Selamat membaca chapter panjang ini 😌
Arjuna Shanders
Triana mendesakku, mendesak kami semua. Ini benar-benar situasi di mana ancaman tidak tereksodus sama sekali olehku. Kenapa tidak serangan membabi buta secara mendadak? Atau misalnya kucuran panah tajam dari sudut gelap yang memerangkap kami? Setidaknya kami bisa mengantisipasi itu.
Aku mempermainkan mereka, membuat jebakan anak kucing dan mengeluarkan begitu banyak pasukan mereka agar markas utama bisa kutembus di luar penjagaan ketat. Berhasil tentu. Namun diluar dugaan, mereka justru menjadikan ini sebagai momentum untuk menyerang timku.
"Berapa lama waktu yang kami punya untuk bisa keluar dari sini, Snow?" Aku, dan semua anggota Apocal masuk ke dalam mobil hampir bersamaan.
Kuinstruksikan kepada Ben agar segera menyalakan mesin dan secepatnya naik ke permukaan sebelum tempat ini kembali dipenuhi musuh. Di sampingku, Almira meletakkan ponsel Helena di tangan sang pemilik, beralih ke pistol―melirik padaku terlebih dahulu.
"Kita mau ke mana?" tanyanya dengan kedua alis terangkat.
"Monica ngga ada di sini. Dia ada di tempat lain, kita harus keluar dari tempat ini dan mencarinya."
Almira tidak berekspresi apapun, kecuali menggeser manik matanya ke arah kiriku. "Buka kaca jendelamu!"
"Huh?"
Ia mengambil pistolnya, melakukan cocked. "Buka sekarang!" sergahnya.
Aku menoleh ke arah kiri, menurunkan kaca jendela sesuai instruksinya. Dengan cepat, tangan kirinya memukul dadaku mundur hingga punggungku terhempas ke belakang. Tangan kanannya secara kokoh mengendalikan pistol itu hingga empat peluru melintasi wajahku. Ben melajukan mobil, Almira masih menahan tubuhku pada sandaran jok, dan dari sini aku bisa melihat, lima orang pria yang hendak menyerang kami sudah tergeletak di lantai. Mati seketika.
Bukan terkejut karena tindakan tiba-tibanya, aku justru tidak menyangka gadis ini lebih awas dariku. Tangan kirinya yang masih memegang dadaku pun mengundang tatapan tanya dari matanya.
"Juna? Dadamu? Berdegup kencang banget, kamu terkejut?" Bisa-bisanya dia bertanya seolah habis memainkan pistol air, bahkan cengirannya membuatku sedikit kesal.
"Kenapa ngga bilang kalau kamu mau nembak?" Napasku naik turun tidak teratur. Helena dan Ben malah ikut terkikik, terlebih saat melihat Almira menepuk-nepuk dadaku, seolah menabahkan.
"Kalau aku bilang kamu pasti banyak tanya," jawabnya sambil menyeringai.
"Ayo Guys! Cepatan keluar, ada beberapa musuh di depanmu yang berusaha menghadang. Terutama rombongan paling depan, berhati-hatilah." Triana membantu melihat situasi dari pantauan CCTV.
Mobil yang kukendarai ada di bagian paling depan, itu artinya akan menjadi tugasku dan Almira melucuti musuh dengan tembakan. Mobil yang dilajukan Ben sudah keluar dari area terang, seperti apa yang dikatakan Triana, beberapa orang memberondong kami dengan beberapa kali tembakan. Aku meminta Helena dan Almira menunduk, sedangkan Ben―berteriak kecil seperti perempuan tua yang hendak di patuk kalkun. Kaca mobil bagian depan sudah menghasilkan tiga lubang.
Almira hendak bangkit, tapi tanganku berusaha menahan lehernya agar ia tidak gegabah. Ben berhasil melewati para lelaki yang memegang senjata meski meninggalkan beberapa lubang di bagian badan mobil. Kini mobil urutan kedua di mana Jhon dan rekannya ada di dalam berjuang seperti yang kami alami sebelumnya.
Aku mengeluarkan tangan kananku, memberanikan diri untuk menembak para pria sialan berbaju hitam di belakang, menghujani mereka dengan peluru. Aku hendak menyuruh Almira untuk tetap pada posisi menunduknya, tapi ternyata gadis itu tidak bisa sedikit saja mengindahkan perintahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)
ActionACTION, THRILLER, ROMANCE Arjuna Shander, seorang agen rahasia yang ditugaskan khusus untuk mencari barang bukti kasus pembunuhan seorang Pejabat Menteri bidang Kemaritiman 6 tahun lalu yg mungkin disimpan oleh mantan atlet downhill bike bernama Alm...