19. Kurindu Baginda

259 25 4
                                    

***

"Percayalah, tidak ada hal yang sia-sia, jika itu datangnya dari Allah Swt.. Semua sudah memiliki ketentuan dan hikmah. Dan hikmah itu akan berlaku bagi orang yang berpikir dan mau mencondongkan hatinya kepada yang Hak."

-Artika Adelia-

***

Dzikri POV

Entah kenapa aku masih memikirkan kejadian kemarin sore. Sampai-sampai hari ini Arsya marah kepadaku. Bagaimana tidak, aku terus menahan tawa jika bertemu dengannya. Mungkin, ia tahu jika aku tengah mengejaknya--------akibat phobianya dengan hewan-hewan itu.

Aku tidak pernah mengejek seorang akhwat, tapi untuk kali ini, adalah pertama kalinya. Karna ia sangat lucu di mataku-------yang melihatnya secara langsung.

"Kamu masih mau ngetawain saya Zik? Kurang puas kemarin ngetawain saya?" kesal Arsya padaku tadi siang.

Aku menahan tawa habis-habisan. "Engga. Sok tahu lo," jawabku santai. Namun, tetap wajahku tak dapat dipungkiri jika tengah mengejeknya.

"Ragah lawang! Ghasone nyak ago nguccalke nikeu dak Way Kambas Dzikriiiiii!!!"

Pekikkan Arsya menggelar di kelas. Semua tertawa ketika mendengar Arsya mengucapkan bahasa Lampung. Yang mana artinya; 'Cowok gila! Rasanya saya ingin melemparkan kamu ke Way Kambas Dzikri....', ah rasanya aku benar-benar akan mendatangkan murka Arsya.

Aku memilih untuk keluar kelas. Namun, baru beberapa langkah aku keluar, Arsya sudah melemparkanku dengan penghapus kelas. Alhasil, wajahku jadi hitam semua. Dan tentunya itu mengundang gelak tawa satu sekolah yang melihat.

"Hahahah...,"

"Astagfirullah Kanjeng...., kenapa kanjeng ketawa-ketawa sendiri?"

Astagfirullah..., lamunanku buyar begitu saja karena suara dari adik sepupuku, Risa----yang berusia sebelas tahun.

Aku berhenti tertawa. Aku menatapnya dengan tatapan intens, "Nggak sopan masuk kamar orang nggak salam, nggak permisi!" sungutku padanya yang memang tidak pernah akur denganku. Karena dia sangat menyebalkan akan kejahilannya.

"Oh, Kanjengku sayangg..... Risa tadi udah salam, ngetuk pintu juga, kan tadi pintunya kebuka.... Ya Risa nggak sengaja liat kanjeng senyum-senyum sendiri.... Ya pikir Risa kanjeng kesurupan kan... Ih, serem deh!"

"Shuttt... Sembarangan!"

Aku melemparnya dengan bantal. Ia meringis kesakitan.

Ia memanggilku dengan sebutan; kanjeng, yang mana itu artinya kakak. Sebelumnya sudah pernah aku jelaskan bukan, jika di suku Lampung beragam sebutan atau gelar pada masing-masing keluarga dan sanak saudara.

Kanjeng untuk tulisan. Kanje'ng untuk pengucapannya. Mengerti bukan?. Haha... Kuharap mengerti.

"Kanjeng ngapain si ketawa-tawa? Apa jangan-jangan kanjeng lagi jatuh cinta ya??" Risa terkekeh geli.

Apa-apaan dia ini.

"Ih, apaan si kamu ini. Bocah ingusan betingkah!" sarkasku.

Kurindu Baginda✔️ [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang