16. Cerita

81 6 0
                                    

       Seok Jin, Yoon Gi, Ho Seok, Nam Joon, Jimin, Taehyung, Jungkook, dan Kimberly keluar dari mobil yang berhenti di pekarangan rumah keluarga Bangthan yang memang lebih mirip seperti kastil. Kim sempat dibuat terkagum olehnya. Rumah yang dipenuhi gemerlap lampu malam, pepohonan di sekitarnya, dan air mancur membuat Kim seakan tak menyangka jika ia akan tinggal di rumah semegah ini.
       Nam Joon membuka bagasi mobil dan mengambil koper milik Kim. Saat Kim menyadari dimana keberadaan kopernya, ia mendapati Nam Joon oppa sudah menyeret koper tersebut dan berjalan mengikuti Kim.
       "Biar aku saja," Kim hendak meraih koper itu dari tangan oppanya.
       "Gwenchanaeyo. Biar aku saja," bantah Nam Joon sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipitnya yang imut. Kim mematuhinya saja, dan terus berjalan mengikuti oppa oppanya yang lain.
       Rasanya tentu sedikit asing ketika Kim menapakkan kaki untuk yang pertama kalinya di rumah keluarga Bangthan. Terasa sangat menyentuh di hati. Saat akhirnya ia tinggal satu atap dengan saudara saudara kandungnya. Ya, selama ini Kim memang tinggal bersama keluarga angkatnya. Ibunya bukanlah anak kandung Kakek dan Nenek. Saat ia meninggalkan rumah, Kakek dan Nenek menolongnya dengan mengajak sang Ibu untuk tinggal di rumahnya. Karena Kakek dan Nenek tidak memiliki anak, maka ibunya Kim dianggap sebagai putrinya.
       Mereka tinggal bersama hingga usia Kim menginjak 17 tahun. Hari hari yang mereka lalui bersama keluarga kecilnya teramat berarti. Apalagi setelah Kim tidak lagi tinggal bersama Kakek. Terlebih momen menyedihkan saat sang Ibu berpulang ke sisi Tuhan. Jika tanpa Kakek dan Nenek, Kim tidak akan bisa bertahan hidup tanpa Ibunya selama kurang lebih 7 tahun. Anak manapun akan merasa putus asa dan larut dalam kesedihan jika ditinggal Ibunya untuk selamanya. Gejolak hati Kim yang mengenang masa lalu tersebut membuat kristal kristal bening mengalir dari pipinya.
       "Kenapa Kim menangis?" Yoon Gi mengejutkannya sehingga cepat cepat ia hapus air mata tersebut.
       "Tidak apa. Aku hanya teringat pada Ibu. Dia pasti sangat bahagia jika dapat bertemu dengan ketujuh putranya lagi. Dia juga pasti senang jika melihat aku bahagia bisa bertemu oppa. Sayangnya . . . " Kimberly akhirnya membiarkan air matanya kembali mengalir deras hingga ia tak mampu menyelesaikan perkataannya.
       Yoon Gi langsung memeluknya erat. Suara tangisan Kim juga hampir tak terdengar. Karena ia merapatkan kepalanya di dada Yoon Gi. Yoon Gi pun berusaha menenangkan Kim dengan menepuk nepuk punggung dan mengelus kepalanya. Jujur saja, semua anak keluarga Bangthan merasa sangat sakit jika mengingat Ibu mereka telah tiada. Dan semakin sakit pula lah hati mereka melihat Kim menangisi hal tersebut.
       "Hei, sudahlah jangan pikirkan. Yang penting sekarang Kim sudah bersama oppa. Jangan sedih lagi, ya. Oppa jadi ikut sedih jika melihatmu seperti ini," ujar Tae lembut sambil menghampiri lalu mengusap air mata Kim.
       "Harusnya sekarang Kim bahagia, kan?" lanjutnya.
       Kim mengangguk.
       "Kalau begitu beri kami senyuman," ucap Tae manja.
       Kim kemudian tersenyum dan suasana hatinya pun mulai membaik karena Taehyung oppa.
       "Oke, aku akan tunjukkan kamarmu," ajak Tae sambil meraih koper Kim yang masih di tangan Nam Joon.
       Ditariknya tangan Kim, dan dibawa ke kamarnya di lantai atas. Dengan semangatnya Tae menaiki tangga sambil menyeret koper tersebut. Ia berhenti di depan sebuah pintu yang dihiasi aneka stiker huruf yang bertuliskan KIMBERLY. Satu satunya kamar yang pintunya ditempeli stiker. Tae memutar handle dan membukanya.
       Rapi, apik, dan memanjakan mata. Kamar yang didesain sedemikian rupa, hingga Kim kagum melihat kamarnya sendiri. Motif sprai dan sarung bantal, hiasan dinding, meja belajar, rak buku, dan foto foto keluarga, semuanya terasa baru namun membuat Kim semakin merasakan euphoria. Mengenal lingkungan baru, tempat tinggal baru, dan oppa oppa baru. (Itu maksudnya gimana ya, Thor?). (Au, dah. Kagak ngarti gua juga). (*Nepok jidat*).
       Sebuah jendela besar bergorden abu abu seperti memiliki magnet yang membuat Kim tertarik untuk mendekatinya. Di bukanya gorden tersebut sehingga ia dapat melihat pemandangan yang bertemakan hiruk pikuk kota Seoul, dengan gemerlap lampu lampunya, dan langit malam yang gelap. Kesukaan Kim.
       "Apa selama ini ada yang menempati kamar ini, oppa?" tanya Kim sambil melihat lihat sekeliling kamar.
       "Tidak ada," jawab Tae santai.
       "Kamarnya nampak terawat."
Tae tersenyum sekilas.
       "Asal kau tahu saja, ini sudah menjadi kamarmu sejak kau baru berusia 7 hari," Tae berdiri di samping Kim sambil menatap keluar jendela.
       "Keuraeseo?"
       Tae mengangguk.
       "Kami bertujuh terus merenovasi kamar ini sesuai dengan pertambahan usiamu. Meskipun kau tidak tinggal di rumah ini lagi. Sebab kami menganggap, seolah kau masih tinggal di kamar ini."
       Kim menautkan alis.
       "Saat usiamu 6 tahun, kami mengubah kamar ini menjadi kamar yang mungkin disukai anak usia itu. Kami hiasi dengan segala ornamen berwarna pink. Sprai, sarung bantal, bingkai bingkai foto, hiasan dinding, boneka, dan ada banyak mainan anak perempuan lainnya."
       "Apa benar seperti itu?''
       "Apa aku tampak berbohong?"
Kim menggeleng pelan.
       "Setelah usiamu kira kira 16 tahun, kami kembali merenovasi karena kami pikir, usia itu tidak lagi menyukai sesuatu yang kekanak kanakkan lagi. Dan jadilah seperti ini."
       "Apa Taehyung oppa dan yang lain membersihkan kamar ini setiap harinya?"
       "Ania. Kami membersihkannya 2 hari yang lalu. Karena kami menghabiskan malam di sini saat ulang tahunmu kemarin."
       "Menghabiskan malam di sini? Kenapa?"
       "Kami memang selalu melakukannya setiap ulang tahunnu. Kami membersihkan dan merapikan kamar ini, membeli kue, menyalakan lilin, berdoa bersama. Semua kami lakukan. Sebagai bentuk kasih sayang kami kepadamu. Kau memang tidak di sini saat itu. Tapi kami selalu yakin, kau baik baik saja dimanapun kau berada. Kami yakin kau masih hidup. Sehingga kami langsung mencari informasi tentangmu saat pertama kali bertemu."
       Kim langsung memeluk Taehyung tanpa permisi. Terharu mendengar semua yang oppa oppanya lakukan selama ini.
       "Aku mengerti kalian cemas. Pasti sangat menyakitkan hidup jauh dari saudara kita sendiri. Tujuh belas tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bagaimana kalian bisa hidup dalam bayang bayang kecemasan seperti ini?" Kim sudah kembali mengeluarkan air mata. Entah sudah yang keberapa kalinya ia menangis hanya untuk hari ini.
       "Karena cinta. Cinta kami kepadamu." Tae mendekap Kim erat sambil mengecup puncak kepalanya.

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang