Arjuna Shanders
"Kenapa bawaanmu banyak banget?" tanyaku sambil memegang dua tas sporty yang terisi penuh.
Almira masih terlihat sibuk mengisi sling bag-nya dengan peralatan dan kebutuhan hand carry. "Aku ini difabel, kebutuhanku lebih banyak dibandingkan orang normal seperti kalian. Lagipula aku sudah selesai."
Gadis itu hendak keluar dari kamarnya. Ia tampak trendy dengan legging hitamnya, kaos V-neck yang dipadukan dengan jaket kulit hitam. Dan sepatu keds putihnya itu, tampak sangat bersih seperti baru. Wajar saja, ia tidak pernah menggunakannya untuk menginjak daratan.
"Kita ke mobil sekarang." Aku keluar pintu lebih dulu dengan menenteng dua tas berisi penuh.
Di luar rumah sudah tidak terlalu banyak warga yang berkumpul, hanya tinggal beberapa orang saja termasuk tante Meri dan sahabat-sahabat Almira. Rio berlari ke arah Almira. Memeluknya lagi.
"Rio harus menuruti kata-kata nenek Meri ya, jangan nakal dan sedih. Tante sedang berjuang supaya mama bisa pulang, supaya kita bisa berkumpul lagi."
"Tante, cepat pulang sama mama, ya. Jangan biarin Rio sendirian di sini," rengek anak itu.
Almira memandangi wajah Rio penuh ketulusan, tersenyum sangat indah. "Rio ngga akan pernah sendirian, percaya sama tante. Nanti, tante bakal sering telepon Rio untuk kasih kabar."
"Rio percaya, Rio sayang ... Tante." Hadiah kecupan di pipi Almira dari Rio, dan mereka pun kembali berpelukan.
"Titip Rio ya, Tante, nanti Almira akan kasih kabar untuk perkembangannya."
Tante Meri mengangguk. Saling berpelukan kemudian dengan beberapa pesan yang diselipkan oleh tante Meri.
Aku kembali menenteng dua tas berat yang sebelumnya kuletakkan di dekat pagar. Setelah mereka selesai berpamitan dan saling menguatkan, aku membawa Almira pada Crown biruku. Kubukakan pintu penumpang untuknya lalu terdiam sejenak, lantaran bingung bagaimana cara membantu Almira untuk masuk ke dalam mobil.
"Aku taruh tas ini dulu kedalam bagasi, setelah itu aku akan membantumu. Sebentar."
Segera kuletakkan tas yang merepotkan ini kedalam bagasi, menyusunnya rapi bersama dengan tas perlengkapanku juga. Setelah memastikan semuanya sempurna, aku kembali pada Almira untuk―oh, ternyata dia sudah duduk manis di atas jok dan dengan santainya menunjukkan senyum muslihat itu lagi padaku.
"Hmm ... kukira kamu masih butuh bantuanku."
Almira tertawa merdu seolah mengejek. "Masukkin aja kursiku ke jok belakang. Lepas kedua rodanya dulu."
Aku mengikuti instruksi Almira sampai kursi itu sudah berada diposisi aman di jok belakang. Kulirik jam tanganku yang sudah menunjukan pukul 17.00 sore sambil mempercepat langkah untuk memasuki kabin kemudi.
"Okey, Almira... kita harus ke mana sekarang? Kita ngga punya petunjuk sama sekali." Suara pintu terdengar kasar saat kututup.
Almira memainkan smartphone-nya serius. "Ini yang aku bilang ke kamu soal keyakinanku bisa mencari Nouvie. Aku, Nouvie dan Rio. Masing-masing dari kami memiliki kalung GSM GPS, jadi aku bisa melacak posisi Nouvie di mana pun dia berada."
Yah, aku tidak habis pikir. Gadis ini memang sangat pintar, mempersiapkan segalanya dengan sangat baik. Hampir saja aku melakukan pekerjaan sia-sia.
"Waw! Apa kamu pernah memprediksi hal ini sebelumnya sampai memasang GPS yang bisa dibawa ke mana-mana."
"Aku ngga pernah memprediksi kejadian seperti ini, tapi kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Misalnya Rio, kamu tahu, 'kan? Sekarang penculik bisa ada di mana aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)
ActionACTION, THRILLER, ROMANCE Arjuna Shander, seorang agen rahasia yang ditugaskan khusus untuk mencari barang bukti kasus pembunuhan seorang Pejabat Menteri bidang Kemaritiman 6 tahun lalu yg mungkin disimpan oleh mantan atlet downhill bike bernama Alm...