22. Solusi Dengan Sedikit Kesan Balas Dendam

60 3 0
                                    

       "Kenapa kita harus berurusan dengan dia lagi," ujar Nam Joon sembari memasuki ruang kerja Seok Jin.
       "Tidak mungkin Kim bermain ponsel saat belajar," Ho Seok menambahkan.
       "Hentikan. Kim memang tidak melakukannya," bela Seok Jin.
       "Gurunya saja yang menyebalkan," Yoon Gi menambahkan.
       "Akan sulit menghubunginya jika Kim tidak memiliki ponsel," gumam Jimin.
       "Dia pasti merasa takut kita akan memarahinya. Dia bahkan menangis tadi," timpal Jungkook.
       "Anigoya,"(tidak mungkin) bantah Taehyung.
       "Keureom, ijen eoteokkhaeyo?"(jadi, sekarang bagaimana) Ho Seok mengerutkan alis.
       "Ireoghae . . . "(Begini saja . . . ) Nam Joon bangkit dari duduknya.
       "Besok, kita semua harus datang ke sekolah Kim dan bertemu dengan gurunya. Kita saling bicara untuk temukan solusinya. Kalau perlu panggil teman sebangku Kim sebagai saksi," usul Nam Joon.
       "Oke. Kita datang ke sekolahnya Kim dan bicarakan dengan guru itu. Seperti itu, kan?" ujar Seok Jin setuju dan diangguki oleh yang lainnya.
       "Besok pagi aku ada rapat dengan investor. Kau tetap antar Kim ke sekolah seperti biasa. Kita akan tiba setelah rapat selesai. Karena kita harus datang bersamaan," tambah Nam Joon. Kadang kadang sisi kewibawaannya juga bisa bangkit ternyata.
       "Keurae," jawab Taehyung sambil mengangguk.

Lidahku ini . . . Rasanya gatal.
Tidak sabar ingin memakinya.
Pak guru Shin, aku merindukanmu.

Batin Nam Joon sambil tersenyum jahat.
                                        ***
       Lama sekali Kim menunggu di luar. Apalah solusi yang akan oppa oppanya berikan. Bagaimana jika mereka tidak percaya Kim? Ah, tidak mungkin. Apa benar mereka begitu? Pintu ruang kerja Seok Jin sepertinya tidak terbuat dari kayu biasa. Kim mau menguping saja tidak tembus. (Niatnya aja udah kagak baek, neng).
       Pintunya terbuka. Kim langsung bangkit semangat.
       "Keureom, eotteokke?" Kim memasang wajah memelas. Membuat oppa oppanya merasa iba.
       "Kami percaya padamu. Kau tidak mungkin melakukannya," Yoon Gi mengelus lembut pundak Kim.
       "Geogjeong hajima, ne. Semua akan baik baik saja," tambah Taehyung.
       "Kami sudah temukan solusinya. Oke?" timpal Jungkook sembari mengajak tos.
       Kim berusaha tersenyum. Lalu menerima ajakan tos Jungkook.
       "Besok kami akan datang ke sekolahmu. Jangan khawatir," ujar Seok Jin santai.
       "Ganti pakaian dan istirahat," pesan Jimin sembari berlalu meninggalkan Kim diikuti yang lain.
       "Oppa harus kembali ke kantor," Seok Jin mengelus puncak kepalanya seraya beranjak untuk kembali ke kantor bersama Yoon Gi, Ho Seok, dan Nam Joon.
       Kim tersenyum lalu menuju kamarnya.
                                       ***
       "Semalam kau tidur bersama Kim, kan?" ujar Taehyung sesaat setelah meninggalkan ruang kerja Seok Jin.
       Jimin tersentak.
       "Apa maksudmu?" bantahnya cemas.
       "Keojitmal hajimara (jangan bohong)," sahut Jungkook.
       "Kami melihatmu masuk ke kamar Kim kemarin malam. Benarkan?" Taehyung menimpali.
       "Kalau iya, kalian mau apa?" jawab Jimin.
       "Kau membuat kesalahan," ucap Jungkook lirih.
       "Apa? Dengar, jangan pernah beritahu Ho Seok hyung. Atau kalian tidak akan selamat," ancam Jimin.
       "Coba saja. Harusnya kau mengajak kami waktu itu," jawab Taehyung enteng.
       "Kalian . . ." Jimin aba aba hendak melempar magnae sialan itu dengan sepatunya.
       Tapi mereka sudah melarikan diri.
                                         ***
       "Dimana ponselku tadi?" Jimin bertanya pada dirinya sendiri sambil membongkar kamarnya dan mengelilingi ruang tengah mencari ponselnya.
       Sebelum ke toilet, ia ingat meletakkannya di atas meja ruang tengah. Tapi entah bagaimana, benda itu bisa lenyap sekarang. Tae dan Jungkook juga tidak luput dari investigasinya. Tapi anak anak itu mengatakan tidak tahu.
       Puas mengelilingi penjuru rumah, Jimin melihat seorang gadis duduk dengan santainya di ruang makan. Dengan sebuah buku di tangannya dan kedua telinganya di sumpal dengan earphone. Siapa lagi gadis yang tinggal di rumah ini kecuali Kim.
       Jimin hanya tersenyum sekilas sambil menghela napas. Maklumi saja, Kim memang suka mendengarkan musik. Apapun kegiatannya hampir selalu diiringi musik. Dan saat ini ponselnya disita. Ia pasti merasa hampa tanpa musik. Ponsel bersilikon hitam di atas meja terhubung dengan earphone di telinga Kim. Itu ponsel yang Jimin cari. Ternyata ada pada Kim.
       Ia biarkan saja Kim, tanpa berniat untuk mengambilnya. Langsung saja ia pergi menuju mobil dan kembali ke kampus.
       "Kau ini dari mana saja?" Soo Jung, kawan satu kampus Jimin langsung menepuk punggungnya geram.
       "Kau tidak lihat, pekerjaan di sini sangat banyak. Aku menelponmu sudah puluhan kali tapi tidak kau respon," omelnya sambil memperlihatkan layar ponselnya. 27 panggilan, tidak Jimin angkat.
       "Mianhaeyo. Ponselku tertinggal di rumah," jawab Jimin sambil menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal.
       "Kau bilang hanya mau menjemput adikmu. Kenapa lama sekali?" Soo Jung memajukan bibir.
       "Ya . . . Aku pulang ke rumah untuk mengerjakan sesuatu."
       "Ah, banyak alasan."
       "Jangan marah," bujuk Jimin.
       Soo Jung tidak bergeming. Langsung berlalu meninggalkan Jimin. Jimin hanya tersenyum sekilas kemudian mengekor di belakang Soo Jung.
                                        ***
       Lampu belajar menyala terang di kamar Kimberly. Goresan pulpen dan pensil tidak berhenti ia torehkan di atas kertas. Sejak sepulang sekolah, earphone yang terhubung dengan ponsel milik Jimin sama sekali tidak lepas dari telinganya.
       Suasana hatinya yang buruk memang tidak bisa di ajak negosiasi. Kalau bukan dengan alunan musik, maka tidak ada yang bisa memperbaiki moodnya. Masalah ponsel yang menimpanya siang tadi benar benar membuatnya kehilangan keceriaan.
       Untung saja ponsel milik Jimin oppa kesayangannya bisa ia gunakan untuk menghibur diri, agar sedikit melupakan masalah tersebut. Ya walaupun sesaat. Tidak seperti kebanyakan orang, Kim justru merasa lebih rileks belajar sambil mendengarkan musik. Bahkan ia sudah tidak peduli dengan oppa oppanya yang ia acuhkan sejak tadi sore. Musik sungguh telah membuatnya melupakan dunia luar.
       Jimin melintasi kamar adiknya ketika hendak menuju ke ruang tamu. Karena penasaran, ia pun mengintip apa yang sedang dilakukan oleh adiknya itu. Duduk dengan tenang menatap buku di depannya dan pensil di tangan sambil sedikit bersenandung merdu. Senyum terukir di sudut bibir Jimin melihat sang adik tidak terlihat buruk seperti saat baru saja pulang sekolah. Tidak masalah jika Kim mau menggunakan ponselnya selama seminggu bahkan. Kalau itu membuat hatinya senang, tidak jadi masalah.
       Perasaannya tiba tiba menjadi tidak nyaman. Seperti ada yang sedang mengamatinya. Kim menoleh ke arah pintu kamarnya, memastikan tidak ada orang yang sedang mengintipnya. Menyadari Kim menoleh ke arah pintu, Jimin segera bersembunyi di balik dinding. Namun akhirnya ia memutuskan tidak memata matai adiknya lagi. Ia menuju ruang tamu karena Seok Jin hyung sudah menunggunya.
       "Kenapa seharian ini kau tidak bisa dihubungi?" Seok Jin langsung mengintrogasinya.
       "Ponselku dirumah," jawab Jimin singkat sambil duduk di samping Seok Jin.
       "Biasanya kau tidak bisa lepas dari benda itu."
       Jimin terkekeh.
       "Kim menggunakannya. Ponselnya sedang disita. Jadi dia gunakan ponsel milikku untuk mendengarkan musik seharian ini."
       "Lalu?"
       "Lalu? Aku biarkan saja."
       "Keurae. Biarkan saja," sahut Ho Seok.
       "Soo Jung juga memarahiku tadi."
       "Karena kau tidak bisa dihubungi?" tebak Taehyung.
       Jimin mengangguk.
                                       ***
       Kim beranjak menuju kamar mandi untuk menyikat gigi sebelum tidur. Sudah siap dengan piyama favoritnya berwarna biru. Begitu ia keluar dari kamar mandi pribadinya, Kim terbelalak melihat Taehyung dan Jungkook oppa sedang baring baring santai di atas tempat tidurnya.
       "Kenapa kalian ada di sini? Bukannya tidur di kamar masing," ujar Kim sambil berjalan menuju tempat tidur tersebut.
       "Aah, malam ini kita akan tidur bersama," jawab Jungkook semangat.
       "Mwo?" mata Kim membulat.
       "Kemarin malam kau tidur dengan Jimin. Jadi malam ini giliran kami yang tidur bersamamu. Apa kau malu?" goda Taehyung.
       Kim tertawa lebar.
       "Aku ini tidak punya malu kalau hanya dengan kalian," jawab Kim percaya diri.
       "Oo, chincaeyo?"
       "Jeongmalyo?" tambah Jungkook.
       Kimberly tertawa geli saat Jungkook mencoba menggelitiknya. Taehyung juga ikut ikut menggelitiknya sehingga Kim menggeliat kesana kemari. Mereka berdua justru menertawakan Kim yang saat ini jadi bahan bulian oppa oppanya.
       "Hentikan hentikan," Kim mengatur napas sambil memegangi perutnya terasa nyeri setelah rasanya seperti terkocok karena terlalu banyak tertawa.
       "Nanti Seok Jin dan Ho Seok oppa mendengar kita. Mereka mungkin akan merasa iri dan ingin tidur di sini juga," lanjutnya dengan napas yang masih naik turun.
       "Apa Jimin memintamu tidak memberitahu Ho Seok hyung bahwa kalian tidur barsama?" Taehyung penasaran.
       Kim mengangguk kecil.
       "Waeyo?" tanyanya.
       "Anio. Ayo tidur," ajak Taehyung.
       Semua menutup sebagian tubuh dengan bed cover. Kim tidur di bagian tengah sehingga Taehyung dan Jungkook sekarang leluasa memeluknya. Hangat. Apalagi ada Kim. (Azeeekk). Jungkook mematikan lampu di dekat side table karena dia yang paling dekat dengan saklar. Lagipula tangannya panjang. Jadi pasti tidak sulit.
                                        ***

Recomended Song :
BTS - Airplane pt.2 (korean and japanese version)

      

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang