55. I'm Down Without You

37 3 0
                                    

       Perut sudah kenyang dan kamar sudah sepi. Tersisa Jimin seorang yang terbaring di atas tempat tidur. Hyung dan deongsaengnya sudah meninggalkan kamar itu 30 menit yang lalu. Kamar Jimin tadinya berubah menjadi ruang makan dadakan. Tapi sekarang suasana sudah kembali tenang. Hening.
       Terkadang ia merasa tubuhnya sedikit gatal sebab tak menyentuh air seharian tadi. Dan setelah malam ini, ia sudah genap sehari semalam tidak mandi. Seok Jin melarangnya mandi karena demamnya belum turun. Ah, menyebalkan.
       Sampai seluruh tubuhnya merasa lelah terus terbaring dan tidur. Kebiasaannya yang aktif dan banyak kegiatan membuatnya terbiasa. Sehingga saat istirahat total, Jimin merasa tubuhnya tidak bugar.
       Jimin hanya terdiam sambil memandang langit langit kamarnya yang putih bersih. 20.00 KST. Semua orang pasti sedang menonton TV sambil makan es krim atau cemilan lainnya. Sedangkan Jimin hanya diam di kamar, tidak melakukan apa apa. Menyedihkan sekali.

Aku jalan jalan saja. Pasti boleh, kan?

Pikirnya sambil menyingkap bed cover blue navy yang menyelimutinya.
       Jimin merasakan sejuk ketika telapak kakinya menyentuh lantai. Melangkah pelan menuju ambang pintu kemudian meninggalkan kamar. Segar sekali udaranya di luar. Terus berada di kamar, udaranya serasa pengap.

Apa yang akan kulakukan sekarang? Menemui Lee Ahjumma dan menyapanya?

Ucap Jimin dalam hati sambil melihat sekeliling.
       Sesaat kemudian ia mulai berjalan menjauhi kamarnya menuju lantai dasar. Semua baik baik saja. Berjalan sampai di depan tangga, namun Jimin tidak merasakan pusing sampai tubuhnya serasa mau ambruk. Akan tetapi saat hendak menuruni tangga, Jimin teringat seperti melewatkan sesuatu.
       Sebuah kamar yang tak jauh dari kamarnya. Kamar pertama yang ditemui begitu naik ke lantai 2. Di pintunya tertempel aneka huruf dalam bentuk hiasan berupa stiker bertuliskan 'KIMBERLY'. Lagi lagi Jimin merasa pilu.
       Hilang sudah niatannya menyapa Lee Ahjumma. Sekarang ia justru masuk ke kamar Kim. Baru sebentar saja ia melupakan masalah ini, sekarang kembali teringat. Kamar itu masih tetap sama seperti saat Jimin meninggalkannya pagi tadi. Hanya saja sangat gelap. Karena tidak ada yang menempati, maka dari itu lampunya dimatikan.

Apa yang sedang dia lakukan sekarang? Apa dia sudah makan? Dia sedang belajar?

Batin Jimin. Bertanya pada dirinya sendiri sambil memandang seisi ruangan. Lalu terpaku pada sebuah meja dengan beberapa buku dan lampu belajar di atasnya yang terletak di dekat jendela.
       Meja itu sekarang kosong. Pemiliknya biasa belajar di sana.

Bagaimana kabarmu?

Lagi lagi Jimin bermonolog dalam hati.
       Diraihnya sebuah foto yang dibingkai cantik. Foto Kim yang sedang tersenyum bahagia. Tapi sayangnya itu hanyalah foto. Semakin lama, Jimin semakin larut menatap foto itu. Sampai dia peluk dengan mata berkaca kaca.
       Sudah. Sudah ia coba mengendalikan diri tapi tak bisa. Tubuh atletisnya justru terasa lemas dan ia terduduk di atas karpet bludru berwarna merah maroon. Air matanya sudah tidak bisa dibendung dan jadilah ia menangis tak bersuara sambil memeluk foto sang adik. Tiba tiba rasa rindu itu semakin besar dan semakin membuatnya lemas.
       Dia yang tadinya duduk memeluk lutut, sekarang terbaring di karpet tersebut. Air matanya terus membanjir. Hatinya seolah tersayat. Perih. Biasanya hal seperti ini terjadi pada orang orang yang patah hati karena putus cinta. Tapi ini tidak berlaku bagi seorang Jimin. Karena baginya, cintanya hanyalah Kim. (Terlalu sayang adik, ya). (Contohlah dia).
       Air matanya terus mengalir seiring dengan Jimin yang terus membongkar memori memori tentang Kim. Sambil meringkuk di atas karpet, ia memeluk foto Kim dan terus meratap. Baru saja tubuhnya membaik, tapi sekarang kepalanya terasa kembali berdenyut.

Sampai kapan aku seperti ini? Kapan semua ini berakhir? Bagaimana cara mengakhirinya? Aku sangat merindukannya. Tapi dia masih marah padaku. Andai kau tahu bagaimana hancurnya aku sekarang, apa kau akan kembali dengan mudah? Kimberly. Aku seperti tak sanggup lagi. Yang terjadi belasan tahun lalu itu sudah cukup menyakitkan. Kenapa mesti terulang lagi? Kenapa kau tidak mempercayaiku? Kau percaya aku menyayangimu, kan?
Ya Tuhan, aku sungguh telah menjadi gila.

Jimin terus berkata dalam hati seraya menyayangkan semua hal yang terlanjur terjadi. Kira kira kalimat apalagi yang cocok untuk mendeskripsikannya.
       Sudah.
       Begitu saja. Tidak ada yang dia lakukan selain masih menangis dan meringkuk.
       Jimin yang malang.

                                        
Kenapa pintunya terbuka?

Yoon Gi terhenti saat melintas di depan kamar Kim yang pintunya terbuka.
       Awalnya ia hanya ingin menutup pintunya saja lalu pergi. Akan tetapi ia justru melihat sesosok yang tengah meringkuk di atas karpet dalam kamar si bungsu. Tentu saja Yoon Gi langsung memeriksa, siapa yang berada dalam kamar Kim.

Aish, anak ini. Kenapa tidur di sini? Kalau sakit lagi bagaimana? Dasar!

Gerutunya dalam hati saat melihat ternyata Jimin yang terlelap di sana.
       "Yak . . ."

Aniyo. Dia pasti merindukan Kim. Karena itulah dia tidur di sini kemarin malam, dan sepertinya malam ini juga. Tapi dia belum sembuh total, kan? Ya ampun.

Batin Yoon Gi seraya mengurungkan niatnya untuk membangunkan Jimin dan memintanya tidur di kamarnya sendiri.
       Ia menghela napas lalu meraih bed cover dan bantal yang disusun rapi di atas tempat tidur. Kemudian ia mengangkat kepala Jimin perlahan dan menempatkan bantal di bawahnya. Setelah itu Yoon Gi menyelimuti seluruh tubuh Jimin dengan bed cover. Tak lupa, ia menyalakan penghangat ruangan dan meletakkannya di sisi Jimin. Lagipula tidak mungkin Yoon Gi mau mengangkat tubuh Jimin dan memindahkannya ke atas tempat tidur.
       Apalagi yang bisa dia lakukan. Melihat Jimin yang tidur sambil memeluk foto Kim.
       Menyedihkan.
                                         ***
       "Eung? Kau sudah sembuh?" tanya Seok Jin saat melihat Jimin memasuki ruang makan.
       "Seperti yang kau lihat," jawab Jimin dengan senyum kecilnya.
       "Keuraeyo?"
       Jimin mengangguk.
       "Jimin(ssi), tidurmu nyenyak semalam?" Yoon Gi nampak baru saja turun dari tangga bersama yang lain.
       "Eung," jawab Jimin singkat.
       "Kenapa tiba tiba bertanya?" Ho Seok merasa aneh karena Yoon Gi menanyakannya.
       "Dia tidur di sembarang tempat. Semalam di kamar Kim. Karena itulah aku bertanya," jelas Yoon Gi.
       "Keureom?" (Lalu?) timpal Taehyung.
       "Musseun maliya? (Apa maksudmu?) Dia tidur di lantai. Kalau tidak ada karpet, pagi ini dia pasti tidak akan bangun."
       "Waeyo?" Jungkook tertawa kecil.
       "Maksudku kalau dia tidur di lantai, dia pasti demam lagi."
       "Chaeseonghamnida," ujar Jimin. Terasa tersudutkan.
       "Sudahlah, ayo makan," ajak Seok Jin.
       "Khajja," Nam Joon tampak sangat berselera pagi ini.
       "Keureonde, pergilah ke rumah Nenek dan antar Kim ke sekolah," ucap Jimin pada Taehyung sambil mengunyah makanan.
       "Ne? Haruskah?"
       "Kau tahu aku tidak mungkin menemuinya. Hanya kau yang bisa melakukannya. Aku tidak perlu jelaskan kenapa aku memintamu melakukannya, kan?"
       "Ya ya, baiklah," jawab Taehyung patuh.
                                         ***

Recommended song :
BTS - Heartbeat

116 : Alhamdulillah
        
         Ayo semangat bacanya. Endingnya udah deket.

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang