39th Chapter - [Under Thunder]

1.4K 277 103
                                    

Arjuna Shanders

Di kejauhan sana, aku mendengar rintih kesakitan yang berhasil membuatku cemas. Almira tidak menganggap dirinya sendiri? Bagaimana tidak hal itu semakin membuat nalarku bergejolak tak karuan? Ditambah dengan suara wanita lain yang tiba-tiba datang membentaknya saat aku dianggapnya sebagai subjek yang mengalihkan fokus Almira.

Wanita itu terdengar merapalkan kata-kata dalam bahasa Jerman. Aku hanya bisa mendengarkanya tanpa suara. Turun dari mobil saat kami telah sampai di site. Para personil turun dan menyebar secara sembunyi-sembunyi sebelum aku memberikan komando. Hujan yang mulai turun cukup membantu kami di luar sini. Para penjaga yang tadinya berdiri di luar gedung kini telah masuk ke dalam, menyisakan dua orang penjaga pintu belakang—tidak terlalu menyulitkan.

Telingaku masih santron mendengar kata-kata wanita itu yang kini masih membentak Almira. Bukan, ia tidak memanggilnya dengan nama Almira, tetapi Felicia. Dan memangnya siapa dia berani membentak My Lady?

"Juna, aku merasa wanita itu seperti menghipnotis Almira!" Dan entah mengapa aku memikirkan hal yang sama dengan Triana. Sebab, aku tak mendengar suara Almira lagi setelah itu. Kecuali kalimat perintah yang ditujukan pada Felicia.

"Ada yang tidak beres! Sepertinya Almira akan menimbulkan korban lagi," pekikku. "Tiger Two! Awasi mereka dari atas. Terbangkan drone-mu sekarang juga! Eagle Eye beri aku informasi terbaru dari para informanmu, aku ingin tahu siapa orang yang akan mereka bidik."

"Siap, Kap!" Eagle Eye dan Tiger Two menjawab hampir serentak.

Aku masih terus memanggil Almira berharap ia masih mendengar dan meresponku. Namun sepertinya tidak ada harapan lagi selain bertindak cepat untuk menyelamatkanya dari kebrutalan pribadi barunya kini.

Para personil berpencar sesuai arahanku. White Horse dan ketujuh pasukan lain mendekati pintu masuk. Aku dan Leopard memperhatikan mereka dari balik tembok pagar. Kulihat dari pantauanku, dua pasukan berhasil mematahkan leher kedua penjaga pintu yang lalai. White Horse melambaikan tangannya padaku memberi aba-aba untuk mendekat.

Suara Tiger Two tiba-tiba memasuki saluran. "Capt, tepat di atas gedung, ada dua orang wanita yang tampaknya sedang mengawasi sesuatu. Apa itu Almira? Wanita yang memakai kursi roda dan sedang memegang senapan?"

Langkah pelarianku terhenti seketika begitu mendengar Tiger Two bicara.

Itu pasti dia, tidak salah lagi. "Benar! Tidak ada sniper wanita difabel selain Almira di negeri ini."

Kemudian aku kembali melanjutkan langkah lebarku ke samping gedung. Menyeleweng dari arah yang seharusnya masuk lewat pintu yang sudah di awasi White Horse.

"Kalian masuklah ke dalam dan alihkan perhatian mereka pada dua atau tiga titik. Leopard dan aku akan naik ke atas dengan memanjat gedung." Instruksiku dimengerti.

Mereka masuk ke dalam gedung satu per satu, membuat jeda agar tidak terkesan menyerbu. Taktik yang mereka pelajari selama ini, menyerang secara diam-diam dan berusaha tidak menimbulkan keributan. Aku tidak mendengar suara desingan peluru dari cara mereka menyerang. Bahkan pukulan dan tendangan yang mereka lancarkan pada masing-masing musuh terlalu halus. Aku yakin dengan cara seperti itu mereka akan lebih mudah menyisir situasi agar terkendali.

Kini aku dan Leopard sudah berada di sisi utara gedung, memperhatikan pola dinding untuk mencari cara agar bisa sampai ke atas. Sebab, jika kami masuk melalui pintu yang sama untuk naik ke rooftop, aku yakin waktu kami tidak lagi sempat. Lagipula, mengepung mereka dari sisi luar adalah cara paling efektif.

THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang