cantik tadi.
       Sembari menunggu pesanan datang, wanita cantik itu berbincang bincang dengan kedua temannya. Sungguh, wanita cantik itu sempat membuat Kim merasa terpukau. Saat ia sedang bicara pun, Kim terus memandang wajah luminous wanita itu. Sesekali ia tersenyum, dan sesekali ia menoleh lalu menatap wanita lugu yang sudah seperti incarannya saja.
       "Gamsamnida," ujar si wanita cantik sambil tersenyum ketika Kim mendekati meja mereka dengan nampan berisi bibimbab di tangannya.
       Kim hanya tersenyum sambil mengangguk lalu hendak meletakkan mangkuk bibimbab di meja.
       "Tolong ikut denganku sebentar," ujar si wanita cantik itu tiba tiba.
       Kemudian ia meraih tangan Kim yang sedang memegang mangkuk. Kim terkesiap namun ia berusaha menjaga keseimbangan agar bibimbabnya tidak tumpah.
       "Tapi ini bagaimana?" tanya Kim dengan polosnya sambil melirik bibimbab yang bagaimana nasibnya.
       "Bawa saja," jawab wanita cantik itu dan mengajak Kim sedikit menjauh dari mejanya dengan agak memaksa. Dua temannya hanya smirk sambil menatap si wanita cantik dan Kim.
       Beberapa langkah menjauh dari mejanya, wanita cantik itu membisikkan sesuatu di telinga Kim.
       "Aku ingin kau tumpahkan bibimbab ini ke arah wanita itu," ujarnya sambil menoleh ke arah wanita lugu yang masih duduk dengan tenang di kursunya.
       Mata Kim membulat.
       "Ne? Wae?" tanya Kim.
       "Kau tidak perlu tahu. Turuti saja," jawab wanita cantik sambil mengeluarkan beberapa lembar uang kertas.
       "Maaf, eonnie. Aku tidak berani. Aku mungkin akan dapat masalah dari bosku nanti," jawab Kim sambil menunduk.
       "Semua akan baik baik saja jika kau menurutiku."
       "Chaeseonghaeyo."
       Wanita cantik itu membuang napas sambil memutar bola mata. Kemudian ia mengeluarkan beberapa lembar uang lagi dari tasnya.
       "Masih tidak mau?" wanita itu menyodorkan lembaran uang yang lumayan banyak.
       "Chaeseonghamnida, eonnie."
       Wanita cantik itu mulai geram.
       "Kau bekerja di sini untuk mencari uang, kan?"
       "Aku memberimu uang dengan mudah tapi kau menolaknya?" tambah wanita cantik itu.
       kim tetap menunduk tidak berani menjawab.
       "Katakan. Kau mau melakukannya atau tidak?" tanya wanita cantik itu sambil mengacung acungkan lembaran uang yang dipegangnya. Pelan namun bernada kejam.
       "Aku tetap tidak bisa eonnie. Itu adalah perbuatan yang tidak baik. Bagaimana aku bisa melakukannya? Aku ingin bekerja dengan jujur. Maafkan aku eonnie. Jika tidak mau memakan pesananmu ini, tidak apa. Akan aku bawa kembali kebelakang."
       "Jadi kau sungguh tidak mau?"
       "Chaeseonghamnida," jawab Kim masih sama seperti sebelumnya, membuat wanita cantik itu semakin geram.
       "Kau tidak takut jika aku melakukan sesuatu padamu?" wanita cantik itu mulai mengancam dengan senyum smirk yang membunuh.
       "Eonnie bicara apa?" Kim menautkan alis.
       Wanita cantik itu terdiam masih dengan senyum smirknya. Mereka saling melempar pandangan selama beberapa detik. Tapi setelah itu . . .
       "Aaaaaaaaaah!!!!!!!!!!!!!" wanita cantik itu mengerang setelah dengan sengaja menyenggol mangkuk bibimbab yang masih berada di atas nampan sehingga membasahi sebagian besar pakaiannya.
       Kim terkejut sesaat, kemudian menutup mulutnya yang terbuka karena ternyata eonnie di hadapannya itu berani nekad juga. Semua pandangan langsung tertuju ke arah mereka berdua. Bisa dibayangkan, bibimbab yang pedas dan asapnya masih mengepul menumpahi pakaianmu. Bukankah rasa panasnya serasa sangat lekat? Efek cabainya membuat kulit teramat panas bahkan setelah berganti pakaian.
       "Apa yang kau lakukan!" teriak wanita cantik itu.
       Kim masih mematung.
       "Ada apa ini?" pemilik restoran itu menghampiri mereka.
       "Pelayan ini menumpahi pakaianku dengan kuah bibimbab. Panas sekali," wanita itu berkilah sambil memperlihatkan air mata palsunya.
       "Tapi, aku tidak . . ." Kim terbata.
       "Apa kau sengaja melakukannya?!" wanita cantik itu mulai histeris. Ekspresi wajahnya melebih lebihkan kejadian yang sebenarnya. Seolah dia benar benar kesakitan.
       "Kau ini bagaimana?! Bagaimana bisa kau membuat masalah sebesar ini?!" pemilik restoran mulai termakan tipuan wanita cantik itu.
       "Tuan, ini tidak seperti itu. Aku tidak melakukannya. Justru eonnie ini yang . . ." Kim berusaha menjelaskan tapi wanita cantik itu buru buru memotong.
       "Aku yang menumpahkannya sendiri. Kau pikir begitu? Apa aku sudah gila?" potong wanita cantik itu dengan air mata buayanya terus mengalir.
       Sang pemilik restoran menatap tajam ke arah Kim.
       "Tapi aku sungguh . . ."
       "Pecat saja dia dari sini," lagi lagi wanita cantik itu memotong perkataan Kim.
       "Tidak, tuan. Kau tidak bisa melakukannya. Aku tidak bersalah. Aku tidak melakukan apapun," mohon Kim sambil memegang tangan bosnya.
       Benar benar tontonan menarik.
       "Diam!! Jangan bicara lagi!" bentak pemilik restoran seraya menepis genggaman Kim di tangannya.
       Kim mematung. Tidak bisa apa apa. Matanya memerah dan mulai berair. Tidak habis pikir, eonnie yang baru ia temui ini benar benar . . . Ah, kata apa cocok untuk menjelaskannya. Keterlaluan sekali.
       Saat Kim tanpa sengaja menatap wanita cantik itu, dia nampak tersenyum jahat. Hatinya menggeram dan ingin memaki wanita cantik yang sesungguhnya tidak pantas disebut 'cantik'. Kim hanya diam. Jika bicara lagi, bosnya pasti akan semakin marah.
       "Kau . . . Kau tidak bisa lakukan ini pada pelanggan," ujar pemilik restoran dengan tampang frustasi.
       Kim terisak.
       "Pergilah dari sini," lanjutnya kemudian.
       "Ne?" Kim mengangkat kepala dengan mata sembab.
       "Pergilah dari sini, kau dipecat!!" begitu sang pemilik restoran berteriak di antara para pelanggan.
       Ya, serangkaian hal yang ada semuanya terjadi di tengah tengah pelanggan yang sedang makan. Hal ini tentu mengundang perhatian mereka. Apalagi Kim benar benar dipecat karena wanita cantik itu. Tunggu, apa dia masih pantas dipuji karena cantik setelah tabiat yang ia tunjukkan hari ini?
       Kim tidak bisa berbuat banyak. Ia pun pasrah dan berjalan lunglai meninggalkan restoran. Sambil menyeka air mata, Kim terus berpikir betapa keterlaluannya wanita tadi. Yang dilakukannya adalah sesuatu yang sangat rendah. Bisa bisanya Kim dipecat karena tidak menurutinya.
       Pasti ada sesuatu antara wanita cantik dan wanita lugu itu. Si wanita cantik tidak mungkin ingin menjahili wanita lugu itu jika tidak ada apa apa. Mereka terlihat seperti saingan. Tapi apa pengaruhnya? Kenapa Kim turut terseret? Lagipula mereka tidak saling kenal.
       Kim menyusuri trotoar menuju rumahnya dengan gontai. Ia masih terus menangis mengingat dirinya tidak mempunyai pekerjaan paruh waktu saat ini. Kakek dan Nenek tidak mungkin mampu membiayai sekolahnya secara keseluruhan. Dengan bekerja paruh waktu, setidaknya Kim dapat sedikit meringankan beban orang tuanya. Tamatlah sudah semuanya.
       Langit semakin gelap. Hari ini sebenarnya Kim pulang lebih awal. Semua pasti sudah tahu alasannya, kan? Wajah cantik wanita tadi sungguh hanyalah topeng. Kim sempat memuji kecantikannya itu. Tapi hatinya busuk seperti bangkai.
       Kim mengutuk dalam hati dan menangis habis habisan. Amarahnya yang meluap membuatnya berencana hendak membalas wanita itu. Tapi Kim tidak tahu siapa dia. Namanya siapa? Alamat rumahnya dimana? Profesinya apa?
       Kim seperti orang frustasi yang menangis sambil berjalan. Setelah sampai di rumah ia akan menelepon Rae In dan menanyakan apakah di tempatnya bekerja membutuhkan karyawan. Kalau bisa, Kakek dan Nenek jangan sampai tahu hal ini. Tapi ini tidak cukup membuat hatinya lega. Ia justru semakin dendam pada wanita itu.
       Tin Tiiiiin !!!!!!!!!!
       Sebuah mobil membunyikan klakson amat keras sehingga membuat Kim yang sedang kesal langsung terjingkat. Mobil berwarna hitam berkilau berhenti tepat di sampingnya. Seorang wanita dengan tubuh semampai dan rambut panjang berwarna blonde kecoklatan membuka pintu lalu keluar dari mobilnya.
       "Jadi . . . Kau menyesal tidak memenuhi permintaanku?" ujar wanita itu, smirk.
       Kim menatapnya tajam. Wanita itu sungguh telah berganti pakaian. Coba saja menebak, siapa kira kira wanita cantik ini.

Sekarang apa yang dia inginkan?

Batin Kim waspada.
       "Kau tidak tahu siapa aku. Atau mungkin lebih tepatnya kau belum tahu siapa aku," lanjutnya.
       Posisi dan sikapnya masih sama. Melihat orang di hadapannya saat ini, ia semakin menggebu. Tapi jika ia tidak terkendali, wanita itu mungkin akan melakukan sesuatu terhadapnya. Mungkin lebih dari sekedar membuat Kim dipecat.
       "Eonnie keterlaluan," ucap Kim.
       Wanita itu terkekeh.
       "Terserah," jawab wanita itu.
       "Kita mungkin akan bertemu lagi di lain kesempatan. Kau akan mengingatku sehingga kau akan merasa ketakutan. Benarkan, gadis kecil?" lanjut wanita itu sambil mencengkram lengan Kim dengan kuat.
       "Lepaskan," ucap Kim sambil meringis kesakitan.
       "Baiklah. Sampai jumpa," wanita melepas cengkramannya kemudian berlalu sambil melenggang.
       Kim masih terdiam di tempatnya sambil terus menitikkan air mata.      
                                        ***
       Hari hari Kim selanjutnya benar benar sulit. Wanita itu sungguh tidak main main dengan segala ancamannya. Wanita terus berusaha meneror dan merenggut ketenangan hidup Kim. Dia meneror dengan segala cara dan melalui berbagai media. Mulai dari surat kaleng, via telepon, via pesan singkat, bahkan media sosial.
       Padahal kalau dipikir pikir, Kim tidak salah, kan? Wanita itu lebih berbahaya dari yang terlihat. Sangking terganggunya, Kim mensenyapkan akun media sosialnya. Ia bahkan menonaktifkan ponselnya sepanjang hari. Yang lebih parahnya lagi, Kim sampai terbawa mimpi!
       Weh weh, kira kira kejamnya seperti apa kalau korbannya sampai seperti itu?
                                        ***

I really hate that girl
#Seul Gi
Najis ngetik namanya

Recommended :
BTS JHope, Jimin, V, Jungkook - Beautiful_official_MV

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang