14. Awake

3.1K 597 206
                                    

Yoongi membuka matanya secara perlahan. Rasa pening kini menyambar kepalanya tidak kenal ampun. Pria itu meringis, lalu perlahan bangun dari tidurnya—tunggu, seingatnya dia sedang bersama Karen dan Seokjin di dalam Gereja. Lalu... kenapa saat ini ia terbangun di dalam kamarnya? Di Daegu?

Kepalanya bergerak resah dengan bola mata yang membola kendati matanya benar benar sipit, ke kanan dan ke kiri, melihat bagaimana saat ini ia terbaring benar-benar pada kamar miliknya. Kamar yang hampir dua bulan itu dihuni oleh Park Sora dulunya. Aneh. Apa yang salah? Selagi Yoongi merutuk dalam benak, lalu tangan kirinya merasakan memegang sesuatu yang kasar. Sebuah kertas. Kertas dengan tulisan Jimin di permukaannya—kertas yang tadinya diberikan Seokjin pada Yoongi.

Itu semua bukan mimpi.

Lantasapa yang tengah terjadi sebenarnya?

Apa lagi sekarang?

Yoongi terdiam. Tidak ada. Tidak ada yang benar-benar bisa ia lakukan kecuali diam—sampai sekiranya tujuh menit berlalu dengan kepala yang seperti habis disedot oleh sesuatu yang memakan semua kesadarannya, rungunya langsung memaksa berfungsi ketika mendengar sebuah denting antar benda di luar kamarnya.

Lalu setelahnya hujan tiba-tiba mengguyur sekeliling apartemen miliknya. Awannya mendadak menangis—menumpahkan segalanya sampai langit di luar jendela, yang saat ini tirainya terbuka, begitu terlihat kelabu, nyaris gelap. Gelap sekali. Bulu halusnya juga ikut berdiri—ngeri. Bahkan saat ini belum masuk musim panas. Hujan apa yang saat ini mengguyur di luar sampai terlihat seperti badai yang tengah mengamuk, menumpahkan segala marah, dengan suara derik dari kaca yang terpasang di jendela yang bergetar karena sambaran kilat.

Denting antar benda di luar kamar masih menimbulkan suara yang semakin nyaring—seperti meminta atensi—membuat Yoongi mau tak mau akhirnya berdiri, memacu langkah yang begitu pelan-pelan saat telapak kakinya menyentuh lantai yang dinginnya menusuk. Pria itu bukannya takut karena siapa yang nantinya ia temui, bukan pula takut bahwa kenyataannya apartemennya sedang dijarah oleh sekelompok perampok yang nantinya akan membunuhnya. Tentu saja bukan, itu alasan terkonyol jika Min Yoongi takut pada hal seperti itu. Karena kenyataannya, ia bahkan telah bertemu dengan berbagai jenis penjahat yang tiap harinya ia ringkus dan memasukkannya ke dalam jeruji besi.

Namun melebihi pemikiran seperti itu, Yoongi lebih takut lagi dengan apa yang saat ini ia lihat dengan kedua matanya—yang tidak terlalu bulat, bentuknya bahkan menyerupai bulan sabit. Sipit dan menukik sedikit seperti mata orang-orang jahat; setidaknya itu adalah pernyataan yang sering ia dengar dari orang-orang yang baru bertemu dengannya. Tapi, apa benar apa yang saat ini ia lihat? Rasanya jantungnya benar-benar kehilangan tempo seperti biasanya dan memacu lebih cepat dua—tidak, bahkan empat kali lipat. Dan rasanya sesak karena sulit sekali untuk bernapas. Wajahnya bahkan panas, apalagi di bagian mata.

"Semuanya sudah selesai," ujar gadis itu. Aroma berbagai jenis masakan yang saat ini disajikan dengan sangat rapi di atas meja makan bahkan bisa Yoongi ciumi dengan benar. Sangat harum, sangat lezat, membuat perutnya meronta ingin diisi oleh sesuatu yang baru saja disajikan di depan sana. Yoongi stagnan, menatapnya dengan tatapan bingung bercampur takut, sementara gadis itu melanjutkan, "Sudah bangun? Aku menyiapkanmu makan malam, ayo kita makan bersama seperti sebelumnya."

Siapaapa—ada apa sebenarnya?

Yoongi bungkam. Pria itu malah memijat kedua sisi kepalanya dengan perasaan yang becampur tidak keruan; marah, menyesal, ngeri, sedih, dan—senang? Entahlan, tetapi pria dua puluh sembilan tahun itu tak bisa menjelaskan apa yang benar-benar membuatnya lelah. Lelah dengan semua pikiran yang berckol tanpa henti tentang bagaimana; apa yang saat ini menjadi titik terendahnya dalam hidup. Tanpa tahu bahwa saat ini badai yang tengah menerjang sekililing apartemennya kini telah berhenti—berganti dengan langit malam yang penuh dengan bintang dengan cepat. Sangat cepat seperti halnya magis.

[M] 1. THE DEEPEST ETERNAL DREAM | ✓Where stories live. Discover now