31. This is Miracle

534 17 7
                                    

Seperti kata orang, segala hal pasti akan indah pada waktunya. Seperti keajaiban, akan datang pada waktu yang terduga

~ ~ ~ ~

Dipertengahan jalan menuju galeri, Joshua tiba-tiba menghentikan laju motornya dan menepikan diri di pinggir jalan. Dia tidak ingin mengikuti Floris ke galeri pamannya, lagi pula misinya hari ini sudah berhasil.

"Lah, kok loh berenti?"

"Gue sampai sini aja Flo," jawab Joshua seraya melepas helm yang ia kenakan, ia menyerahkan helmnya ke Floris.

"Yakin, lo sampai sini aja?" tanya Floris ragu.

"Iya, lo khawatir ya sama gue?" tanya Joshua dengan PEDE-nya. Sifat yang belum juga hilang darinya. Sejenak membuat Floris sedikit geram.

"Udah deh Joe, lo kepedean banget sih," jawab Floris gemes.

"Iya juga gak apa-apa kali, gengsi amat!" seru Joshua seraya mengacak-acak rambut Floris.

"Joeeeeeeeee! Tuh kan rambut gue jadi berantakan, jail banget sih!" ujar Floris yang mulai kesal.

"Udahhhh... lo cabut buruan, daripada gue gombalin lo terus," katanya.

"Iya, gue cabut! Gue gak tanggung jawab ya jika lo ilang," ujar Floris dan menyalahkan motornya.

"Flo! Flo! Lo pikir gue bocah, yaudah sampai ketemu nanti malam ya," ucap Joshua sebelum membiarkan Floris beranjak dari pandangannya.

"Maksud lo?" tanya Floris keheranan, tapi ia tidak terlalu memperdulikan hal itu dan kemudian meninggalkan Joshua dengan hati yang berbunga-bunga.

"Saat ini, gue gak perlu jadi pacar lo. Jadi kayak gini aja, udah bikin hati gue nyaman Flo," ujarnya pelan seraya pandangannya tak lepas dari Floris yang semakin jauh.

Tidak lama setelah itu, Joshua menghubungi Nathan untuk menjemputnya. Ia cukup lega karena semua rencananya berjalan mulus tanpa hambatan. Dia baru sadar bahwa ini adalah cara terbaik untuk membuat hati Floris luluh, sekalipun belum ada status apapun tapi ia yakin apa yang mereka lalui hari ini memiliki kesan baik di mata Floris.

* * *

Floris tiba di galeri tempat ia bekerja, sebelum ia sampai di pintu galeri, bosnya pak Edwin langsung menghampirinya dan memintanya menemui seseorang yang ingin membeli lukisannya itu yang tiudak lain Pak Aditya. Sesampainya ia di hadapan Aditya, ia langsung disambut baik oleh sosok laki-laki yang penuh wibawa dengan jas hitam melekat di tubuh laki-laki itu. Ia merasa heran, kenapa ia seperti mengenal sosok yang ada di hadapannya itu, seperti tidak asing dengan wajah yang kini ia lihat.

"Hallo! Saya Aditya," sapa Aditya seraya meminta berjabat.

"Iya Pak, Floris," jawabnya seraya menyambut uluran tangan Aditya.

"Iya saya sudah tahu namamu dari Pak Edwin, kebetulan dia adalah sahabat saya," ujarnya.

"Oh iya, syukurlah Pak," jawab Floris yang masih kaku.

"Panggil Om aja, jadi bagaimana kesepakatan untuk harga lukisan yang saya inginkan itu," tanya Aditya.

"Sejujurnya, saya senang sekali jika om menyukai lukisan itu. Lukisan itu, adalah lukisan tentang rindu yang ingin saya sampaikan kepada seorang ayah," jelasnya singkat.

"Saya sudah menduga hal itu, itu alasannya saya menginginkan lukisan itu karena memiliki makna yang dalam dari pelukisnya, kebetulan saya juga merindukan putri saya yang entah dimana saat ini berada, saya masih belum menemukan keberadaannya," ujar Aditya dengan nada haru.

"Maaf ya om,"

"Gak apa-apa, jadi gimana?

"Terserah om,"

"Oke, bagaimana dengan jumlah ini," ucap Aditya seraya memberikan cek kepada Floris. Setelah Floris melihat jumlah yang tertera di dalam cek itu, ia sangat terkejut dan belum percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ini betulan om?" tanya Floris terkejut.

"Apa itu kurang Flo?"

"Bukan om, ini bahkan sangat banyak untuk pelukis amatir seperti saya," jawab Floris dengan rasa deg degan, ini pertama kalinya lukisannya di beli dengan harga yang sangat tinggi.

"Kamu pelukis hebat Flo, kamu mampu mengkolaborasi sebuah rasa menjadi sebuah karya yang hebat seperti lukisan itu, om yakin kamu akan jadi pelukis yang hebat suatu saat nanti," jelas Aditya.

"Terima kasih banyak om, saya sangat senang jika om mampu memaknai pesan yang tersimpan di lukisan itu," ucap Floris seraya menyalami tangan Aditya. Ia benar-benar tidak menyangka lukisan itu dinilai sangat mahal.

"Sama-sama Flo, ini kartu nama saya, kamu bisa main kerumah saya, kebetulan om juga punya anak yang sebaya denganmu, katanya ia satu sekolah denganmu, namanya Joshua, Joshua Bramesta, kenal?"

"Iya om, kenal. Jadi om ayahnya Joe?"

"Iya Flo, mampir kerumah ya jika ada waktu," pintanya.

"Iya om, sekali lagi terima kasih,"

"Sama-sama, yaudah om balik dulu,"

"Ok om," jawab Floris.

Perasaan Floris sangat bahagia karena ia akghirnya memiliki tabungan untuk bisa membantu ibunya, ia ingin ibunya tidak lagi sibuk bekerja membanting tulang untuk membiayai sekolahnya. Edwin juga sangat bahagia melihat Floris senang, ia tahu bahwa Floris sangat membutuhkan uang untuk kebutuhan keluarganya. Ia juga tahu perjuangan Floris membanting tulang untuk membiayai hidupnya sendiri.

"Flo, sekarang kamu tidak perlu lagi harus kerja part time kesana kemari untuk membiayai sekolahnya. Pak Aditya itu adalah pecinta seni, ia tahu lukisanmu memiliki nilai seni dan makna sangat dalam di lukisan itu. Selamat ya Flo," ujar Edwin.

"Iya Pak, terima kasih atas bantuannya,"

"Iya Flo, terus berkarya,"

"Pasti Pak, yaudah saya balik dulu,"

"Oke Flo, hati-hati!"

"Iya Pak."

Floris pun meninggalkan galeri dengan penuh kebahagiaan, ia merasa hari ini seperti keajaiban yang tidak terduga yang Tuhan berikan kepadanya.

"Tuhan, aku tahu bahwa semua hal akan indah pada waktunya," ujarnya pelan seraya melajukan motornya meninggalakan galeri itu.

* * *


TBC...

Hallo readers. Selamat menikmati part ini, mohon maaf baru bisa update ya.

Jangan lupa komentarnya ya.

Cool Bad Boy & Beautiful KetosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang