Hari keenam, Namjoon datang membawa dua kotak besar berisi makanan dan minuman di kedua tangannya.
Pria dengan satu anak itu, membawa empat buah ramyeon juga empat cup kopi hangat yang ia beli sebelum dirinya datang ke kantor mereka. Di dalam ruang persegi yang tidak terlalu besar itu, hanya ada ia dan tiga anggotanya. Mereka masih menyelidiki kasus tentang sekte yang sudah memakan banyak banyak korban untuk sesuatu yang mereka yakini sebagai bentuk persembahan. Sebenarnya, tidak hanya itu, ada juga kasus-kasus yang lain, walaupun saat ini mereka hanya sedang fokus pada kasus yang jauh lebih genting.
Hoseok sibuk menyiapkan ramyeon pada rekan yang lainnya—ada Karen yang ikut membantunya, sebelum ia berikan pada Namjoon dan Yoongi yang sedang membicarakan sesuatu di depan sana. Mereka memakan semua ramyeon itu sampai habis, tanpa berbicara. Keempatnya terlihat lelah, apalagi dengan Namjoon dan Yoongi—yang bahkan mempunyai beban lebih besar ketimbang Hoseok dan Karen.
Setelah semuanya selesai, Karen bergegas untuk menghapus papan tulis yang ada di ruangan—bekas pembahasan kasus sebelumnya—dan mulai mencatat hal penting juga menempelkan beberapa foto di sana.
"Bisa dimulai sekarang?" Yoongi membuka suara.
Sebelum Namjoon ingin menganggukan kepala, Hoseok lebih dulu menyelanya. "Sekali-kali kau itu harus sadar kalau ketua tim di sini itu bukan kau, hyung, tapi Namjoon hyung."
Namjoon mendengkus, dengan bibirnya membentuk kurva. "Tidak apa-apa, Hoseok."
"See? Dia tidak keberatan, lalu apa masalahmu, eh?" tanya Yoongi dengan segera.
"Tidak ada," hanya itu yang bisa Hoseok jawab. Lalu kemudian ia memebtulkan duduknya agar lebih tegak, sembari berdeham. "Hanya... yasudah, kau lanjutkan saja. Mau membicarakan apa tadi itu, hyung?"
Yoongi mendadak tertawa, tapi suaranya begitu lirih melihat Hoseok yang tiba-tiba mengubah air mukanya menjadi serius. Padahal tadi ia juga sedang bercanda. Agak galak, tapi rasanya menggodai Hoseok juga bagian terpenting dalam hidup. Sebab stresnya mungkin saja bisa berkurang karena itu. Bahkan Namjoon ikut tertawa, juga Karen yang hanya meggelengkan kepalanya.
Dasar, Jung Hoseok.
Tak lama dari itu, Yoongi dan yang lainnya mulai serius kembali. Suara derik dari pemanas ruangan terdengar jelas, karena ruangan yang begitu hening. Bahkan detik jarum jam, yang mengantung di depan saja pun ikut terdengar.
"Pertama, tentang ini."
Yoongi mengeluarkan foto-foto yang sudah dicetaknya. Ada tiga buah foto di sana; korban yang disalib, petikan kitab Injil yang terukir di dinding, dan yang terakhir cermin yang ada di tubuh korban.
Ketiganya—termasuk Karen yang sudah duduk di samping Hoseok—mendekat sembari melihat dengan teliti pada tiga foto di atas meja yang sudah Yoongi jejerkan.
"Petikan dari kitab Injil; Lukas pasal 29 ayat 17, juga cermin yang ada di tubuh korban."
Hoseok tiba-tiba menyela. "Aku tidak tahu maksudnya."
Padahal tadi itu Yoongi akan langsung menjelaskannya tanpa harus Hoseok jawab. Namun, kalimatnya tiba-tiba tertelan kembali. Lalu, saat pria itu hendak berbicara kembali, Namjoon yang ada di sisinya tiba-tiba memegang lengannya. Bermaksud untuk mengambil alih.
"Biar aku yang menjelaskan," ujar Namjoon.
"Di dalam kitab itu dijelaskan bahwa, 'Di hari Lot meninggalkan Sodom, api dan hujan sufur jatuh dari langit dan menghancurkan segalanya', lalu apa hubungannya dengan korban dan juga cermin? Itu sama saja si pelaku menganggap bahwa dirinya adalah Sang Penguasa yang sedang menghukum kota Sodom yang rusak, korban adalah cerminan dari seseorang yang telah ia hukum, dan cermin yang ada di tubuhnya adalah bentuk dari pesannya—"
YOU ARE READING
[M] 1. THE DEEPEST ETERNAL DREAM | ✓
Fanfic[Completed] [Crime/Horror] "No matter who you're, I'll love and trust you for a long time." ©2018