Almira Freddie
Tangannya semakin kuat mencengkram daguku, alih-alih melawan, yang ada hanya lirih merintih dengan suara terputus-putus. "Lepp ... paskan a ... aku, Bereng ... sek!"
Danggo semakin mendekat, memandangi wajahku dengan sorot mata penuh birahi. Ini tidak benar―pikirku.
Oh, Shit! Ini semakin memilukan. Mataku terbelalak saat bibir si brengsek Danggo jatuh dan melumatku. Sekuat tenaga aku berusaha mengelakkan wajah. Menggeliat tak rela. Namun kedua tangannya membuat kepalaku benar-benar tidak bisa bergerak. Ia menekan bibirku hingga membuatku tak bisa bersuara, kedua bola mataku melebar ketakutan. Napasku sesak. Aku melepaskan tangan kiriku dan mengambil pistol yang seharusnya bisa kugunakan untuk membela diri. Belum sempat aku mengambil pistol, tubuhku sudah lebih dulu terjatuh ke tanah akibat dorongan darinya.
"Rasakan ini."
Bibir menjijikkan itu tidak lagi ada padaku. Beralih menjadi kedua tangannya yang mencengkram kedua lenganku. Kakinya menendang kursiku menjauh agar lebih leluasa mengerjaiku. Ahh... sialnya, tak ada yang bisa kulakukan selain meronta di bawah tubuhnya.
"TOLONG ...!" Teriakkanku memecah udara kelam. Seumpama lolongan malam yang menghentak bulan purnama.
Aku tidak pernah memikirkan perbuatan Danggo akan sebrutal ini. Sama sekali tidak pernah kuduga akan seperti ini akhirnya. Aku lebih baik mati bunuh diri, atau barangkali mati saja di tangannya daripada harus menerima nafsu setan Danggo yang menjijikkan.
Masih dengan perlakuan semenanya, air mataku menetes begitu saja. Pria ini, masih menenggelamkan wajahnya di antara ceruk leherku. Sekuat apa pun aku berteriak, tampaknya tidak akan ada yang mendengar. Tempat ini terlalu sunyi dan hening. Seharusnya aku tidak pergi terlalu jauh dan nekad begitu saja. Seandainya saja kakiku ini masih berfungsi, aku pasti akan menendang kemaluan laki-laki ini sampai pecah. Tak ada yang bisa kulakukan selain menerima ciuman laknat Danggo yang terus menggerayangi leher hingga dadaku.
"Lepasin aku! Jangan lakukan ini kumohon!" Meronta, lagi-lagi aku mengumpat kesal pada diriku sendiri yang tidak bisa melakukan apa pun. Ditambah lagi Danggo mendapati pistol mengintip di balik saku jaketku, jantungku berpacu semakin kencang detik itu juga.
"Binggo!" ledeknya mengerlingkan mata padaku. "Kamu terlalu cantik untuk kubiarkan mati secepat itu," ujarnya seraya membuang pistolku begitu saja.
Habislahh aku. Tak ada pertahanan apa-apa lagi selain berharap seseorang datang memergoki kebiadaban pria ini. Terlebih tangannya semakin kuat mencengkramku. Merasa bodoh. Lemah. Sama halnya seperti yang kualami enam tahun lalu manakala hidupku hampir selesai di bawah jurang waktu itu.
"Aku sudah minta pada Nouvie agar dia berdoa, supaya kamu mati sebelum aku menikmati tubuhmu. Tapi sepertinya aku beruntung kali ini"
"ENGGAK!" Tangisanku mendera. Jeritanku teredam oleh sesaknya tenggorokanku yang tercekat.
"Sudah lama sekali aku ngga melakukan ini. Bantulah aku melampiaskannya, Almira."
Sekuat tenaga aku mengangkat kepala kemudian meludahi wajahnya agar ia menjauh. Namun yang kulakukan justru menambah intesitas emosinya. Ia menampar pipiku kuat hingga membuatku yakin itu pasti membekas. Sementara tangannya cepat-cepat melepaskan ikat pinggangnya lalu mengikat kedua tanganku.
"Jangan ... apa kamu belum puas membuatku cacat? Bunuh saja aku, Danggo. Kumohon! Bukankah itu yang kamu mau sejak dulu?" Semelas apa pun aku memohon padanya, Danggo tetap mengikat tanganku hingga kurasakan aliran darahku tersumbat saking kencangnya.
Ia tidak berkata apa-apa, napasnya yang terengah-engah menyiratkan nafsu yang tak bisa dikendalikan. Aku merintih, menangis sejadinya. Seolah tahu apa yang akan terjadi padaku setelah ini. Aku memang tidak bisa merasakan apa-apa pada kemaluanku, tapi merusaknya dengan cara seperti ini adalah kekejaman. Dengan segala kemampuan aku menjerit hingga tenggorokanku sakit. Namun tampaknya Danggo tidak membiarkan itu terjadi karena tangan kanannya telah berhasil menyekapku hingga tak bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)
ActionACTION, THRILLER, ROMANCE Arjuna Shander, seorang agen rahasia yang ditugaskan khusus untuk mencari barang bukti kasus pembunuhan seorang Pejabat Menteri bidang Kemaritiman 6 tahun lalu yg mungkin disimpan oleh mantan atlet downhill bike bernama Alm...