Almira Freddie
Pria ini menculikku.
Bukan hanya tubuhku yang diculik, tapi juga hati, pikiran, dan bahkan mungkin juga perasaanku. Aku merasa nyaman berada di atas lengannya. Mencium aroma bvlgari dari tubuhnya yang tetap harum meski aku tidak tahu kapan terakhir kali ia mandi.
Kini, aku bisa melihat wajahnya lebih dekat. Wajah yang menyimpan sejuta rasa penasaran, wajah yang terlihat aura ketulusannya, dan saat matanya bertemu dengan mataku, entah mengapa ia tidak pernah melepaskan senyum di bibirnya. Meski aku jarang membalas senyumannya.
Kini, Han telah membawaku keluar. Jaraknya sekitar 100 meter dari pintu belakang rumahnya. Aku mulai merasakan embusan angin yang tidak terlalu kencang dan suara deburan ombak yang semakin terdengar jelas. Kami berhenti di sebuah pondok kecil yang terbuat dari kayu bercat putih berukuran 2 x 2 meter. Tanpa penerangan, tapi tidak segelap malam gulita karena bulan telah membiaskan cahayanya meski temaram.
Ia memberikan posisi duduk yang sangat baik padaku. Menggantungkan botol infusku pada sebuah paku di tiang. Han duduk di samping kananku, membantu membenahi selimutku. Aku menyangga tubuhku yang gamang menggunakan tangan kananku, tapi sepertinya Han lebih mengerti aku hingga ia menyerahkan tangan dan bahu kirinya sebagai sandaran.
"Apa posisimu sudah nyaman?" Aku mengangguk. Ini adalah posisi paling nyaman yang pernah kudapat, Han. Yaitu—di sampingmu.
Pantai dan ombak. Ini adalah pemandangan paling indah yang pernah kulihat. Laut yang membentang, dan langit bertabur bintang. Seperti jutaan debu Kristal yang melayang di angkasa, menyelimuti bumi dengan sempurna tanpa celah awan yang menghalangi. Bagaimana tidak lautan tampak begitu jelas. Bulan sabit mendelik indah di langit sebelah barat. Di sisi barat tempat aku dan Han menikmati ini semua.
"Ini belum apa-apa, kamu bakal melihat yang lebih menakjubkan dari ini," ujarnya memberi tahu.
"Dan ini adalah view terindah yang pernah kulihat seumur hidupku. Pasti ini yang membuatmu rindu untuk pulang."
"Itu sebabnya bunda dan ayahku sangat berat untuk kembali ke Medan. Tempat ini terlalu indah. Meskipun bencana masa lalu sering sekali menghantui."
"Tsunami?" terkaku.
"Yah... tapi tampaknya warga sini udah ngga takut sama tsunami." Ia mengeluarkan tawa ringan lalu menarik napas. "Aku senang ada teman duduk menikmati ini. Biasanya aku selalu duduk di sini sendirian."
"Kamu Jones?" tanyaku, lebih kepada meledek sebenarnya. Dan ia pun tertawa.
"Kalau aku bilang aku belum pernah pacaran, apa kamu percaya?"
Dahiku membentuk huruf "H" memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan pria disampingku."Pernah atau tidaknya kamu pacaran, itu bukan urusanku. Yang penting, jika kamu mencintai seseorang, pastikan tidak ada orang lain yang mencintaimu atau orang yang kamu cintai selain dia dan dirimu. Itu yang kutahu." Aku mempererat selimutku lantaran udara dingin mulai menelusup ke dalam pori-pori kulitku. "Menjalin cinta dengan seseorang hanya butuh kepercayaan, ngga mesti berstatus pacar, sahabat, istri atau suami. Karena cinta yang akan membuktikan itu semua."
Han melerai sandaranku. Kalimat yang kuuraikan barusan barangkali telah membuatnya terhenyak.
"Apa kamu merasakannya?" tanyanya singkat.
"Apa?"
"Perasaanmu. Aku cuma mau tahu apakah perasaan yang kurasakan sama dengan yang kamu rasakan?"
Katakan saja, Han. katakan semua yang kaurasakan. Aku ingin mendengarnya sekarang, aku ingin tahu seberapa besar perasaanmu padaku, aku ingin tahu apakah aku masih layak memiliki perasaan yang berlebih terhadapmu.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)
ActionACTION, THRILLER, ROMANCE Arjuna Shander, seorang agen rahasia yang ditugaskan khusus untuk mencari barang bukti kasus pembunuhan seorang Pejabat Menteri bidang Kemaritiman 6 tahun lalu yg mungkin disimpan oleh mantan atlet downhill bike bernama Alm...