5. Kurindu Baginda

463 42 0
                                    

"Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah bagimu..."

(Hr. Tirmidzi dari Abu Dzar r. a. ~ at Targhib wat Tarhib III/ 422)

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Kicau burung pada pagi hari terus bersenandung ria tanpa henti. Seakan menyeru pada insan Tuhan atas waktunya.

Dedaunan terus saja menari liar ke sana kemari membekuk ilalang di ufuk. Embun pagi terus menyerbu dedaunan hijau di pumatang.

Fajar kembali hadir. Tak ubah, tetap saja sama. Sama akan halnya kepikukkan kota Lampung pada pagi hari. Setiap yang bernyawa menyibukkan diri masing-masing.

Matahari yang cerah tak dapat menyerahkan hati sang gadis manis itu; Arsya.

Ya, Danisya Arsya Baihaqie. Si gadis manis lagi sholehah itu terlihat sangat lesu pagi ini.

"Duli ayok pergi, nanti telat." rengek Yusuf adik Arsya.

"Iya sayang, sabar. Ini duli lagi pake sepatu." jawab Arsya pada adiknya.

"Rahma,  bekal kamu udah belum dek?" tanya Arsya pada adiknya yang pertama.

Adiknya mengecek kembali tas, "Iya li, udah." ujar Rahma.

Yusuf jenuh menunggu kedua kakaknya yang sangat lambat macam siput, fikirnya. Akhirnya Ia memutuskan untuk bermain di halaman rumah, berlarian kesana kemari.

"eh, Yusuf. Jangan lari-larian nanti jat--" dan benar saja, belum selesai Arsya berbicara. Yusuf sudah terjatuh.

"Aw,,, Duliii....," ringisnya kesakitan memegangi lututnya yang sudah berdarah.

"Ya Allah.. Yusuf," pekik Arsya berlari menuju tempat Yusuf jatuh.

Darah dari lutut dan kaki Yusuf terus saja keluar. Ia menangis membuat Arsya menjadi panik.

"Aduh dek. Shut..., Shut.., diem yah sayang, nanti Duli obatin." ujar Arsya. "Rahma cepet ambil kotak obat dek," titahnya pada Rahma.

"iy.. Iya li, tunggu." jawab Rahma berlari masuk ke dalam rumah.

Yusuf terus menangis dan berteriak. "Ya Allah..., mana udah Siang lagi." cicit Arsya gemetar ketika waktu semakin berjalan dengan cepat.

Ya begitulah keadaan Arsya setiap pagi. Kedua orang tuanya sudah pergi pagi untuk bekerja. Ayahnya bekerja sebagai karyawan di salah satu Pabrik Kopi, sedangkan Ibunya bekerja di warung makan---milik ibunya sendiri.

Ia selalu saja kewalahan di setiap paginya, tak jarang Ia telat datang ke sekolah. Bagaimana tidak? Ia selalu menghantarkan kedua adiknya sekolah. Hingga menyiapkan segala kebutuhan adiknya pun Ia lakukan. Belum lagi sepulang sekolah di rumah Ia selalu kerepotan membersihkan rumah. Dan tetap saja Ibunya selalu memarahinya jika ada satu saja kesalahan kecil yang Ia lakukan. Tetapi, asbab Ia cerdas dan penyabar Ia selalu saja mempunyai cara untuk melakukan rutinitasnya di luar Rumah maupun ekstrakulikulernya di sekolah.

****

Arsya POV

Ya Tuhan. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Pasti aku telat. Ya, aku yakin itu. Kini aku menunggu angkot di halte---setelah membujuk dan menghantarkan Yusuf ke sekolah, barulah aku menuju halte.

Kurindu Baginda✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang