16. Ritual

3K 557 99
                                    

Keadaan masih terselimuti kabut putih. Langit pun tampak muram berwarna kelabu.

Seolah tidak pernah bosan dengan apa yang saat ini ditatapnya, Yoongi agaknya betah hanya memandang besi-besi berkarat yang menejer mengelilingi salah satu rumah selama dua jam lamanya. Cuaca sudah mulai menghangat di awal musim semi, daun-daun di sekitar pohon yang tertanam di dalam lingkaran besi berkarat yang berjejer itu pun sudah terlihat tumbuh sedikit demi sedikit. Iris Yoongi bertransisi mengintari pekarangan rumah itu, tidak menemukan sama sekali presensi yang saat ini tengah ia cari. Pria itu dengan sengaja mengambil penerbangan awal untuk cepat sampai di Daegu, ada beberapa hal yang harus ia urus secara tuntas saat ini, setelah dirinya mengunjungi ibunya.

Namun tatkala tepat kedua tungkainya tertarik mundur, saat itu pula presensi yang ia tunggu dua jam lamanya itu hadir dengan tatapan bingung yang jelas tercetak pada permukaan wajahnya.

"Kenapa kau diam di depan rumahku? Ada urusan apa?"

Yoongi mendadak canggung. Ia membuka ritsleting jaket hitamnya, membawa kartu tanda pengenalnya sebagai unit dalam kepolisian yang bekerja sebagai seorang detektif, kemudian berkata serak, "Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan terkait Park Jimin dan Park Sora," ujarnya. Sepasang iris pria tua itu mendadak berkerut saat Yoongi melanjutkan, "Ini tentang kematian kedua cucu anda, aku perlu bertanya beberapa hal untuk memperjelas kematian keduanya."

"Aku tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan," balasnya mulai tak nyaman dengan kehadiran Yoongi yang kembali mengingatkan kepada kedua cucunya. "Jimin memang sudah meninggal, tetapi aku tidak pernah mendengar bahwa Sora cucuku itu juga ikut meninggal. Pergi dari sini! Jangan berbicara omong kosong!"

Tubuh Yoongi lantas menegang, tidak percaya pada kedua rungunya saat mendengar penuturan dari Kakek Park, hampir saja menjatuhkan tanda pengenalnya kalau tidak dengan cepat Yoongi kembali bertanya, "Sora tidak meninggal?" Pria itu menatap getir—sepercik perasaan hangat juga rasa nyeri di dalam dadanya mulai mengorek sampai ke dasar. "Tidak ada surat kematian tentang Park Sora yang datang ke sini?"

Pria tua itu memiringkan kepalanya sejenak. "Tidak ada. Kau salah alamat jika mencari gadis yang meninggal bernama Park Sora, nama itu tidak hanya satu, dan itu bukan cucuku!"

"Tidak, tidak," Yoongi beusaha agar dapat masuk ke rumah itu dengan cara apa pun, lagi pula—pria itu mendadak merasa bingung kembali sampai rasanya benar-benar akan gila. Park Sora tidak meninggal, dan bagaimana bisa kalau gucinya saja sudah bersanding dengan guci milik Jimin yang ada di Seoul. "Aku tetap ingin mengajukan beberapa pertanyaan, bisa kau biarkan aku masuk? Tenang saja, aku juga mengenal dengan baik Jimin. Dia temanku saat masih hidup dan bekerja di Seoul."

"Benarkah?"

Yoongi tersenyum. Kecut, tetapi berusaha dengan sangat menyembunyikan beberapa fakta dari kata teman yang baru saja terlontarkan. "Tentu saja."

Pagar terbuka, dan Kakek Park mempersilahkan Yoongi masuk pada bangunan tua yang mungkin adalah bagian masa kecil untuk kedua kakak beradik Park itu. Bangunannya terkesan seperti rumah nenek dan kakeknya yang juga berada di Daegu, kayu-kayu itu membentuk suatu bangunan yang kokoh, juga ada beberapa kendi besar di pekarangannya. Pria itu melesak masuk, sedikit membungkuk saat menjejalkan kedua kakinya ke dalam rumah.

Yoongi duduk di salah satu sisi meja yang dapat menampung sampai enam orang di ruangan tengah dengan beralaskan bantal tipis yang melapisi bokongnya. Kakek Park terlihat mucul bersama istrinya dari dalam ruangan, dan pria itu segera menundukkan sedikit kepalanya guna memberikan salam. Ketiganya kemudian larut dalam pembicaraan yang pertanyaannya dominan diajukan oleh Yoongi—pria itu juga tak lupa untuk menuliskannya di buku kecil yang ada di dalam saku jaketnya.

[M] 1. THE DEEPEST ETERNAL DREAM | ✓Where stories live. Discover now