42nd Chapter - [The External Drive]

1.5K 279 133
                                    

Arjuna Shanders

Kurasakan dada, punggung dan pundak Almira dingin. Meskipun tubuh mungil gadis ini tertutupi selimut, aku bisa merasakan gelombang keresahan dan juga kecemasan yang mengalir melalui celah kulit arinya. Kuat sekali dekapannya, pelukannya. Aku bahkan tidak pernah mendapatkan pelukan semacam ini ketika ingatannya masih berada dalam zona wajar.

Namun, apakah aku terlalu individualis jika terus memperlakukan Almira seperti ini di depan mata kakak kandungnya—yang secara jelas tidak menyisakan sedikitpun memori tentang wanita itu—wanita yang sedang menatapku dengan pandangan cemburu. Dan memangnya apa yang bisa kuperbuat? Ini bukan ranahku, jika saja ada jawaban atas teori ketidakwajaran seperti ini, barangkali aku bisa melakukan sesuatu untuk membawa Almira kembali pada jati dirinya yang lama.

Dan kini, lebih-lebih gadis yang masih merangkulkan kedua tangannya ke leherku ini bisa mendadak marah dan meronta jika sekali saja ia mendengar seseorang menyebut sebuah nama; Almira.

"Sayang—" Suaraku bersembunyi di balik lehernya.

"Huh?" Ia melenguh. Dagunya masih bertumpu pada pundaku.

Ia melerai pelukannya. Sejenak, matanya yang sendu seolah mempertemukanku pada pribadi yang sangat kurindukan. Aku menelisik pandangan matanya semakin jauh kedalam, dia masih terlihat sama jika dilihat dari dekat, masih sebagai gadis yang penuh dengan misteri, masih sebagai gadis yang sulit kuterka raut wajahnya. Ada sesuatu yang seolah memanggilku, jauh di relung hatinya, ada jiwa yang seakan memintaku untuk menariknya keluar. Aku yakin dia masih ada di dalam sana, bertautan dengan pribadi lain yang tidak menutup kemungkinan bergantian dalam peran. Meski aku tidak berharap hal tersebut benar-benar terjadi padanya.

"Kamu kedinginan?" Ia hanya mengangguk. "Kenakan pakaianmu supaya tubuhmu hangat."

"Aku ingin mandi," jawabnya singkat.

"Kamu ingin mandi?" Ia kembali mengangguk, kali ini lebih antusias. Masih dengan irish mata cokelatnya yang bertemu dengan milikku. "Kalau begitu, biar Nouvie yang membantumu mandi, bagaimana?"

Almira menggeleng tegas, melirik Nouvie pun dia tampaknya tidak sudi. "Aku bisa sendiri. Bawa saja aku ke kamar mandi, dan kurasa aku butuh air hangat."

Aku menyungging bibir tersenyum, menyingkirkan anak-anak rambut merahnya yang menghalangi wajahnya. "Baiklah, rangkul leherku erat-erat. Karena aku—" Tanganku dengan cepat mengangkat tubuhnya bersamaan dengan penekanan kata dalam tarikan napas kuat. "—harus membiarkanmu sedikit rileks, kamu pasti lelah 'kan?"

Mataku melirik pada Nouvie yang tertegun tanpa kata, meskipun aku tahu ia pasti hendak memprotes perlakuanku pada adiknya yang di luar kendali tangannya. Meski tubuh Almira masih tertutupi selimut, tetap saja, melekatkan tubuhnya dengan dadaku yang sama telanjangnya, membuat kami terlihat seperti pasangan yang baru saja melakukan hubungan badan, atau sebelum melakukannya. Namun kenyataanya, tak ada satu pun dari mereka yang berani menentang perlakuan khususku pada My Lady. Dia sepenuhnya milikku sekarang.

Kakiku menapaki petak demi petak lantai marmer yang menghantarkan jejak menuju ke kamar pribadiku. Di mana tempat mandi terbaik ada di dalam sana. Selama langkahku masih bergerak, selama itu pula mata gadis di atas lenganku ini tak kunjung lepas dari santronannya terhadap wajahku. Sesekali aku tersenyum, tapi tidak padanya yang hanya membenamkan bibirnya kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku. Ia terlihat sangat tentram, aku tahu itu.

Pintu kudorong hanya dengan menggunakan kaki kananku, sebab sejak tadi memang pintu itu tidak tertutup rapat. Aku ingin bilang padanya kalau ini adalah kamarku, tapi sepertinya ia masih lebih tertarik menyandarkan kepalanya di bahuku hingga kami memasuki kamar mandi dengan isi yang membuat ia terhenyak. Kepalanya menegak sekarang.

THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang