"Ken, tolong fotoin aku lagi dong.." Pintaku pada anak itu. Meski ia lagi asyik menononton film kartun, tapi ia tidak keberatan untuk mengambil beberapa foto narsisku.
"Kakak foto-foto mau apa?"
Aku angkat bahu. Aku sendiri pun rasanya seperti orang gila saja. Mengambil banyak foto dengan berganti-ganti pakaian dan pose. Cuma demi memenuhi akun media sosialku.
Aku memilah-milah mana-mana saja foto yang menurutku bagus. Tapi saat melihatnya, aku jadi geli sendiri. Foto yang diambil Ken, kebanyakkan berbayang. Tidak fokus. Akhirnya hanya ada beberapa foto saja yang kuanggap layak untuk kuposting di akun facebook dan instagramku.
Iseng-iseng aku bukan instagramnya Niko. Syukurlah dia tidak memprivasinya. Jadi aku bisa dengan leluasa melihat koleksi-koleksi fotonya.
Jika dibandingkan antara fotoku dan foto Niko, rasanya seperti langit dan bumi. Dan aku berada jauh di bawah dasar inti bumi.
Aku kan tidak pernah main basket, tidak sering berenang, hang-out, makan di restoran, dan jalan ke tempat-tempat dengan latar pemandangan yang bagus.
Kalau ada temanku yang melihat, kalau aku posting foto boneka-bonekaku dengan Ken yang berada di antara boneka itu, pasti mereka akan komen yang aneh-aneh.
Aku membuka koleksi foto lamaku dengan papah dan mamah. Jumlahnya tidak sedikit, tapi apa iya, aku harus memposting foto-foto jadul itu?
Tidak. Sebaiknya foto-foto itu kusimpan saja sendiri. Biar saja ini menjadi rahasia aku, papah, dan mamah selamanya.
"Ken, besok kita pindah ya."
"Pindah kemana, kakak?" Kentaro menghampiriku. Dia itu anak yang manja sekali denganku.
"Ke tempat yang baru. Lebih luas, dan ada halaman berumputnya."
"Boleh pelihara kelinci?"
"Memangnya Ken mau pelihara kelinci?"
Ken mengangguk. "Kelinci ada dua di kebun. Eeknya bau. Lucu tapi lompat-lompat."
"Nanti aku tanya dulu ya."
"Iya."
"Ken mau ikut ke mall gak?"
"Aku mau beres-beres krayon sama teddy."
"Aku keluar dulu ya, Ken. Nanti aku belikan es krim."
Kentaro berlari lincah menuju kulkas. Ia membukanya dan berbicara dengan mata membulat. "Masih banyak, kakak..!!"
"Ohh..., aku kira sudah habis."
Rencananya aku akan ke Botani Square. Kupakai sweater putihku dan celana jeans denim panjangku. Sesiangan tadi hujan deras mengguyur. Kupikir, pasti malam ini udara dingin sekali.
"Botani, pak?" Tanyaku pada supir angkot yang sedang mengetem di depan hotel.
"Iya, mas. Botani.."
Aku pun naik ke dalam angkot itu. Sepi sekali. Cuma ada aku seorang. Kuraih hapeku, dan kulihat-lihat akun instagram Niko.
Baik asli maupun foto, Niko memang selalu terlihat tampan dan keren. Dia punya beberapa teman cowok yang sama kerennya. Kalau aku nyempil diantara cowok-cowok itu, pasti aku dikira hantu tuyul yang mau ikutan numpang narsis. Wajah dan penampilanku aneh.
Tak berapa lama, ada seorang pria menyusul naik. Pria itu memakai topi hitam dan juga masker hitam yang menutupi separuh wajahnya.
Hidungku mengendus aroma parfumnya yang maskulin dan segar. Saat kulirik, ternyata dia juga sedang menatap padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ME
Teen FictionIni adalah ceritaku. Aku yang harus berjuang seorang diri, di dunia yang kata kebanyakkan orang penuh dengan drama, ambisius, pencapaian, pengorbanan, dan air mata. Aku tidak peduli dengan mereka atau siapapun. Karena aku sudah cukup senang dengan d...