83. Bunga Lily

31 4 0
                                    

       Kembali ke neraka rasanya memang selalu menyiksa dan menyakitkan. Dan kenapa Kim selalu kembali ke kamar itu? Kenapa Tuhan tidak izinkan dia untuk bebas? Kesalahan apa yang pernah diperbuatannya di masa lalu?
       Melewati malam ini hampir tidak mungkin bagi Kim. Dini hari tadi Kim kembali mendekam di kamar ini. Kim jadi semakin benci pada manusia bernama Hyeon Joon.
       "Agasshi . . . " Chan Bin memasuki kamar Kim tapi terkejut karena Kim tidak ada di sana.

Apa dia mencoba lari? Astaga.

Batinnya. Chan Bin langsung mengambil langkah seribu, mencari Kim. Dia akan tamat jika Hyeon Joon tahu. Dan jadilah Chan Bin mengitari hampir seluruh bagian rumah untuk mencari Kim.
       Di luar cuacanya sangat cerah. Hari ini mataharinya seperti sedang tersenyum. Kim sudah bolos sekolah selama 3 hari. Di sini dia juga tidak bisa belajar. Tapi setidaknya ada satu tempat yang membuat mood Kim lebih baik.
       Chan Bin sampai pergi ke taman dengan napas terengah engah. Namun di saat yang bersamaan, ia juga merasa lega. Agasshi yang dicarinya ternyata sedang mengisi pot dengan tanah. Tanaman di pot itu tampak layu dan mengering. Tanahnya juga putih dan retak retak. Dia lalu meraih air dalam wadah penyiram tanaman. Lalu diguyurkannya air air tersebut bagaikan hujan. Airnya langsung menyerap, dan tanahnya menjadi basah.
       Chan Bin hanya tertegun.
       Setelah dirasa cukup, pot itu kemudian diletakkan kembali ke tempatnya semula. Pot itu berisi bunga lily berwarna putih. Sayang, kuntum bunganya sempat merunduk layu. Tapi pasti akan kembali segar setelah di siram.
       Chan Bin masih terus memperhatikannya. Setelah mencuci tangan, barulah ia sadar kalau Chan Bin sedang memperhatikannya.
       "Nona Kim, Anda di sini?" ujarnya.
       Kim mencoba tersenyum.
       "Di kamar membuatku bosan," jawabnya seraya duduk di kursi taman yang panjang.
       "Kapan . . . Aku bisa pergi dari sini?" gumam Kim.
       "Kenapa Nona sangat ingin pergi dari sini? Bukankah ini rumah Ayah Anda? Artinya ini rumah Anda juga," tanya Chan Bin.
       "Chaeseonghamnida. Saya lancang."
       "Ani. Aku memang sangat tidak ingin ada di sini. Kau juga lihat bagaimana dia memaksaku dan bagaimana aku meronta," jawab Kim, terkekeh.
       "Menga . . . pa?"
       "Apa kau akan baik baik saja jika aku menceritakan kisah kelamku yang disebabkan oleh majikanmu?"
       Chan Bin hanya diam dan mendunduk.
       "Kenapa hanya berdiri? Aku tidak akan melarangmu seperti majikanmu itu jika kau duduk di sampingku."
      "Animnida."
      "Arraseo. Ternyata kau membangkang."
       "A . . . Animnida. Geureoghae animnida," Chan Bin tampak gugup. Kim malah menertawakannya. Karena tidak ingin dianggap membangkan lagi, Chan Bin akhirnya duduk di samping putri majikannya.
       "Berapa usiamu sekarang?" tanya Kim tanpa ragu.
       "Ne? Aku 19 tahun."
       "Chinchae? Ternyata kau hanya 2 tahun lebih tua dariku. Apa kau tidak sekolah?"
       "Aku sudah lulus SMA awal tahun ini."
       "Kau tidak akan melanjutkan kuliah?"
       "Aku akan daftar kuliah mulai awal tahun depan."
      Kim mengangguk mengerti.
       "Pasti majikanmu yang membiayainya. Jadi kau menjadi bodyguard sejak masih SMA?" tanya Kim lagi.
       "Keuraeseumnida."
       "Lain kali aku ingin bertarung denganmu. Kau pasti pandai bela diri."
       "Animda. Saya tidak sepandai Nona yang sudah pernah juara dunia."
       "Eung, eotteokhae ara?"
       Chan Bin terkekeh.
       "Pertandingan Taekwondo Internasional beberapa bulan yang lalu ditayangkan secara langsung di seluruh stasiun TV Korea."
       "Benar juga. Aku lupa," gumam Kim.
       "Nona sangat luar biasa. Nona bisa juara dunia seperti saudara Nona," Chan Bin tersenyum lebar ke arah Kim.
       "Gomabda. Keureonde, bagaimana kau bekerja pada majikanmu sekarang? Bukankah ini bisa saja sangat berbahaya? Kalau terluka atau bahkan cacat, kau tidak akan bisa bekerja lagi. Kau juga mungkin akan kehilangan kesempatan untuk kembali belajar."
       "Mianhaeyo. Apa pertanyaanku itu menyinggung?"
       "Animnida. Itu . . . "
       "Gwaenchanha. Kau tidak perlu menjawab jika itu mengusikmu. Aku masuk saja. Di sini mulai dingin," ujar Kim seraya beranjak.
       "Pakailah ini. Nona meninggalkannya di kamar. Mari, aku akan mengantarmu," Chan Bin memakaikan jaket Kim lalu mengantarnya kembali ke kamar.
       "Gomawo."

Nona Kim sangat baik dan manis. Kenapa sikapnya begitu buruk pada Ayahnya sendiri? Kenapa saudara saudaranya juga membenci Ayah mereka? Apa Tuan Hyeon Joon pernah melakukan kesalahan yang tak termaafkan terhadap mereka di masa lalu?

Batin Chan Bin seraya mengekori Kim sambil menatapnya.
       "Aku sangat menyukai olahraga bela diri sejak usia 10 tahun. Aku tidak pernah tahu seperti apa wajah Ayahku. Selama ini aku hanya memiliki Ibu," Chan Bin tiba tiba bercerita. Kim langsung menoleh ke arahnya. Tadi dia terlihat tidak ingin mengumbarnya.
       "Tuan Park mempekerjakanku setelah dia melihat aku memenangkan kompetisi nasional. Sekarang Ibuku sedang sakit dan hidup kami sangat miskin. Aku seorang anak laki laki. Jadi Ibu adalah tanggung jawabku. Tuan Park menyekolahkanku, memberiku latihan khusus, membiayai hidup kami, dan juga menanggung pengobatan Ibu. Dia banyak membantu keluargaku. Sehingga sulit bagiku untuk berpaling darinya. Meskipun tidak setiap saat Tuan Park bersikap baik padaku. Dia sangat kasar, pemarah, dan ambisius. Maksudku, Tuan tidak sebaik itu. Jadi kupikir, Agasshi membencinya karena kesalahan yang mungkin pernah dia lakukan. Ahngeurae?"
       Kim menangguk kecil.
       "Kau tahu, kisah kita ini hampir sama. Hanya saja Ibuku sudah tiada," ujar Kim.
       "Aku minta maaf. Apa aku membuatmu sedih?"
       "Tidak juga. Aku tinggal bersama Ibuku sejak lahir. Aku memang punya Ayah. Tapi dia seperti tidak pantas disebut 'Ayah'. Dia sangat suka berfoya foya. Saat aku lahir, dia selingkuh dengan aktris lalu mengusirku dan Ibu keluar dari rumah. Kau tahu? Kami tidak punya siapapun di Seoul. Dia begitu kejam. Nam Joon oppa sering dipukuli olehnya. Karena itu, dia juga sama kejam dan menakutkannya seperti majikanmu. Lalu aku dan oppa hidup terpisah selama 17 tahun. Mereka bahkan tidak pernah tahu dimana aku atau apa aku dan Ibu masih hidup."
       "Apa oppa yang bernama Nam Joon itu yang ditahan oleh para pengawal kemarin malam?"
       Kim mengangguk.
       "Lalu bagaimana Nona melanjutkan hidup?"
       "Ada seorang Nenek yang menolong kami dan menjadikan Ibu sebagai anak angkatnya. Dan dia adalah Nenekku hingga sekarang."
       Chan Bin manggut manggut.
       "Tuan Park pasti sangat mengabaikan kalian."
       "Ya, begitulah. Beberapa minggu yang lalu, ia datang ke rumah kami. Dia berpura pura seperti korban. Ujung ujungnya, dia ingin membawaku. Padahal aku tidak pernah muncul terbersit di benaknya. Oppa marah besar waktu itu. Dan sejak itulah, majikanmu terus mengganggu keluarga kami."
       "Tapi bagaimana Nona dan kakak Nona bisa bertemu? Bukankah kalian terpisah selama 17 tahun?"
       "Aku juga tidak yakin. Tapi aku merasa itu memang takdir. Oppa bilang, wajahku mirip dengan Jimin oppa. Jadi mereka langsung penasaran dan mulai mencariku. Awalnya aku juga tidak tahu kalau aku punya 7 oppa. Setelah menemukanku, aku langsung dibawa pulang dan tinggal bersama oppa hingga sekarang. Sangat luar biasa, bukan?"
       "Ya. Sangat luar biasa. Aku bisa melihat, mereka semua sangat menyayangimu. Terus terang, rumah ini memang tidak cocok untukmu. Aku pun sebenarnya tidak ingin terus di sini. Aku ingin sekali membantumu. Tapi . . . "
       "Tidak masalah. Terima kasih sudah menjadi teman bicara yang baik."
       "Sama sama," Chan Bin membukakan pintu kamar untuk Kim.
       "Aku permisi," Chan Bin lalu meninggalkan Kim di kamar itu.
       Lagi.
       Sepeninggalan Chan Bin, Kim kembali merasa bosan di dalam kamar. Ia berjalan menuju jendela dan melihat langit pagi ini, sambil memasukan tangannya ke dalam saku jaket. Tapi tiba tiba saja ia merasa ada sesuatu di dalam sakunya. Sambil menautkan alis, ia mencoba merogoh sakunya dan kemudian mendapatkan secarik kertas. Berwarna kuning dan kecil. Kelihatan seperti kertas sticky notes.
       Saat ia membuka lipatan kertasnya yang kusut, Kim langsung terbelalak. Nomor telepon? Bagaimana bisa ada di sana? Siapa yang memasukkannya
       Tunggu . . .
       Tulisannya sangat bagus dan rapi. Sepertinya Kim mengenal tulisan tangan itu. Selama beberapa menit, ia terus menatap kertas tersebut dan akhirnya dia tahu. Ia hendak minta tolong Chan Bin. Tapi dia sudah pergi beberapa menit yang lalu.

Ya sudahlah. Nanti dia pasti akan kembali saat mengantar makan siang.

Ujar Kim dalam hati.
                                 ***

Recommended Song :
BTS JHope - 'Map Of The Soul : 7' Comeback Triler 2 'Ego'_Official_MV

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang