38. What's Going On With Nam Joon Oppa?

44 3 0
                                    

       "Oppa bagaimana keadaannya? Apa masih pusing? Atau mual?" Kim duduk di sisi Ho Seok senja itu.
       "Oppa sudah lebih baik," jawab Ho Seok sambil menoleh ke arahnya.
       "Padahal aku sudah ingatkan, jangan terlalu banyak. Satu saja itu sudah banyak karena ukurannya besar dan dagingnya tebal. Kau tidak mau dengar," omel Kim seakan tidak puas mengomel semalam karena saat itu Ho Seok belum sadar. Hari ini dia mengomeli Ho Seok lagi tepat di depannya. Kalau tidak begitu, hatinya belum puas pasti.
       "Iya iya, maafkan oppa, ya. Buah itu terlalu menggoda, jadi aku tidak bisa menahan diri."
       "Ya, kau tidak bisa menahan diri. Kalau sampai sakit apalagi pingsan seperti semalam, apa oppa bisa tangani sendiri?"
       "Oppa kan sudah minta maaf."
       "Oppa makan duriannya kurang banyak."
       "Cepat mati oppamu kalau makan lebih banyak," sahut Taehyung sambil senyum mencibir.
       "Bilang apa kau barusan?" Ho Seok mengangkat vas bunga di meja, siap melempar Taehyung.
       "Jimin hyung, singkirkan kakimu," elak Taehyung seraya menyikut Jimin di sampingnya.
       Ho Seok menurunkan tangannya.
       "Kenapa kau jadi bawa bawa aku?!" Jimin tidak terima.
       "Keundae, kenapa Nam Joon oppa belum pulang juga? Apa terjadi sesuatu padanya?" pikir Kim.
       "Berhentilah merasa cemas. Dia akan baik baik saja," sahut Jungkook.
       "Tapi biasanya dia sudah pulang lebih dulu dari pada Seok Jin oppa," bantah Kim.
       "Mungkin dia terjebak macet," sahut Seok Jin sambil membawa secangkir kopi panas dari dapur yang masih mengepul.
       "Apa macetnya seburuk itu?"
       Seok Jin mengangkat bahu.
       "Kalau aku yang belum pulang, apa kau akan cemas seperti ini?" goda Jimin.
       "Ani," jawab Kim ketus.
       Jimin mendadak cemberut mendengar jawaban Kim, lalu kembali fokus pada ponselnya.
       Gubraaaak . . . .
       Suara sesuatu menabrak pintu. Kim bergegas menuju pintu dan membukanya. Kim langsung speechless saat melihat apa yang ada di depannya. Lututnya gemetar. Ia langsung menangis kencang sehingga membuat oppa oppanya berlarian.
       "Oppa !!!!!!!!!" teriak Kim sambil membantu Nam Joon untuk bangkit.
       Sungguh, ia pulang dengan keadaan yang menyedihkan. Wajahnya dipenuhi lebam, salah satu sudut bibirnya sobek dan mengeluarkan darah segar. Serta hoddienya sobek di perut bagian samping. Kulitnya tampak tersayat dan Nam Joon nampak sangat kesakitan.
       Kim tidak tahu harus mengatakan ataupun bertanya apa. Ia benar benar shock melihat Nam Joon pulang dengan keadaan seperti ini. Perasaannya sangat tidak nyaman sejak tadi, ternyata memang pertanda sesuatu yang buruk terjadi pada salah satu oppanya.
       Seok Jin dan Yoon Gi berusaha memapah Nam Joon sebisa mungkin. Ho Seok dengan sigap menelepon dokter keluarga. Sedangkan Kim terus menangis sambil memanggil manggil oppanya. Taehyung dan Jungkook mengikuti Seok Jin dan Yoon Gi menuju kamar Nam Joon.
       "Gwaenchanhae. Jangan menangis. Nam Joon hyung akan baik baik saja. Ne," Jimin memeluk Kim, berusaha menenangkannya.
       "Andae!! Andae!!" (Tidak!!) Kim terus meronta meski Jimin berusaha menahan dan menenangkannya. Ia terus menangis sambil menjerit.
       "Aku . . . Aku mau masuk," ucap Kim sesenggukan.
       "Kau tidak bisa masuk kalau seperti ini," cegah Jimin.
       "Aku sudah lebih tenang," ujar Kim sambil menyeka air matanya.
       "Keurae," Jimin menggandeng Kim menuju kamar Nam Joon.
                                         ***
       "Hati hati. Pelan pelan," Seok Jin dengan hati hati membaringkan Nam Joon di tempat tidur.
       Yoon Gi pun mengikuti arahan Seok Jin agar membaringkan Nam Joon dengan hati hati. Sedangkan Tae dan Jungkook sibuk membongkar lemari, mencari kotak P3K. Ho Seok yang belum pulih sempurna, hanya bisa membantu mencarikan pakaian bersih untuk Nam Joon.
       Kim berjalan perlahan memasuki kamar Nam Joon. Air mata tidak ada surutnya mengalir di pipinya. Meratapi Nam Joon oppa yang tidak berdaya di atas tempat tidur. Apalagi dalam keadaan yang sangat buruk. Kim terus berusaha menguatkan dirinya sendiri untuk mendekati Nam Joon yang bahkan Kim sendiri tidak mengerti, apa yang sebenarnya terjadi dan menimpa oppanya sekarang ini. Keadaan saat ini sangat tidak memungkinkan untuk bertanya. Nam Joon tampak sangat kesulitan untuk bernapas. Ia tampak sangat kesakitan dengan luka dan lebam di tubuhnya.
       Saat melihat pakaian Nam Joon sedikit sobek, Kim tergerak untuk membantu mengganti baju oppanya. Hoddie yang sedang Nam Joon kenakan dilepas oleh Kim. Dan saat itulah, luka sayatan yang masih baru di perut Nam Joon bagian samping terlihat sangat jelas. Kulitnya yang putih membuat luka tersebut menjadi kontras dan langsung tertangkap oleh mata.
       "Oppa, tolong ambilkan 2 mangkuk air hangat," pinta Kim dengan nada menahan tangis.
       Ho Seok segera bergerak menuju dapur bersama Jimin yang mengekorinya. Beberapa saat kemudian, mereka datang dengan 2 mangkuk air hangat dan handuk kecil seperti yang diminta oleh Kim. Handuk kecil itu sebenarnya adalah inisiatif mereka berdua saja, siapa tahu dibutuhkan.
       "Gomabda," ucap Kim sambil menerima mangkuk dan handuk kecil tersebut dengan senyum terpaksa.
       Pelan pelan ia mengompres luka Nam Joon dengan handuk kecil. Nam Joon tampak menggeliat, mungkin lukanya terasa perih. Melihat Nam Joon meringis menahan sakit, air mata Kim semakin tak tertahankan. Sebisa mungkin ia tidak ingin mengeluarkan suara sehingga susah payah air mata tersebut ia tahan.
       Tidak hanya luka itu saja, Kim juga mengompres seluruh lebam di tubuh Nam Joon. Mulai dari bibir, pipi, dahi, sudut mata, sampai di bahu kanan yang tampak biru kemerahan. Melihat Kim yang terlihat sedih namun tetap mengobati Nam Joon dengan telaten, oppa oppanya jadi turut merasa iba. Tanpa disadari, mereka juga turut banjir air mata.
       Setelah luka dan lebamnya selesai dikompres, Kim lanjut mengelap tubuh dan wajah Nam Joon dengan air hangat pada mangkuk yang satunya, karena Nam Joon tidak sempat mandi. Tepat setelah Kim selesai, dokter akhirnya datang. Mereka menyerahkan samuanya pada dokter dan sebagian menunggu di luar.
       Dokter mengatakan, bahwa Nam Joon baru saja dipukuli oleh seseorang dilihat dari lebam di wajahnya. Kemungkinan orang itu juga menyayat Nam Joon dengan sengaja. Semua tampak terkejut pasti. Meski Nam Joon itu diumpamakan sebagai monster di keluarganya, tapi setahu mereka Nam Joon tidak mempunyai musuh. Dia juga tidak suka memulai perseteruan dengan orang lain. Kecuali dengan saudara saudaranya di rumah. Itu pun hanya candaan.
       Ah, terlalu banyak pertanyaan dalam benak mereka. Namun tidak mungkin terjawab karena saat ini Nam Joon sedang kritis. Dokter pun pergi setelah memberikan beberapa resep obat.
       Sepeninggalan dokter tadi, Kim sama sekali tidak berpindah dari sisi Nam Joon. Bahkan saat waktunya tidur pun ia tidak berpikir untuk kembali ke kamarnya. Ia tampak tidak bisa diajak bicara, sehingga oppa oppanya memilih diam dan membiarkannya. Yoon Gi juga mengalah dan tidur di sofa. Sedangkan yang lain sudah kembali ke kamar masing masing untuk istirahat.
       Karena keteguhan Kim menjaga Nam Joon, Jimin juga tidak mau kalah. Ia kembali ke kamar Nam Joon sambil membawa bantal dan bed cover dari kamarnya. Ia rela tidur di lantai yang beralaskan karpet bludru demi turut mengawasi Kim.
                                         ***
       Telunjuk panjang di jam dinding yang tergantung di kamar Nam Joon menunjukkan pukul 3 pagi waktu setempat. Nam Joon mengerjapkan mata dan mendapati dirinya sudah ada di atas tempat tidur dan juga sudah berganti baju. Ia memandangi seluruh kamarnya.
       Yoon Gi hyung tidur di sofa, Jimin tidur di lantai dibalut bed cover, dan Kim yang meringkuk di sampingnya. Nam Joon berpikir, mereka pasti cemas dengan keadaannya. Mereka tidak bertanya pasti karena keadaannya terlalu buruk. Nam Joon merasakan sakit di sekujur tubuhnya saat ini. Namun ia merasa bersalah, membuat saudara saudaranya khawatir.
       Nam Joon mencoba menggerakkan tubuhnya untuk menyelimuti Kim meski rasanya sakit luar biasa. Ia melihat mata dan hidung si bungsu kemerahan seperti habis menangis. Sudah pastilah. Kim pasti takut dan cemas melihatnya pulang terlambat dan babak belur seperti ini. Apalagi kalau mengingat bagaimana Kim saat Ho Seok yang sakit kemarin. Dia tidak bisa duduk dengan tenang. Apalagi Nam Joon yang bahkan lebih parah sekarang babak belur. Dia pasti menangis entah tak terbayangkan. Apakah ia hanya merintih atau malah meronta.
       Nam Joon kembali terbaring setelah menyelimuti Kim. Rasanya nyut . . . nyut . . . di kepala dan luka di perutnya. Ia tidak ingin membangunkan siapa pun, karena akan membuat mereka semakin cemas.

      
Besok saja aku ceritakan pada mereka tentang apa yang terjadi.

Batinnya lalu mencoba kembali tidur, meski itu sangat sulit.
                                        ***

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang