45th Chapter - [Playing a Cat]

1.6K 283 83
                                    

Hanya sebagai informasi supaya tidak bingung dengan pembagian tim Apocalypso

Apocal 1 berjumlah 4 orang : Arjuna, Almira, Helena dan si driver stuntmant - Ben namanya.

Apocal 2 berjumlah 4 orang: Jhon, White Horse dan dua personil lain - yang malas di sebut namecode-nya

Apocal 3 berjumlah 4 orang: Zero Nine, Lotux Six dan dua personil lain (lagi2 males nyebut nama 😔)

Apocal 4 berjumlah 3 orang: Tiger Two, dan dua personil lain.

^^^^^^SELAMAT MEMBACA^^^^^^

Arjuna Shanders

Semua persiapan sudah rampung. Apocalypso team sudah kembali berkumpul di markas sesuai instruksiku. Kecuali aku dan Helena yang masih berada di rumah ini. Jumlah kami sudah tidak lagi genap, tinggal 13 orang karena dua orang yang tadi terluka pada misi tadi pagi mengalami luka yang cukup parah.

Setidaknya, Leopard, agen kepercayaanku masih bersikeras untuk ikut meski luka di tangannya masih basah. Sudah kubilang, bukan? Dia itu pria yang tangguh.

Batas bumi kian menerjang gelap, seperti apa yang dikatakan Almira—ah, aku jadi ingat saat misi penyelamatan Nouvie, dia lah sang komandoku—dan kini keadaan seakan kembali. Siapa yang menyangka kalau ternyata selama ini ia memperhatikan situasi yang terjadi di dalam markas Red Skull¸ ia tahu betul seluk beluk jalan keluar masuk dan juga jam-jam longgar para penjaga.

Dari ruang penyimpanan senjata dan perlengkapan, aku sudah mempersiapkan diriku dengan rompi anti peluru dan juga pistol beramunisi penuh. Hanya butuh persiapan sepuluh menit, aku pun mendatangi Almira yang tampaknya masih senang bercengkrama bersama Nouvie dan dr. Amanda. Tidak ada lagi partisipasi dr. Delaney dalam obrolan, sebab ia sudah melenggang pulang untuk keperluan lain. Ia akan kembali lagi melihat keadaan Almira setelah misi ini selesai, katanya.

"Hai? Dari mana aja, Arjunaku?" Aku beruntung karena ia lebih dulu menyapa dan menangkap lenganku.

Senyumku mengembang, melihat parasnya yang seperti dulu, aku rindu.

"Aku udah selesai bersiap." Tanganku mengulur, menunjukkan bulletproof vest hitam padanya. "Sini, biar aku pakaikan untukmu." Almira menurut, merentangakan tangan kanannya kemudian tangan kiri hingga rompi itu sudah terpasang di tubuhnya. Tatapan dengan sebilah senyum melekat di wajahnya. Ia sama sekali tak tampak takut apa pun. Meski ia tahu resiko apa yang sedang dihadapinya. "Bulletproof vest ini akan melindungi tubuhmu. Walau begitu, berusahalah jangan sampai terkena peluru. Kamu paham?"

Ia mengangguk sekali. "Lagian ada kamu yang bakal selalu melindungi aku."

"Jangan anggap remeh. Ingatlah, di sini kamu adalah pemeran utamanya, jadi kalau kamu terluka, semua orang pasti akan sedih."

"Jangan bicara begitu, Juna!" teguran Nouvie tiba-tiba menyambar kalimatku. Matanya sendu, kedua tangannya saling meremas. Ia cemas.

Aku kembali menoleh pada Almira, kemudian ke Nouvie lagi dengan tatapan serentak.

"Dia cuma bercanda," ujar Almira membelaku. "Ini cuma misi biasa untuk membawa kakakku keluar dari tempat itu, jadi ngga ada yang perlu dikhawatirkan, benarkan, Juna?"

Bagaimana caranya aku menjawab itu? Sementara kulihat mata Nouvie sudah berair dan menetes perlahan. Mulutnya ia bungkam menggunakan tangan kanannya. Rio, melingkarkan tangannya di pinggang sang mama, seolah tahu apa yang dirasakan.

"Kenapa dia malah menangis?" tanya Almira padaku.

Sejurus kemudian, aku membisikkan sesuatu di telinga Almira dan memintanya melakukan sesuatu. Ia mengangguk tegas dan setuju. Menggulirkan rodanya untuk mendekati Nouvie yang masih duduk di kursi makan. Rio melepaskan pelukannya, senada dengan mamanya, memperhatikan Almira yang mendekat.

THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang