11th Chapter - [Good Bye Bike]

2.8K 406 160
                                    

Nouvie Freddie

Darman dan para komplotannya membawaku pergi begitu tahu aku menemui Almira dan Han. Mereka begitu marah. Aku gagal membawa perempuan yang dua jam lalu kurayu agar mau ikut dengan kami. Para komplotan itu berjumlah lima orang dan melakukan perjalanan menggunakan dua mobil. Aku berada satu mobil dengan Darman, Badar, dan Paung. Sedangkan Danggo dan Gae berada di mobil satunya.

Aku seolah tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Berharap saja mereka tidak menyiksa apalagi membunuhku. Bumi seolah menghimpitku pada pilihan yang sulit. Melindungi Almira dan anakku adalah hal yang terpenting. Tidak ada yang bisa menjamin komplotan Danggo tidak membalas dendam atau mengungkapkan kekesalannya jika aku melarikan diri. Bagaimanapun, Almira adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki. Ini giliranku. Membelanya mati-matian dan melindunginya. Sebagaimana yang sering ia lakukan padaku sewaktu kami kecil.

Semua yang terjadi hari ini, membawaku kembali pada masa enam tahun yang lalu, di mana kejatuhan yang sebenarnya memberondong keluargaku bertubi-tubi.

==The Lady Hammer==

Panik. Aku tidak dapat melupakan sumpah serapah yang pernah kulontarkan pada adikku sendiri beberapa hari yang lalu, ketika dia ikut campur dengan urusan rumah tanggaku dan memukul wajah suami pertamaku seenaknya.

Aku tidak pernah berharap punya saudara seperti kau! Sikap sombong dan sok hebatmu itu, membuatku muak! Berdoa saja semoga Tuhan tidak menghukummu, Almira!

Tidak pernah terpikirkan olehku bahwa ucapan itu menjadi kenyataan. Aku langsung terbang ke Jakarta begitu mendapat kabar dari ayah soal kecelakaan Almira. Kutitipkan Rio yang masih berumur dua tahun pada tante Mery―untuk waktu yang cukup lama ternyata.

Begitu aku menginjakkan kaki di rumah sakit, masuk ke ruangan ICU di mana Almira dirawat, jantungku mendadak lemas. Tanganku gemetar tak karuan.

Adikku kritis, antara hidup dan mati. Aku hampir tidak sanggup melihat banyaknya kabel yang terpasang di dadanya, serta selang pernapasan yang mengatup mulutnya, luka-luka di tangannya. Suara alat pendeteksi jantung dan ventilator yang terdengar menyeramkan, juga matanya yang terpejam belum mau terbuka. Aku menderai air mata setiap kali melihatnya terkulai lemah di atas ranjang itu.

Dia akan baik-baik saja, aku tahu kata-kata ayah itu cuma bermaksud menghiburku.

Namun, pada kenyataanya, Almira belum juga sadar sejak mereka menyelamatkannya dari dasar jurang 12 jam yang lalu. Bahkan ayah menangis menceritakan musibah itu. Suara jeritan anak perempuan yang menyakitkan. Seumur hidupku, aku tidak pernah melihat Almira semengenaskan ini. Pribadinya yang penuh gairah itu seakan lenyap begitu saja.

Aku ingin sekali memeluknya, tapi tidak memiliki keberanian. Ayah bilang tubuhnya sangat rapuh. Tim penyelamat tidak bisa menjaga tubuhnya dengan baik saat misi penyelamatan. Medan yang curam dan menukik tajam membuat mereka kesulitan menjaga tubuh Almira. Alhasil cedera pada tulang rusuknya yang patah bertambah parah dan itulah yang membuat paru-parunya bermasalah. Ia sempat mengalami hipoksemia selama beberapa menit dan memaksa para team dokter melakukan intubasi endotrakeal melalui mulutnya. Beruntung paru-parunya tidak sampai bocor.

Semua orang yang mengasihimu hampir tahu, aku dan ayah tidak ingin hipoksemia itu sampai mempengaruhi kinerja otakmu. Meskipun itu salah satu alasan kau belum juga sadar dalam waktu yang lama.

Namun, tak ada kabar yang lebih menyakitkan di telingaku ketika dokter menyampaikan kepada kami bahwa kerusakan sumsum tulang belakang T5-T7nyalah yang akan membuat seluruh hidupnya berubah. Lututku langsung lemas mendengar keterangan dokter. Adikku kini lumpuh. Almira akan lumpuh permanen. Meskipun dokter akan mengoperasi cedera tulang belakangnya, tetapi itu tidak akan bisa mengembalikan syaraf pada fungsi seharusnya.

THE LADY HAMMER (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang