47. Sudah Kacau

33 2 0
                                    

        "Aku tidak lihat Kim sejak pulang kerja. Apa dia di kamar?" tanya Seok Jin ketika ia dan saudara saudaranya sedang berkumpul di ruang keluarga.
       "Dia di kamar. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk. Sejak pulang sekolah dia tidak keluar dari kamar," jawab Ho Seok.
       "Tadi aku melihatnya mengambil makan malam. Dia bahkan makan di kamar bukannya bersama kita," sahut Taehyung.
       "Kalian sudah coba tanyakan?" selidik Yoon Gi.
       "Jimin hyung sudah mencobanya. Dia bilang tidak enak badan," jelas Jungkook.
       "Maksudmu dia sakit?!" Seok Jin dan Yoon Gi sama sama terbelalak.
       "Siapa yang sakit?" Nam Joon tertinggal berita.
       "Katanya, dia akan lebih baik setelah istirahat," jawab Ho Seok.
       "Syukurlah," Seok Jin kembali tenang.
       "Hei, siapa yang sakit? Kim?"
       "Lupakan," Ho Seok masa bodoh.
       "Payah," gumam Taehyung.
                                        ***
       Lampu di atas meja belajar Jimin masih menyala terang. Buku buku tebal dibiarkan terbuka tanpa ada yang ia baca satu kata pun. Pulpen di tangannya juga hanya dimainkan tanpa menorehkan tintanya di atas kertas. Niatnya dia akan mengerjakan tugas merangkum dengan bantuan buku yang kemarin diambilnya dari rumah Seul Gi. Ah, dia lagi. Tapi sikap Kim yang tidak menampakkan diri seharian membuatnya gusar.
        Hatinya sungguh tidak tenang hingga ia memutuskan untuk pergi ke kamar Kim. Di jam begini harusnya dia sudah tidur. Tapi biarlah. Daripada Jimin insomnia lagi karena terus memikirkan Kim. Lagipula Jimin hanya akan menengoknya saja. Bukan membangunkannya. Walaupun sebenarnya Jimin penasaran dan ingin menanyakan perihal sikapnya siang tadi.
       Jimin beranjak dan langkahnya mantap menuju kamar sang adik. Saat ia tiba di depan pintu, Jimin berhenti. Menarik napas lalu mengetuk pelan pintu kamar Kim. Tidak ada respon. Jimin pun langsung membuka pintu dan mendapati Kim sudah terlelap ditemani dengan sebuah guling yang tak bisa jauh darinya.
      Jimin menghela napas menatap sang adik yang sekarang sedang di alam mimpi ketika ia melangkah masuk lalu berjongkok di samping tempat tidur Kim. Adiknya yang satu ini paling bisa membuatnya cemas tapi juga tenang. Ia tersenyum simpul melihat Kim yang tertutup oleh bed cover sambil memeluk guling.
       Kim pernah bilang, bahwa ia tidak bisa tidur kalau tidak memeluk guling. Tapi dia lebih baik tidur tanpa bantal daripada tanpa guling. Lehernya jadi tegang saat bangun pagi jika malamnya tidur tanpa bantal. (Peluk Jimin oppa aja Kim. Anggap aja dia guling). Anak ini memang entah bagaimana.
       Jimin terkekeh saat mengingat kebiasaan adiknya ini. Sambil terus menatapnya, Jimin mengelus lebut rambut Kim yang sama sekali tidak bergeming. Sebelum Jimin keluar, ia mengecup kening si bungsu lalu beranjak meninggalkan tempat itu. Setidaknya Kim baik baik saja meski Jimin tidak sempat berbicara dengannya.
       Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan Kim istirahat dengan tenang. Harap harap keadaannya lebih baik setelah sebelumnya ia mengatakan, tidak enak badan. Jimin beranjak dari tempatnya menuju pintu untuk keluar. Namun tiba tiba saja lengannya menyenggol sebuah buku berwarna hijau lumut di side table Kim. Buku itu terjatuh sehingga beberapa jertas yang terselip di antara lembaran lembarannya berserakan di lantai.
       Karena penasaran, Jimin memungut kertas tersebut. Dan saat ia melihat isi kertas itu, benar benar sulit mengendalikan dirinya. Kim sedang tidur. Tidak baik jika ia meledak di sana. Segera Jimin keluar dan kembali ke kamarnya bersama dengan kertas kertas itu.
       Gubrak
       Seok Jin beserta lainnya yang sedang berquality time di bawah langsung terjingkat mendengar Jimin membanting pintu.
       "Kenapa lagi anak itu?" gumam Yoon Gi.
       Jimin masih berdiri di balik pintu kamar yang tertutup sambil bersandar. Setelah memperhatikan kertas kertas dari kamar Kim, Jimin serasa ingin marah, meledak, mengamuk, berteriak, dan menangis. Kertas apakah itu? Itu adalah foto. Foto yang diberikan oleh Seul Gi untuk Kim.
       Perempuan bernama Seul Gi itu memang benar benar, sungguh sungguh keterlaluan dan tidak waras. Posisi otaknya sudah terbalik sehingga melakukan hal segila ini. Jimin menggeram sambil mengepalkan tangannya dengan kuat. Dia tidak pernah semarah ini. Sampai rasanya ingin menghancurkan segala yang dilihatnya. Tapi dia tahu diri. Semua yang ada di rumah ini tidak mudah mencapainya. Seok Jin hyung mati matian bekerja agar dapat hidup layak seperti sekarang.
       Dengan susah payah ia terus menahan gejolak gejolak api kemarahan yang kian membara dan mungkin akan menyebabkan hatinya menjadi matang sangking panasnya. Tidak bisa seperti ini. Jimin butuh sesuatu untuk melampiaskan kemarahannya. Jimin mengepal lalu menarik dan mengacak acak rambutnya sendiri.
       "Aaaaaaaaaah," desahnya sambil banjir air mata.
      Dugh Dugh Dugh
      "Hei, hei. Suara apa itu?" Seok Jin memasang telinga saat mendengar sesuatu.
      Dugh Dugh Dugh
       "Kalian dengar itu?"
       "Eung," Taehyung mengangguk.
       Dugh Dugh Duugh!!!!
       Suara itu semakin kuat berasal dari lantai atas.
       "Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan Kim?" mata Nam Joon sedikit membulat.
       Semua terdiam sesaat.
       Duugh Duugh Duugh
       Suara itu kembali terdengar. Kedengarannya seperti seseorang memukul mukul lantai dan dinding. Saat suara itu kembali terdengar, Seok Jin dan yang lain langsung berlari menuju kamar Kim.
       "Tunggu . . . " Seok Jin yang berada di depan menghentikan langkah diikuti yang lain.
       "Suaranya bukan dari kamar Kim," lanjutnya.
       Semua masih diam. Kali ini masing masing berpikir, dari mana asalnya suara itu. Tapi mereka yakin kalau suaranya berasal dari lantai 2.
       "Jimin . . ." celetuk Nam Joon.
       Mereka saling melempar pandangan. Sedetik kemudian mereka sudah berlari menuju kamar Jimin. Coba tebak ada apa dengan Jimin? Apa yang sedang dilakukannya?
       Ini buruk. Buruk buruk sekali. Jimin benar benar buruk.
       "Hei hei, berhenti!" Ho Seok sedikit berteriak.
       "Apa yang kau lakukan, hah?! Dasar gila!" sambung Nam Joon sambil memegangi lengan Jimin agar ia berhenti.
       Tapi Jimin tetap tak menghiraukan.
       "Aku bilang hentikan!" Yoon Gi menelusupkan kedua tangannya kedalam sela sela ketiak Jimin lalu menyeretnya. Barulah Jimin mau berhenti.
       Rasanya campur aduk melihat Jimin yang sekarang mirip orang kesetanan. Meninju lantai juga dinding sekuat kuatnya sambil menyeringai. Suaranya memang keras sampai terdengar hingga lantai bawah. Wajahnya basah oleh air mata dan tangannya lecet serta mengeluarkan sedikit darah.
       Dengan lemas Jimin terduduk di antara saudara saudaranya. Tangisannya tidak bisa berhenti bahkan semakin kuat. Yang lain jadi bingung harus bagaimana. Mau ditanya, tapi Jimin terlalu larut dalam tangisan jadi tidak mampu bicara. Yah, beginilah. Mereka hanya bisa mengelus pundak dan punggung Jimin sambil mengatakan, 'tenang tenang, jangan emosi.
Ada apa sebenarnya?'
       Setelah tragedi Jimin yang mengamuk tadi berlangsung selama beberapa menit, ia akhirnya bisa tenang berkat para hyungnya. Saat tangisannya reda, Jimin berusaha menahan diri dan menunjukkan foto itu. Hingga akhirnya Jimin mengangkat wajah dan menegakkan kepala. Kemudian mengusap mukus dan air matanya lalu beranjak.
       Saudaranya yang lain pasti penasaran dengan yang Jimin lakukan. Mereka terus mengamati Jimin yang mengambil beberapa lembar kertas. Jimin langsung melemparnya tepat di tengah tengah mereka.
       Terbelalaklah mereka melihat kertas itu. Nam Joon dan Taehyung menoleh ke arah Jimin bersamaan.
       "Memang gila kan, dia?" ucap Jimin dengan suara parau.
       Yang lain masih terkejut melihat betapa memalukannya foto itu. Pantas saja Kim mengurung diri. Ternyata lagi lagi karena perempuan tidak waras itu. Ketika mengingat peristiwa di rumah Seul Gi kala itu, Jimin kembali terbakar dan meninju dinding dengan tangannya yang sudah lecet. Perih.
       Yang juga berada di kamar itu langsung turun tangan menghentikan Jimin. Dan tangisannya kembali pecah, hanya saja kali ini ia menutup wajahnya dengan kedua tangan.
       "Kau harus tenang. Nanti Kim terbangun karenamu," ucap Ho Seok yang sekarang sedang mengelus punggung Jimin.
       "Lalu bagaimana?" balas Jimin di sela isaknya.
       "Kami tahu kau tidak melakukan ini. Karena itu kau tenanglah. Supaya kau bisa ceritakan pada kami dan kami bantu cari solusinya seperti biasa," jelas Nam Joon.
       Jimin mengangguk lalu sesaat kemudian, Taehyung dan Jungkook menghambur kepelukannya dengan mata berkaca kaca.
       "Kejadiannya memang terjadi di rumah Seul Gi," Jimin memulai cerita.
       Semua memasang telinga dan pendengaran sebaik mungkin.
       "Saat di kampus aku meminta kembali bukuku yang dipinjamnya karena buku itu akan kugunakan untuk mengerjakan tugas merangkum," lanjut Jimin.

Astaga, tugas merangkumku belum dikerjakan sama sekali. Bagaimana bisa aku lupa. Nam Joon hyung pasti akan memakanku.

Batin Taehyung dengan air muka yang terlihat lain lain.
       "Dia mengatakan, kalau buku itu tertinggal di rumah. Jadi dia mengajakku ke rumahnya untuk mengambil buku itu. Dia memberiku minuman ringan lalu aku tidak tahu apa yang terhadi. Aku seperti pingsan . . . Tidak, aku tidur. Aku tiba tiba tidur. Ah, Kim pasti marah padaku. Dia seperti itu seharian ini pasti karena merajuk," Jimin mengacak acak rambutnya sambil menangis lagi.
       "Kalau begitu dia pasti melakukannya saat kau tidur," ucap Jungkook seperti menangkap sesuatu dari cerita Jimin.
       "Kenapa bisa sampai dia tidak waras begini?" Seok Jin frustasi.
       "Aku tidak menyangka perempuan seanggun dia ternyata gila," Taehyung geleng geleng kepala sedangkan Nam Joon di sampingnya masih mengamati foto itu lekat lekat.
       "Sudah dibilang jangan berhubungan dengannya lagi. Kenapa datang kerumahnya?" Ho Seok sama pusingnya seperti Seok Jin.
       "Lalu bagaimana aku dapatkan bukuku?" bantah Jimin.
       "Apa kau dan dia benar benar tidak ada masalah apapun?" selidik Yoon Gi.
       "Memangnya aku punya masalah apa dengannya? Aku bicara padanya hanya saat meminta bukuku kembali," jawab Jimin sambil berusaha mengontrol air matanya tapi tidak berhasil.
       "Kau yakin? Coba ingat ingat lagi."
       Jimin terdiam sejenak. Memutar otaknya kembali ke waktu terakhir kali ia dan Seul Gi saling bicara. Saat itu sempat terjadi perang mulut antara mereka.
       "Dia menyukaiku," celetuk Jimin.
       Semua yang mendengar langsung mendelik.
       "Dia memang gila. Apa yang dia suka darimu?" Taehyung mulai lagi.
       "Aaaw, sakit," Taehyung mengelus kepalanya yang terkena jitakan maut Ho Seok.
      "Serius sedikit, bisa tidak?" tegur Ho Seok. (Wuidih, angin apaan bang Hope tiba tiba serius).
       Taehyung bungkam sambil menunduk.
       "Kalau begitu sudah jelas. Dia nekad lakukan ini demi mendapatkanmu. Dia mencoba mengusik Kim dengan foto ini karena merasa Kim akan menjadi penghalang. Kau memarahinya saat tahu dia mengancam Kim. Aku bisa katakan, kalau kau mengacuhkannya bahkan saat dia sudah mengungkapkan perasaannya," jelas Nam Joon layaknya seorang detektif.
       "Apa benar begitu?" Seok Jin mengerutkan dahi.
       "Ya, kurasa memang begitu," ujar Nam Joon sambil menoleh ke arah Jimin.
       "Sudah pasti memang begitu," jawab Jimin dengan rahangnya yang mengeras sejak tadi.
       "Jangan khawatir. Kami akan membantumu membereskan kesalahpahaman ini," hibur Yoon Gi seraya mengelus punggung Jimin.
       "Aku akan coba bicara padanya di mobil saat kita berangkat ke kampus besok pagi," Taehyung menawarkan diri.
       "Anya. Kau pergilah bersama Kim. Aku akan naik bus saja. Jangan sampai dia tidak mau bicara sama sekali jika ada aku," jawab Jimin.
       "Kau yakin?" Ho Seok meragukan.
       Jimin mengangguk mantap.
       "Aku harus bisa menjauh darinya untuk sementara," lanjut Jimin lirih yang tahu tahu sudah menangis tersedu sedu sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
       "Aish, kenapa bicara begitu?" Nam Joon langsung memeluknya diikuti yang lain.
       Tetap saja tidak berpengaruh. Jimin terlalu kacau. Meski saudara saudaranya tetap mendukung, tapi . . . Ah, tidak tahu lagi bagaimana mau menjelaskannya.
                                        ***

OUR HIDDEN FAMILY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang