53. Boneka Beruang

33 3 0
                                    

       "Apa tadi dia hanya makan sesuap?" bisik Nam Joon yang terdengar oleh Yoon Gi di sebelahnya.
       "Seperti yang kau lihat," jawab Yoon Gi santai dan singkat.
                                        ***
       Jimin melangkah lunglai kembali menuju kamarnya. Keadaannya masih sama. Kosong. Jimin benar benar kosong. Langkahnya benar benar lemas seolah tulang tulangnya sudah rontok. Namun ketika ia melintas di depan kamar Kim, tiba tiba ia berhenti.
       Ia menoleh dan mendekat ke pintu. Lalu mengangkat tangannya seperti hendak membuka. Suara deritan handle pintu yang diputar oleh Jimin terdengar mistis.
       Dan saat pintu itu terbuka sepenuhnya, Jimin masuk dengan mata yang berkaca kaca. Pandangannya tersapukan ke seluruh penjuru ruangan yang bercat putih dan di lengkapi dengan beberapa pajangan. Diantaranya adalah foto Kim sendiri yang tersusun manis di side table. Juga wajahnya yang ceria saat mereka semua mengambil foto bersama kala Kim sedang berada di Los Angles dimana foto itu telah menjadi bagian dari pajangan pajangan tersebut.
       Dan tentunya pajangan berupa roster pelajaran yang menghiasi dinding di sekitar meja belajar si pemilik kamar. Tidak cukup hanya itu, aneka sticky notes warna warni juga turut ditempelkan yang berisi jadwal kuis, ekstrakurikuler, latihan Taekwondo, ujian mingguan, dan tidak ketinggalan catatan catatan tentang rumus yang sama beragamnya. Mulai Matematika, Fisika, Kimia, atau katakanlah semua mata pelajaran yang berhubungan dengan rumus.
       Semua hal dalam kamar ini, tidak ada yang tidak berhubungan dengan Kim. Ya, sudah pasti karena ini adalah kamarnya. Setidaknya masih ada benda yang bisa membuat Jimin merasakan keberadaan Kim. Tapi kembali, itu hanyalah sebuah perasaan. Nyatanya Kim tidak di sini. Dan kesedihan kembali muncul di hati Jimin.
       Sampai lelah rasanya ia menangis. Namun tiba tiba saja matanya terasa perih. Mungkin karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Jadinya terasa kantuk dan ingin berbaring. Begitu saja terlintas di benaknya untuk tidur di kamar Kim. Sebuah boneka beruang putih besar bersandar rapi di atas tempat tidur.
       Ya, Jimin akhirnya memutuskan untuk tidur di sini saja. Bersama boneka tersebut yang selama ini tidak pernah absen menemani pemiliknya tidur. Terasa begitu lembut dan hangat saat Jimin memeluk sang boneka. Senyaman pelukan Kim. Hingga tanpa disadari, Jimin sudah terlelap di atas tempat tidur sambil memeluk boneka beruang putih besar.
                                         ***
       Esok hari baru, dan semangat baru. Harus bangun pagi dengan stamina yang baik. Maka seusai makan malam, Nam Joon langsung beranjak menuju kamarnya untuk istirahat. Meskipun sebenarnya tidak langsung tidur. Melainkan menonton atau bermain game hingga hampir tengah malam. Lalu menaiki puluhan anak tangga yang bersih nan mengkilap. Dan saat ia melewati kamar Kim, kenapa pintunya terbuka?
       Seingatnya, tak ada orang yang masuk ke kamar itu setelah pemiliknya pergi. Karena penasaran, Nam Joon akhirnya memutuskan untuk mengecek. Dan ternyata, Jimin sedang tertidur pulas dengan boneka beruang putih besar. Anak itu pasti sulit tidur nanti. Tapi beruntunglah dia bisa tidur lebih awal hanya dengan memeluk boneka, begitu pikirnya.
       Ia menghembuskan napas berat lalu turut masuk. Kemudian menyelimutinya dan mematikan lampu. Setelah itu, Nam Joon keluar meninggalkan Jimin. Agar dia bisa istirahat dengan tenang. Mumpung dia bisa tidur. Nam Joon menebak adiknya ini tidur karena lupa atau lelah. Jika tidak, dia pasti termenung entah sampai kapan.

Harus ada cara untuk selesaikan ini.

Gumam Nam Joon seraya menutup pintu.
                                         ***
       "Jimin(ssi)," Ho Seok memasuki kamar Kim.
       "Jimin(ssi), ireonae," (bangunlah) Ho Seok menggoyang goyangkan tubuh Jimin. Tapi Jimin tidak juga bangun.
       "Jimin(ssi), ireonae ppalli," (cepat bangun) Ho Seok terus mengguncang tubuh Jimin, namun ia hanya menggeliat. Bahkan guncangan Ho Seok semakin kencang. Tapi Jimin tetap tidak bangun.
       Setelahnya Ho Seok mengamati Jimin sebentar. Tubuhnya berkeringat dalam pelukan boneka beruang dan balutan bed cover. Ia terkejut dan wajahnya langsung berubah cemas saat akhirnya memahami keadaan Jimin.
       "Jimin, kau demam?" Ho Seok menyentuh dahi Jimin yang panas. Memastikan apa Jimin baik baik saja. Tapi sebenarnya Jimin tidak baik.
       "Aigoo. Jin hyung!" teriaknya.
       Seperti orang bingung, Ho Seok berjalan ke sana kemari sambil mengacak acak rambutnya.
       "Jin hyung, ppalli!!" (Cepat) teriaknya semakin kencang.
       "Jimin(ssi), gwaenchanhae?" Ho Seok mengelus puncak kepala Jimin yang nampak lemas dan suhu tubuh yang tinggi.
       "Kemana semua orang?" Ho Seok menggerutu.
       "Jin hyu . . . "
       "Wae?" Seok Jin muncul dari balik pintu. Langsung memotong ucapan Ho Seok yang hendak berteriak memanggilnya.
       "Kau ini kenapa?" Nam Joon menatapnya bingung tapi juga sedikit sebal.
       "Masih pagi kenapa teriak teriak?" gerutu Taehyung.
       "Hyung, lihatlah Jimin."
       "Mwo? Waeyo?" Seok Jin mendekat ke tempat tidur.
       "Eung?" alisnya mengkerut saat tangannya menyentuh dahi Jimin.
       "Wae?" Yoon Gi turut penasaran dan ikut menyentuh dahi Jimin.
       "Panas sekali," lirih Yoon Gi.
       "Chinchae? Jimin hyung, apa kau demam?" Jungkook mendekati Jimin yang terbaring lemas. Diikuti Taehyung dan Nam Joon.
       "Jimin(ssi), gwaenchanhaeyo?" Nam Joon nampak cemas.
       "Haruskah kita ke rumah sakit?" usul Taehyung.
       "Anya. Aku tidak mau," jawab Jimin tiba tiba.
       "Eung? Waeyo?" tanya Seok Jin.
       "Aku akan membaik setelah istirahat. Gwaenchanhae."
       "Apa kau sungguh baik baik saja? Apa kau mau sesuatu?" cecar Nam Joon.
       "Anya. Kalian cepatlah berangkat. Nanti terlambat."
       "Kau ini bagaimana? Lihat dirimu. Kalau kami semua pergi, lalu kau bagimana. Dasar!" marah Ho Seok.
       Nam Joon menyikutnya seolah mengatakan, "Kenapa memarahinya?"
       "Pantas  dia tidak bangun juga," bisik Jungkook.
       "Aku akan telepon Lee Ahjumma," ujar Yoon Gi sembari langsung menelepon orang yang bersangkutan.
       "Ne, yeoboseyo?"
       ". . . "
       "Ahjumma, Yoon Gi imnida." (Ini Yoon Gi).
       ". . ."
       "Ahjumma, Jimin sedang sakit. Bisakah kau datang?"
       ". . ."
       "Tidak. Dia hanya demam."
       ". . ."
       "Tidak. Katanya, tidak mau ke rumah sakit."
       ". . . "
       "Masalahnya hari ini tidak ada satu pun diantara kami yang libur."
       ". . . "
       "Jangankan minum obat, dia bahkan belum bangun."
       ". . . "
       "Ya, kami masih bersamanya sekarang. Tapi seharusnya sebentar lagi kami harus berangkat."
       ". . ."
       "Jeongmalyo?"
       ". . ."
       "Neomu gamsahaeyo, Ahjumma." (Terima kasih banyak).
       ". . ."
       "Ne. Annyeongghi kyeseyo."
       Yoon Gi merasa sedikit lega setelah menelepon Lee Ahjumma. Begitu selesai, ia langsung kembali menghampiri Jimin dan yang lain.
       "Tidak apa apa. Lee Ahjumma akan datang dan mengurusmu. Kami bisa berangkat dengan tenang," ujar Yoon Gi tenang sambil tersenyum kecil pada Jimin.
       Semua menghembuskan napas lega.
       "Dengar, patuhi Lee Ahjumma. Jangan lupa sarapan sebelum minum obat. Mandilah air hangat jika kau menginginkannya. Dan jangan gunakan kaus seperti ini," Seok Jin mulai mengomel sambil menarik ujung lengan kaus tipis yang Jimin gunakan.
       "Jangan gunakan kaus tipis seperti ini," lanjutnya.
       "Kau harus pakai yang lebih tebal, hyung," tambah Jungkook.
       "Jaket, hodddie, atau sweather," usul Taehyung.
       "Tidakkah aku akan merasa kepanasan?"
       "Tidak usah membuat alasan. Jika kau merasa kepanasan lalu berkeringat, kau akan merasakan tubuhmu mulai membaik. Bukannya keringat dinging seperti ini. Mengeluarkan keringat sangat penting bagi orang yang sakit," si jenius mulai berteori.
       "Baiklah," jawab Jimin lemah.
       "Istirahat yang cukup dan minum obat. Jangan sampai kau membantah Lee Ahjumma," timpal Yoon Gi.
       "Lee Ahjumma akan segera datang. Kami akan berangkat sekarang," ujar Seok Jin.
       "Akan aku jelaskan pada profesor Ahn, bahwa hari ini kau tidak masuk karena sakit. Jangan khawatir," Taehyung berinisiatif.
       "Ne, gomabda."
       "Istiratlah, hyung. Supaya kau cepat sembuh," ucap Jungkook.
       "Aku nyalakan dulu penghangat ruangannya," Nam Joon membuka lemari kabinet yang juga difungsikan sebagai side table. Sebuah penghangat ruangan berwarna hijau milik Kim dikeluarkannya dari sana. Segera ia sambungkan dengan stopkontak dan menekan tombol power. Kepulan asap putih nan hangat pun langsung keluar dari corongnya. Ruangan juga menjadi hangat seketika.
       "Baiklah, kami akan pergi," ujar Seok Jin sambil beranjak diikuti oleh saudara saudaranya.
       "Keurae," jawab Jimin sambil berusaha tersenyum.
       Setelah Seok Jin dan yang lain keluar, Jimin kembali tenggelam dalam bed cover dan boneka beruang itu. Matanya kembali terpejam dan merasakan tubuhnya begitu dingin.
       "Apa menurutmu Jimin hyung itu stress memikirkan Kim sampai demam begitu? Dia bahkan tidur di kamar Kim," ucap Jungkook dengan nada pelan ketika jalan beriringan dengan Taehyung begitu meninggalkan kamar Kim.
       "Entahlah," Taehyung mengangkat bahu.
                                        ***

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang